Bookmark and Share

Rabu, 13 Januari 2010

Semarak Pasar Modal Syariah

Jakarta, 19 April 2005

Oleh : Ngapon (Staf Bagian Riset Bapepam)
Sejarah Singkat Industri Syariah

Sejarah perkembangan industri keuangan syariah yang meliputi perbankan,
asuransi dan pasar modal pada dasarnya merupakan suatu proses sejarah yang
sangat panjang. Lahirnya Agama Islam sekitar 15 (lima belas) abad yang lalu
meletakkan dasar penerapan prinsip syariah dalam industri keuangan, karena di
dalam Islam dikenal kaedah muamalah yang merupakan kaedah hukum atas
hubungan antara manusia yang di dalamnya termasuk hubungan perdagangan
dalam arti yang luas. Namun demikian, perkembangan penerapan prinsip syaria
mengalami masa surut selama kurun waktu yang relatif lama pada masa imperium
negara-negara Eropa. Pada masa tersebut negara-negara di Timur Tengah serta
negara-negara Islam lain hampir semuanya menjadi wilayah jajahan negara-negara
Eropa.
Dalam perkembangan selanjutnya, dengan banyaknya negara Islam yang
terbebas dari penjajahan dan semakin terdidiknya generasi muda Islam, maka
ajaran Islam mulai meraih masa kebangkitan kembali. Sekitar tahun 1960-an
banyak cendekiawan moslem dari negara-negara Islam sudah mulai melakukan
pengkajian ulang atas penerapan sistem hukum Eropa kedalam industri keuangan
dan sekaligus memperkenalkan penerapan prinsip syariah islam dalam industri
keuangannya.
Pada awalnya prinsip syariah islam diterapkan pada industri perbankan dan
Cairo adalah merupakan negara yang pertamakali mendirikan bank Islam sekitar
tahun 1971 dengan nama “Nasser Social Bank” yang operasionalnya berdasarkan
sistem bagi hasil (tanpa riba). Berdirinya Nasser Social Bank tersebut, kemudian
diikuti dengan berdirinya beberapa bank Islam lainnya seperti Islamic Development
Bank (IDB) dan the Dubai Islamic pada tahun 1975, Faisal Islamic Bank of Egypt,
Faisal Islamic Bank of Sudan dan Kuwait Finance House tahun 1977.
Selanjutnya penerapan prinsip syariah pada sektor di luar industri
perbankan, juga telah dijalankan pada industri asuransi (takaful) dan industri Pasar
Jakarta, 19 April 2005
Modal (Pasar Modal Syariah). Pada industri Pasar Modal, prinsip syariah telah
diterapkan pada instrumen obligasi, saham dan fund (Reksa Dana). Adapun negara
yang pertama kali mengintrodusir untuk mengimplementasikan prinsip syariah di
sektor pasar modal adalah “Jordan dan Pakistan”, dan kedua negara tersebut juga
telah menyusun dasar hukum penerbitan obligasi syariah. Selanjutnya pada tahun
1978, pemerintah Jordan melalui Law Nomor 13 tahun 1978 telah mengijinkan
Jordan Islamic Bank untuk menerbitkan Muqaradah Bond. Ijin penerbitan
Muqaradah Bond ini kemudian ditindaklanjuti dengan penerbitan Muqaradah Bond
Act pada tahun 1981. Sementara pemerintah Pakistan, baru pada tahun 1980
menerbitkan the Madarabas Company dan Madarabas Ordinance.
Secara umum, penerapan prinsip syariah dalam industri pasar modal
khususnya pada instrumen saham dilakukan berdasarkan penilaian atas saham yang
diterbitkan oleh masing-masing perusahaan, karena instrumen saham secara
natural telah sesuai dengan prinsip syariah mengingat sifat saham dimaksud
bersifat penyertaan. Para ahli fiqih berpendapat bahwa suatu saham dapat
dikatergorikan memenuhi prinsip syariah apabila kegiatan perusahaan yang
menerbitkan saham tersebut tidak tercakup pada hal-hal yang dilarang dalam
syariah islam, seperti :
1. alkohol;
2. perjudian;
3. produksi yang bahan bakunya berasal dari babi;
4. pornografi;
5. jasa keuangan yang bersifat konvensional;
6. asuransi yang bersifat konvensional.
Gambaran Pasar Modal Syariah di Indonesia
Sejak secara resmi Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) meluncurkan
prinsip pasar modal syariah pada tanggal 14 dan 15 Maret 2003 dengan
ditandatanganinya nota kesepahaman antara Bapepam dengan Dewan Syariah
Nasional- Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), maka dalam perjalanannya
perkembangan dan pertumbuhan transaksi efek syariah di pasar modal Indonesia
Jakarta, 19 April 2005
terus meningkat. Harus dipahami bahwa ditengah maraknya pertumbuhan kegiatan
ekonomi syariah secara umum di Indonesia, perkembangan kegiatan investasi
syariah di pasar modal Indonesia masih dianggap belum mengalami kemajuan yang
cukup signifikan, meskipun kegiatan investasi syariah tersebut telah dimulai dan
diperkenalkan sejak pertengahan tahun 1997 melalui instrumen reksa dana syariah
serta sejumlah fatwa DSN-MUI berkaitan dengan kegiatan investasi syariah di pasar
modal Indonesia.
Dilihat dari kenyataannya, walaupun sebagian besar penduduk Indonesia
mayoritas beragama Islam namun perkembangan pasar modal yang berbasis syariah
dapat dikatakan sangat tertinggal jauh terutama jika dibandingkan dengan
Malaysia yang sudah bisa dikatakan telah menjadi pusat investasi berbasis syariah di
dunia, karena telah menerapkan beberapa instrumen keuangan syariah untuk
industri pasar modalnya. Kenyataan lain yang dihadapi oleh pasar modal syariah
kita hingga saat ini adalah minimnya jumlah pemodal yang melakukan investasi,
terutama jika dibandingkan dengan jumlah pemodal yang ada pada sektor
perbankan.
Dibandingkan dengan negara tetangga Malaysia misalnya, Indonesia terlihat
begitu tertinggal jauh dalam mengembangkan kegiatan investasi syariah di pasar
modal. Malaysia pertama kali mengembangkan kegiatan pasar modal syariah sejak
awal tahun 1990 dan saat ini terus mengalami kemajuan yang cukup pesat. Sebagai
contoh, data menunjukkan hingga akhir tahun 2004 total Nilai Aktiva Bersih (NAB)
Reksa Dana Syariah mencapai 7,7% (tujuh koma tujuh perseratus) dari total NAB
industri Reksa Dana di Malaysia, sedangkan Indonesia baru mencapai 0,51% (nol
koma lima puluh satu per seratus) dari total NAB industri reksa dana.
Untuk obligasi syariah, di Malaysia hingga akhir tahun 2004 mencapai
kenaikan 31,69% dari total nilai obligasi yang tercatat di pasar modal Malaysia,
sementara di Indonesia hingga akhir Desember 2004 baru mencapai Rp. 1.424
Triliun atau 1,72% dari total nilai emisi obligasi di Indonesia pada tahun yang sama
yaitu sebesar Rp. 83.005,345 Triliun.
Pada sisi lain, harus diakui bahwa masih terdapat beberapa permasalahan
mendasar yang menjadi kendala berkembangnya pasar modal yang berprinsip
syariah di Indonesia. Kendala-kendala dimaksud diantaranya adalah selain masih
Jakarta, 19 April 2005
belum meratanya pemahaman dan atau pengetahuan masyarakat Indonesia
tentang investasi di pasar modal yang berbasis syariah, juga belum ditunjangnya
dengan peraturan yang memadai tentang investasi syariah di pasar modal Indonesia
serta adanya anggapan bahwa untuk melakukan investasi di pasar modal syariah
dibutuhkan biaya yang relatif lebih mahal apabila dibandingkan dengan investasi
pada sektor keuangan lainnya.
Hal-hal lain yang dianggap bisa mempengaruhi perkembangan Pasar Modal
Syariah diantaranya adalah : perkembangan jenis instrumen pasar modal syariah
yang dikuatkan dengan fatwa DSN — MUI, perkembangan transaksi sesuai syariah
atas instrumen pasar modal syariah; dan perkembangan kelembagaan yang
memantau macam dan transaksi pasar modal syariah (termasuk Bapepam Syariah,
Lembaga Pemeringkat Efek Syariah dan Dewan Pengawas Islamic Market/Index).
Keberadaan pasar modal di Indonesia merupakan salah satu faktor
terpenting dalam ikut membangung perekonomian nasional, terbukti telah banyak
industri dan perusahaan yang menggunakan institusi pasar modal ini sebagai media
untuk menyerap investasi dan media untuk memperkuat posisi keuangannya. Secara
faktual, pasar modal telah menjadi financial nerve centre (saraf finansial dunia)
pada dunia ekonomi modern dewasa ini, bahkan perekonomian modern tidak akan
mungkin bisa eksis tanpa adanya pasar modal yang tangguh dan berdaya saing
global serta terorganisir dengan baik.
Bangkitnya ekonomi Islam di Indonesia dewasa ini menjadi fenomena yang
menarik dan menggembirakan terutama bagi penduduk Indonesia yang mayoritas
beragama Islam. Praktek kegiatan ekonomi konvensional, khususnya dalam
kegiatan pasar modal yang mengandung unsur spekulasi sebagai salah satu
komponennya nampaknya masih menjadi hambatan psikologis bagi umat Islam
untuk turut aktif dalam kegiatan investasi terutama di bidang pasar modal,
sekalipun berlabel syariah.
Perbedaan mendasar antara pasar modal konvensional dengan pasar modal
syariah dapat dilihat pada instrumen dan mekanisme transaksinya, sedangkan
perbedaan nilai indeks saham syariah dengan nilai indeks saham konvensional
terletak pada kriteria saham emiten yang harus memenuhi prinsip-prinsip dasar
syariah. Secara umum konsep pasar modal syariah dengan pasar modal
Jakarta, 19 April 2005
konvensional tidak jauh berbeda meskipun dalam konsep pasar modal syariah
disebutkan bahwa saham yang diperdagangkan harus berasal dari perusahaan yang
bergerak dalam sektor yang memenuhi kriteria syariah dan terbebas dari unsur
ribawi, serta transaksi saham dilakukan dengan menghindarkan berbagai praktik
spekulasi.
Pasar modal syariah dikembangkan dalam rangka mengakomodir kebutuhan
umat Islam di Indonesia yang ingin melakukan investasi di produk-produk pasar
modal yang sesuai dengan prinsip dasar syariah. Dengan semakin beragamnya
sarana dan produk investasi di Indonesia, diharapkan masyarakat akan memiliki
alternatif berinvestasi yang dianggap sesuai dengan keinginannya, disamping
investasi yang selama ini sudah dikenal dan berkembang di sektor perbankan.
Sebagaimana diketahui bahwa Indonesia adalah merupakan sebuah negara
dengan penduduk yang mayoritas beragama Islam, oleh karena itu sektor industri
pasar modal diharapkan bisa mengakomodir dan sekaligus melibatkan peranserta
warga muslim dimaksud secara langsung untuk ikut aktif menjadi pelaku utama
pasar, tentunya adalah sebagai investor lokal di pasar modal Indonesia. Sebagai
upaya dalam merealisasikan hal tersebut, maka sudah sewajarnya disediakan dan
dikembangkan produk-produk investasi di pasar modal Indonesia yang sesuai
dengan prinsip dasar ajaran agama Islam. Hal tersebut di atas menjadi penting
mengingat masih adanya anggapan di kalangan umat Islam sendiri bahwa
berinvestasi di sektor pasar modal di satu sisi adalah merupakan sesuatu yang tidak
diperbolehkan (diharamkan) berdasarkan ajaran Islam, sementara pada sisi yang lain
bahwa Indonesia juga perlu memperhatikan serta menarik minat investor
mancanegara untuk berinvestsi di pasar modal Indonesia. terutama investor dari
negara-negara Timur Tengah yang diyakini merupakan investor potensial.
Dalam ajaran Islam, bahwa kegiatan berinvestasi dapat dikategorikan
sebagai kegiatan ekonomi yang sekaligus kegiatan tersebut termasuk kegiatan
muamalah yaitu suatu kegiatan yang mengartur hubungan antar manusia.
Sementara itu berdasarkan kaidah Fikih, bahwa hukum asal dari kegiatan muamalah
itu adalah mubah (boleh) yaitu semua kegiatan dalam pola hubungan antar
manusia adalah mubah (boleh) kecuali yang jelas ada larangannya (haram). Ini
berarti ketika suatu kegiatan muamalah yang kegiatan tersebut baru muncul dan
belum dikenal sebelumnya dalam ajaran Islam maka kegiatan tersebut dianggap
Jakarta, 19 April 2005
dapat diterima kecuali terdapat implikasi dari Al Qur’an dan Hadist yang
melarangnya secara implisit maupun eksplisit.
Dalam beberapa literatur Islam klasik memang tidak ditemukan adanya
terminologi investasi maupun pasar modal, akan tetapi sebagai suatu kegiatan
ekonomi, kegiatan tersebut dapat diketegorikan sebagai kegiatan jual beli (al Bay).
Oleh karena itu untuk mengetahui apakah kegiatan investasi di pasar modal
merupakan sesuatu yang dibolehkan atau tidak menurut ajaran Islam, kita perlu
mengetahui hal-hal yang dilarang/ diharamkan oleh ajaran Islam dalam hubungan
jual beli.
Perkembangan Pasar Modal Syariah di Indonesia
Perkembangan pasar modal syariah di Indonesia secara umum ditandai oleh
berbagai indikator diantaranya adalah semakin maraknya para pelaku pasar modal
syariah yang mengeluarkan efek-efek syariah selain saham-saham dalam Jakarta
Islamic Index (JII). Dalam perjalanannya perkembangan pasar modal syariah di
Indonesia telah mengalami kemajuan, sebagai gambaran bahwa setidaknya terdapat
beberapa perkembangan dan kemajuan pasar modal syariah yang patut dicatat
hingga tahun 2004, diantaranya adalah telah diterbitkan 6 (enam) Fatwa Dewan
Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) yang berkaitan dengan
industri pasar modal. Adapun ke enam fatwa dimaksud adalah :
1. No.05/DSN-MUI/IV/2000 tentang Jual Beli Saham;
2. No.20/DSN-MUI/IX/2000 tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi Untuk Reksa
Dana Syariah;
3. No.32/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah;
4. No.33/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah Mudharabah;
5. No.40/DSN-MUI/IX/2003 tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan
Prinsip syariah di Bidang Pasar Modal;
6. No.41/DSN-MUI/III/2004 tentang Obligasi Syariah Ijarah.
Fatwa-fatwa tersebut di atas mengatur prinsip-prinsip syariah di bidang pasar
modal yang meliputi bahwa suatu efek dipandang telah memenuhi prinsip-prinsip
Jakarta, 19 April 2005
syariah apabila telah memperoleh pernyataan kesesuaian syariah secara tertulis dari
DSN-MUI. Adapun tahapan-tahapan yang harus dilalui untuk memperoleh
sertifikat/ predikat syariah dari DSN-MUI yaitu bahwa calon emiten terlebih dahulu
harus mempresentasikan terutama struktur bagi hasilnya dengan nasabah/ investor,
struktur transaksinya, bentuk perjanjiannya seperti perjanjian perwali amanatan dll.
Perkembangan di lantai Bursa
Perkembangan transaksi saham syariah di Bursa Efek Jakarta bisa
digambarkan bahwa, berdasarkan lampiran Pengumuman BEJ No. Peng-499/BEJDAG/
U/12-2004 tanggal 28 Desember 2004, bahwa daftar nama saham tercatat
yang masuk dalam perhitungan Jakarta Islamic Index (JII) untuk periode 3 Januari
2005 s.d Juni 2005 adalah sebagai berikut :
Anggota JII Periode Januari s.d. Juni 2005
No Nama Emiten No Nama Emiten
1. Astra Agro Lestari 16 Kalbe Farma
2. Adhi Karya (persero) 17 Limas Stokhomindo
3. Aneka Tambang (Persero) 18 London Sumatera
4. Bakrie & Brothers 19 Medco Energi International
5. Barito Pacific Timber 20 Multipolar
6. Bumi Resources 21 Perusahaan Gas Negara (Persero)
7. Ciputra Development 22 Tambang Batu Bara Bukit Asam
8. Energi Mega Persada 23 Semen Cibinong
9. Gajah Tunggal 24 Semen Gresik (Persero)
10. International Nickel Ind 25 Timah
11. Indofood Sukses Makmur 26 Pabrik Kertas Tjiwi Kimia
12. Indah Kiat Pulp & Paper 27 Telekomunikasi Indonesia
13. Indocement Tunggal Prakasa 28 Tempo Scan Pacific
14. Indosat 29 United Tractors
15. Kawasan Industri Jababeka 30 Unilever Indonesia
Jakarta, 19 April 2005
Adapun kinerja saham-saham syariah yang terdaftar dalam Jakarta Islamic
Index (JII) dimaksud juga mengalami perkembangan yang cukup baik, hal ini terlihat
dari kenaikan index JII sebesar 37,90% dari 118,952 pada akhir tahun 2003 menjadi
164,029 pada penutupan akhir tahun 2004. Begitu pula nilai kapitalisasi sahamsaham
syariah yang terdaftar dalam JII juga meningkat signifikan sebesar 48,42%
yaitu dari Rp.177,78 Triliun pada akhir Desember 2003 menjadi Rp.263,86 Triliun
pada penutupan akhir Desember 2004.
No. U r a i a n Desember 2003 Desember 2004 Persentase
Peningkatan
Jakarta Islamic Index (JII)
a - Index JII 118.952 164.029 37,90%
b - Nilai Kapitalisasi Rp. 177,78 Triliun Rp. 263,86 Triliun 48,42%
Perkembangan Obligasi Syariah
Salah satu indikasi pertumbuhan dan perkembangan obligasi syariah pada
akhir-akhir ini dapat dilihat dari maraknya penawaran umum perdana obligasi
syariah dengan akad Ijarah. Sebagai gambaran bahwa sampai dengan akhir tahun
2003 hanya terdapat 6 (enam) emiten yang menawarkan obligasi syariah di pasar
modal Indonesia dengan total nilai emisi sebesar Rp 740 Milyar, sedangkan pada
tahun 2004 ada penambahan sebanyak 7 (tujuh) emiten baru yang telah
mendapatkan pernyataan efektif dari Bapepam. Dengan demikian, sampai dengan
akhir tahun 2004 secara kumulatif terdapat 13 (tiga belas) emiten yang
menawarkan obligasi syariah atau meningkat sebesar 116,67% jika dibandingkan
dengan tahun 2003 yang hanya ada 6 (enam) emiten obligasi.
Perkembangan selanjutnya adalah ditandai dengan meningkatnya nilai emisi
obligasi syariah di pasar modal Indonesia, seperti diketahui bahwa nilai emisi
obligasi syariah pada akhir tahun 2003 baru mencapai sebesar Rp 740 Milyar
sedangkan nilai emisi obligasi yang sama pada akhir tahun 2004 mencapai Rp
1.424 Triliun yang berarti ada peningkatan sebesar 92,43%, namun jika
Jakarta, 19 April 2005
dibandingkan dengan total nilai emisi obligasi di pasar modal Indonesia di tahun
2004 secara keseluruhan yaitu sebesar Rp. 83.005,349 Triliun, maka prosentasenya
masih terlalu kecil yaitu baru mencapai 1,72%.
Penerbit Obligasi Syariah s/d Desember 2004
No. Instrumen inv. syariah Tgl. Efektif Total (Milyar
Rp)
Indikasi
return %
1. Indosat Syariah Mudharabah (2002) 30-Oct-02 175 16,75
2. Bank Muamalat Syariah Subordinasi (2003) 30-Jun-03 200 17
3. Cilindra Perkasa I Th. (2003) 18-Sep-03 60 14
4. Bukopin Syariah Mudharabah (2003) 30-Jun-03 45 15
5. Berlian Laju Tanker Mudharabah (2003) 05-Dec-03 60 13
6. BSM Mudharabah (2003) 22-Oct-03 200 13
7. Obligasi Syariah PTPN VII (2004) 18-Mar-04 75 13,5
8. Matahari Putra Prima Ijarah (2004) 28-Apr-04 150 13,80
9. Sona Topas Tourism Ijarah (2004) 17-Jun-04 52 13,5 — 14,5
10. Citra Sari Makmur Ijarah (2004) 29-Jun-04 100 13,5 — 14,5
11. CSM Corpotama Ijarah (2004) 1-Nov-04 100 13,25
12. Berlian Ijarah I (2004) 2-Des-04 85 13,75
13. Humpus Intermoda Trans Ijarah I (2004) 10-Des-04 122
Total Nilai Emisi 1.424 T
Merujuk kepada Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 32/DSN-MUI/IX/2002,
"Obligasi Syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip
syariah yang dikeluarkan Emiten kepada pemegang Obligasi Syari’ah yang
mewajibkan Emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang Obligasi
Syari’ah berupa bagi hasil/margin/fee, serta membayar kembali dana obligasi pada
saat jatuh tempo". Sebagai tindak lanjut atas fatwa di atas, pada Oktober 2002 PT.
Indosat Tbk telah mengeluarkan obigasi syariah yang pertama kali di pasar modal
Indonesia dengan tingkat imbal hasil 16,75 %, suatu tingkat imbal hasil (return)
Jakarta, 19 April 2005
yang cukup tinggi jika dibanding rata return obligasi dengan prinsip
riba/konvensional.
Perkembangan Reksadana Syariah
Secara umum pertumbuhan dan perkembangan Reksadana syariah
mengalami kenaikan cukup pesat. Hal ini terlihat dari data statistik bahwa sampai
dengan tahun 2003 hanya ada 3 (tiga) reksa dana syariah dimana 1 (satu)
diantaranya efektif pada tahun yang sama, sedangkan pada tahun 2004 terdapat
sebanyak 7 (tujuh) reksa dana syariah baru dinyatakan efektif, sehingga sampai
dengan akhir tahun 2004 secara kumulatif terdapat 10 (sepuluh) reksa dana syariah
telah ditawarkan kepada masyarakat atau meningkat sebesar 233,33 % jika
dibandingkan dengan tahun 2003 yang hanya terdapat 3 (tiga) reksa dana syariah
dengan total Nilai Aktiva Bersih (NAB) sebesar Rp 168.110,17 Milyar. Harus diakui
bahwa sampai dengan akhir tahun 2004, total (NAB) reksa dana syariah baru
mencapai Rp. 525.970,10 Milyar (0,51%) dari total NAB industri reksa dana di pasar
modal Indonesia yaitu sebesar Rp. 104.037.824,63 Trilyun. Namun jika dibandingkan
dengan NAB reksadana syariah sampai dengan tahun 2003, maka terlihat
meningkat sebesar 312,872% yaitu dari Rp 168.110,17 Milyar (Rp.73.984,22 + Rp.
94.125,95) pada akhir tahun 2003 menjadi Rp. 525.970,10 Milyar pada akhir tahun
2004.
Penerbit Reksadana Syariah s/d Desember 2004
No. Instrumen inv. syariah Tgl. Efektif NAB
(Milyar Rp)
1 PNM Syariah 2000 15-Mei-00 59.239,28
2 Danareksa Syariah Berimbang 2000 12-Nov-00 14.744,94
3 Batasa Syariah 2003 21-Juli 03 94.125,95
4 BNI Dana Plus Syariah 2004 21-April-04 30.517,01
5 BNI Dana Syariah 2004 21-April-04 140.556,97
6 Dompet Dhuafa Batasa Syariah 2004 20-Juli-04 10.446,99
7 AAA Syariah Fund 2004 12-Agst-04 7.395,84
Jakarta, 19 April 2005
8 PNM Amanah Syariah 2004 26-Agst-04 129.900,67
9 BSM Investa Berimbang 2004 14-Okt-04 23.080,54
10 Big Dana Syariah 2004 29-Okt-04 15.961,91
Total Nilai NAB 525.970,10
Milyar
Syariah di pasar modal jangan hanya sekedar label
Sejak konsep syariah diintroduksi ke dalam industri pasar modal beberapa
tahun yang lalu, setidaknya masyarakat selaku investor mempunyai alternatif untuk
berinvestasi ke industri dan instrumen yang diyakini memiliki nilai kehalalan,
mengingat bahwa sebelum instrument/ produk dimaksud diluncurkan harus terlebih
dahulu mendapat sertifikat dari DSN-MUI. Bagi umat islam yang teguh menerapkan
prinsip syariah dalam berbagai aspek kehidupannya, sudah barang tentu akan
memilih instrumen investasi yang berbasis syariah. Pertimbangan untuk
menerbitkan instrument syariah oleh emiten dirasakan cukup rasional, mengingat
bahwa instrument syariah tidak mengacu pada bunga yang flat atau fluktuatif yang
sangat tergantung pada kondisi moneter pada suatu Negara. Artinya bahwa bila
suatu perusahaan mengalami kondisi keuangan yang kurang baik, maka yield yang
diberikan kepada nasabah/ pemegang saham juga disesuaikan dengan kondisinya,
sehingga perusahaan tidak terlalu khawatir memikirkan untuk menanggung resiko
secara berlebihan.
Adapun yang menjadi pertanyaan sekarang ini adalah, apakah dengan telah
mendapatkan label halal dari DSN-MUI akan secara otomatis menjadikan
instrument tersebut dalam prakteknya sehari-hari terbebas dari unsur ribawi atau
unsur lain yang bertentangan dengan syariah islam ?, mengingat sejauhmana DSNMUI
punya otoritas untuk mengawasi day to day emiten-emiten yang sudah
mengeluarkan produk syariah dan barangkali Bapepam sekalipun merasa sulit untuk
melakukan pengawasan dimaksud. Selama ini investor/ nasabah pasar modal syariah
memang merasa sulit untuk mengawasi apakah prinsip syariah memang telah
diimplementasikan sepenuhnya dalam praktek sehari-hari oleh perusahaan yang
Jakarta, 19 April 2005
menerbitkan instrument syariah. Pengawasan terhadap perusahaan yang telah
menerbitkan efek syariah memang menjadi hal yang krusial untuk memastikan
bahwa istilah syariah tidak hanya sekedar label belaka, melainkan memang harus
menjiwai setiap kegiatan perusahaan tersebut.
Ditengah-tengan maraknya instrument investasi yang berlabel syariah, perlu
dicermati pula bahwa minimnya aturan-aturan hukum yang memayungi setiap
kegiatan dan atau transaksi syariah di pasar modal juga dirasakan sebagai
ketidakjelasan aspek perlindungan terhadap para investor atau nasabah pasar modal
syariah.
Hal lain yang dirasakan cukup membantu dalam memajukan investasi
syariah di pasar modal antara lain, perlunya diwajibkan bagi setiap emiten yang
menerbitkan instrument syariah untuk membentuk dan atau memiliki Syariah
Compliance Officer (SCO) yang sudah barang tentu kriterianya adalah seseorang
yang telah memiliki pemahaman kesyariahan di pasar modal dan yang telah
mendapatkan sertifikasi dari DSN-MUI.
Tekad Bapepam mendukung pasar modal syariah
Sebagai upaya dalam menjawab tantangan yang semakin besar dimasa yang
akan datang terutama dalam rangka mengembangkan pasar modal syariah di
Indonesia maka secara konkrit Bapepam telah mulai mewujudkan hal dimaksud
yaitu pada bulan Oktober 2004 yang lalu Bapepam secara resmi telah membentuk
unit khusus setingkat Eselon IV yang membawahi pengembangan kebijakan pasar
modal syariah di pasar modal Indonesia. Mudah-mudahan dengan telah
terbentuknya unit khusus tersebut, dalam waktu yang tidak terlalu lama akan lahir
landasan hukum pasar modal syariah dari Bapepam yang sudah barang tentu hal itu
ditunggu-tunggu oleh semua pelaku pasar modal di Indonesia, disamping itu bahwa
landasan hukum dimaksud tentunya juga akan dipakai sebagai acuan yang sekaligus
sebagai perlindungan hukum bagi pelaku pasar modal syariah di Indonesia.
Harapan penulis mudah-mudahan setelah melihat dan mencermati
perkembangan serta pertumbuhan pasar modal syariah di Indonesia, Bapepam akan
semakin meningkatkan peranannya selaku otoritas pasar modal dan bila kondisi
sudah memungkinkan tentunya status unit khusus yang menangani pasar modal
Jakarta, 19 April 2005
syariah di Bapepam selanjutnya perlu disesuaikan dengan membentuk suatu unit
atau bagian khusus setingkat Eselon III yang membawahi pengembangan kebijakan
pasar modal syariah di Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Download Lagu Gratis, MP3 Gratis