Oleh
Rizki S. Saputro, S.I.P.
Pendahuluan
Indonesia, negeri dengan penduduk Muslim terbesar dunia, memiliki potensi pasar terbesar dalam pengembangan industri keuangan dan perbankan Syariah. Riset yang dilakukan Bank Indonesia (BI) pada tahun 2006 menunjukkan kurang lebih 42% wilayah Indonesia potensial untuk bank syariah dengan 85% responden setuju dengan prinsip bagi hasil Islam. Sementara itu, volume usaha perbankan syariah dari tahun ke tahun semakin meningkat. Data BI tahun 2006 menunjukkan bahwa telah berdiri 561 Bank Syari'ah. Selain itu juga telah berdiri 25 Asuransi Syari'ah, Pasar Modal syari'ah, Pegadaian Syari'ah dan lebih 3200 BMT (Koperasi Syariah).
Meski telah tumbuh, rasio pertumbuhannya dirasa masih sangat kecil jika dibandingkan dengan total pasar perbankan yang ada di Indonesia. Berdasarkan data statistik yang telah diterbitkan BI pada Februari 2007, bank syariah telah memiliki aset sebesar Rp 28,45 triliun atau dengan market share 1,63 %. Bank Indonesia sebagai regulator perbankan nasional pun mengambil langkah-langkah akselerasi perbankan syariah dengan mematok target 5% market share dikuasai oleh perbankan syariah pada akhir tahun 2008. Adapun Bank Muamalat Indonesia (BMI) sebagai pemain utama perbankan syariah, turut menjadi penentu bagi tercapainya target jangka pendek tersebut. Namun, mengingat akhir tahun 2008 tinggal dua bulan lagi, maka target tersebut rasanya sangat sulit untuk dicapai. Terlebih, kondisi perekonomian global sedang menampakkan kelesuan yang teramat sangat, bahkan negara-negara pasar utama Indonesia menunjukkan perlambatan perekonomian.
Tetapi semangat untuk mengembangkan perbankan syariah tidaklah ikut menjadi lesu. Untuk tahun 2009 saja BI telah menyetujui pendirian lima bank syariah baru. Maka, semakin banyaklah pemain lembaga keuangan syariah, yang merupakan tantangan sekaligus peluang bagi BMI untuk terus berlomba-lomba dalam kebaikan. Adapun orang-orang yang diharapkan dapat menjadi officer di BMI, tentunya harus mampu benar-benar mendukung perusahaan dalam kondisi yang semakin kompetitif tersebut. Oleh karenanya, para calon officer BMI setidaknya harus memiliki visi dan outlook bagi perkembangan perusahaan pada tahun 2015, sebagai bagian dari pengembangan perbankan syariah dan syiar ekonomi Islam.
Menerawang Bank Muamalat Indonesia 2015
Secara kasar, kondisi BMI tahun 2015 dapat diterawang berdasarkan kinerjanya selama beberapa tahun terakhir. Dilihat dari rata-rata pertumbuhan BMI, aset tumbuh 41,49%, volume pembiayaan 47,97%, dana pihak ketiga (DPK) 42,79%, ekuitas 35,23%, dan laba bersih tumbuh 110,92%. Jika diasumsikan pertumbuhan ini terjadi secara linear, maka berdasarkan trendline-power-nya pada tahun 2015, kondisi minimal BMI diharapkan seperti pada Grafik 1 hingga Grafik 5.
Penjabaran mengenai angka-angka prediksi pada tahun 2015 telah dirangkum dan dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.
Tabel 1
Rata-rata Pertumbuhan BMI dan Angka Prediksi Minimum 2015
(dalam milyar rupiah)
No Indicators 2007 Growth rate (last 8 year) 2015 Outlook
1 Assets 10,569.08 41.49% 19,500.00
2 Financing Facilities 8,618.05 47.97% 17,000.00
3 Third Party Funds 8,691.33 42.79% 16,000.00
4 Equity 846.16 35.23% 1,350.00
5 Net Profit 145.33 110.92% 380.00
Angka-angka tersebut adalah prediksi yang diharapkan dapat menjadi patokan target untuk mulai melangkah. Namun, patokan sesungguhnya dari langkah BMI dari tahun ke tahun harus selaras dengan visi BMI untuk menjadi bank syariah utama di Indonesia yang dominan di pasar spiritual dan dikagumi di pasar rasional. Hal ini dapat pula diterjemahkan sebagai kepemilikan share BMI atas aset perbankan syariah sebesar minimal 35%. Besaran tersebut adalah kisaran besaran minimum untuk dapat menjadi pemimpin pasar perbankan syariah yang aktornya diprediksi semakin banyak dan bisnisnya makin menjamur.
Jika angka-angka tersebut adalah pengharapan yang akan disasar dan telah diletakkan pada tempatnya, maka kemudian yang tak kalah penting adalah bagaimana caranya agar sasaran tersebut dapat diraih, minimal, secara tepat. Berbagai strategi, kreatifitas, dan inovasi tidak akan ada artinya dalam meraih sasaran tersebut bilamana tidak dilakukan analisis kondisi eksternal (tantangan-peluang) dan kondisi internal (kelemahan-kekuatan) BMI terlebih dahulu (TOWS analysis). Dari peluang dan kekuatan yang ada, diharapkan tantangan dan kelemahan yang telah dianalisis dapat dicegah dan diatasi melalui seperangkat strategi bisnis dan paket program.
Tantangan Bank Muamalat Indonesia
1. Pemahaman masyarakat terhadap perbankan syariah. Menurut BI, kendala utama yang dapat diidentifikasi dalam pengembangan industri perbankan syariah adalah sosialisasi tentang konsep, mekanisme, urgensi, atau bahkan keberadaan industri tersebut. Artinya, masyarakat Indonesia masih belum memahami betul mengenai perbankan syariah, apalagi mengenai aplikasi dan produk-produk bank syariah. Bahkan, berdasarkan riset BI, kebanyakan hanya mengetahui bahwa bank syariah adalah bank tanpa bunga yang tidak menawarkan nilai tambah kecuali dari aspek spiritual. Kekurangtahuan masyarakat Indonesia ini adalah tantangan yang harus dipecahkan bukan hanya oleh bank syariah, tetapi oleh seluruh pemangku kepentingan umat Islam, mulai dari tokoh masyarakat hingga pemerintah. Selain bermitra dengan seluruh stakeholder umat Islam, bank syariah dengan pelaku utama BMI harus menjadi prekursor sekaligus katalis bagi perkembangan perbankan syariah secara khusus, dan ekonomi syariah secara umum.
2. Minat pelaku ekonomi Indonesia. Jika ditilik dari aspek aktivitas dan dinamika perekonomian masyarakat Indonesia, yang menjadi salah satu faktor penyebab masih relatif rendahnya minat warga Muslim Indonesia untuk memanfaatkan perbankan syariah adalah karena kurangnya produk yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Kebutuhan ekonomi masyarakat masih banyak yang lebih ditunjang oleh produk-produk bank konvensional. Kalaupun bank syariah memiliki produk yang sama-sama menunjangnya, kadang produk tersebut kurang kompetitif dan kurang menarik minat masyarakat Indonesia, terutama yang rasional atau yang dipaksa untuk rasional. Kata kunci dalam menghadapi tantangan ini adalah kreativitas dan inovasi desain produk tanpa menjauhkan diri dari prinsip-prinsip syariah.
3. Tindak lanjut inovasi produk syariah. Kalaupun dikatakan bahwa BMI telah memecahkan tantangan kedua ini melalui produk Shar-e, bukan berarti penetrasi pasar Shar-e tidak membawa tantangan yang lain. Shar-e sebagai produk unggulan BMI hanya memecahkan masalah investasi masyarakat melalui bank (DPK). Sementara masalah bagaimana mengelola dana itu dalam aktivitas ekonomi riil yang juga syar’i (financing) masihlah kurang. Bank syariah di Indonesia hanya mendapatkan 2,4% pasar financing nasional, per tahun 2007. Meskipun Shar-e juga telah memecahkan masalah remoteness, namun pengguna Shar-e di wilayah terpencil belum memahami instrumen syariah lain yang dapat membantu perkembangan wilayah terpencil. Dengan kata lain, wilayah terpencil saat ini hanya disedot dananya dan diberi bagi hasil yang kurang dari 10% untuk kemudian dikonsumsi ulang, sementara tingkat inflasi hampir menyentuh rate bagi hasil.
Kelemahan
Sasaran pertumbuhan tidak akan dapat dicapai tanpa pertambahan kuantitas/volume bisnis. Penggemukan volume bisnis secara logis hanya dapat dicapai dengan sumber daya faktor produksi yang mumpuni, baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Faktor produksi tersebut antara lain adalah infrastruktur, modal, dan manusia (insani). Tiga faktor produksi yang dimiliki oleh BMI bisa jadi mumpuni untuk saat ini, tetapi ia harus diperbaiki kualitasnya dan ditambah kuantitasnya demi pencapaian sasaran 2015. Jika tidak dilakukan, maka BMI secara tidak langsung menyimpan potensi kelemahan, atas nama pertumbuhan.
(i) Dari segi sumber daya insani, untuk melayani nasabah yang semakin besar, dibutuhkan sumber daya insani yang berkualitas dalam jumlah besar. Selayaknya berperang, untuk mengalahkan musuh yang banyak dibutuhkan pasukan dan amunisi yang berkaliber besar serta berjumlah banyak. Selanjutnya, kegiatan operasional BMI yang dekat kepada sektor riil memberikan konsekuensi berupa kebutuhan BMI untuk lebih memiliki sumber daya yang kuat dalam aspek-aspek yang berkaitan dengan sektor riil seperti kemampuan penilaian proyek dari berbagai aspek, misalnya industri manufaktur, infrastruktur, perdagangan, agribisnis dan sebagainya. Hal ini sangat penting agar resiko kredit dapat diminimalisir sekecil mungkin, sehingga dapat mengecilkan tingkat NPF (Non Performing Financing/pembiayaan macet). Selain itu, harus tetap diperhatikan keterampilan kru BMI yang profesional seperti keterampilan marketing (dakwah dan syiar), legal aspect, risk management dan service exellence.
(ii) Dari segi permodalan, demi kelancaran cash flow perusahaan BMI harus menambah permodalannya pada masa depan agar dapat tetap dapat beroperasi sesuai dengan koridor kehati-hatian dalam aspek permodalan. Pada tiga tahun terakhir, tingkat kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio) BMI cenderung menurun sejalan dengan pertumbuhan DPK. Hal tersebut menunjukkan bahwa BMI berada hampir pada kapasitas maksimum ekspansinya. Dengan demikian, jika tidak dilakukan tindakan penguatan modal, pada gilirannya nanti permasalahan permodalan ini akan menghambat laju pertumbuhan BMI.
(iii) Dari segi infrastruktur bank terutama jaringan pelayanan bank. Kebijakan BMI mengeluarkan produk Shar-e yang dapat dilayani oleh jaringan Pos Indonesia, ATM Bersama, dan ATM BCA adalah hasil aliansi strategis yang luar biasa. Namun, sayangnya aliansi tersebut tidak diimbangi dengan program edukasi dan sosialisasi, sehingga tidak jarang terjadi kesenjangan yang lebar antara supply bank syariah dan demand dari masyarakat. Maksudnya, diakui bahwa Shar-e telah berhasil mengakumulasikan DPK, bahkan hingga triliunan rupiah. Namun yang menjadi lebih penting, kemana saja-kah triliunan uang itu. Sebab investasi dari DPK itulah yang harus jadi perhatian, karena profit yang akan dibagihasilkan didapat dari sana. Apabila DPK banyak, tetapi banyak pula yang stand-by sehingga HI-1000 menjadi rendah, maka nasabah yang rasional (kurang emosional) akan segera berpindah kembali kepada bank konvensional, sementara nasabah emosional yang tidak loyal akan melirik bank syariah yang lain. Ini adalah kerugian berantai. Artinya, Shar-e harus didampingi dengan para Mujahid Muamalat yang menarget industri/usaha kecil di daerah-daerah potensial meskipun terpelosok. Jika edukasi intensif ini terjadi, niscaya terjadi ledakan hebat dalam pertumbuhan aset BMI dan tercapainya angka harapan/prediksi 2015.
Peluang
Sebagian dari strategi BMI dalam mencari nasabah adalah melalui pendekatan komunitas, terutama yang terikat secara emosional spiritual. Namun di luar segmen tersebut masih banyak orang yang sesungguhnya ingin tahu lebih banyak mengenai perbankan syariah ataupun ingin sekedar mencoba. Mereka ini biasanya adalah orang yang tidak memiliki ikatan komunitas keagamaan, tetapi mereka adalah pribadi yang relijius. Keberadaan mereka tidak lepas dari kondisi dunia yang menyangkutpautkan War on Terrorism dengan War on Islam yang menyebabkan kebangkitan semangat untuk ber-Islam. Mereka, tua dan muda, ada di kota dan di desa, dan mereka tidak hanya ingin tahu mengenai jasa penghimpunan dana, tetapi juga mengenai jasa pembiayaan syariah. Keingintahuan dan minat untuk mencoba adalah salah satu peluang sekaligus entry-point untuk melakukan sosialisasi dan edukasi perbankan syariah.
Entry-point tersebut diperkuat oleh adanya keinginan pemerintah melalui BI untuk menggemukkan perbankan syariah melalui program Akselerasi Perbankan Syariah dan Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah. BMI dapat bergandengan tangan dengan BI dan pemerintah daerah untuk melakukan sosialisasi dan edukasi ke daerah-daerah. Terlebih saat ini kondisi ekonomi yang digerakkan perbankan konvensional sedang lesu oleh karena krisis global. Kondisi ini merupakan peluang yang ditunggu-tunggu untuk mengadakan berbagai kegiatan sosialisasi dan edukasi, sekaligus menjaring pasar. Kegiatan tersebut difokuskan kepada penjabaran ketidakberkahan sistem ribawi yang telah mengakibatkan krisis ekonomi global, dan penekanan pada momentum hijrah kepada sistem yang diridhoi Alloh swt. Selain itu, krisis yang terjadi saat ini mengharuskan diperkuatnya perekonomian riil, yang mana BMI dapat ambil bagian dalam hal pembiayaan.
BMI, dengan berbagai penghargaan yang telah diraih, juga memiliki peluang untuk bekerja sama atau bahkan beraliansi dengan mitra lembaga keuangan syariah dan riset keuangan syariah di luar negeri. Kerja sama tersebut dapat dilakukan dalam hal pengembangan produk atau bahkan pengembangan pasar di luar negeri. Disadari bahwa selain melakukan refleksi diri, BMI harus berkaca pula kepada negeri-negeri Islam yang lain, karena sebagian besar dari mereka memiliki pengalaman yang lebih banyak dalam bisnis syariah. Selain itu, banyak investor besar di negeri-negeri Islam yang tertarik dengan potensi pasar perbankan syariah di Indonesia. Investor tersebut dapat membantu likuiditas dan kekuatan modal BMI untuk melakukan ekspansi.
Kekuatan
Kekuatan dari BMI yang dapat diberdayakan untuk menunjuang tercapainya sasaran 2015, yang utama adalah kekuatan visi. Visi, cita-cita, atau cara pandang diri BMI untuk menjadi pemain utama perbankan syariah adalah kekuatan terbesar untuk mencapai segala sesuatu. Dengan visi, semua pekerjaan menjadi menyenangkan. Dengan, visi pekerjaan sesederhana apapun akan memberikan nilai tambah karena adanya patokan. Dan dengan visi pula, kreatifitas akan tercipta dalam mengatasi berbagai masalah yang merintang. Selain itu, budaya organisasi BMI yang dirangkum dalam akronim ZIKR, PIKR, dan MIKR sesungguhnya adalah kekuatan yang sangat dahsyat, bahkan diakui sebagai budaya kerja perusahaan yang paling berpengaruh di Indonesia. Konsep budaya kerja organisasi BMI jika diaplikasikan oleh seluruh kru BMI dengan baik akan memberikan hasil yang maksimal dari segala yang diupayakan.
Citra (image) BMI sebagai bank syariah yang pertama di Indonesia, terbesar market share-nya, termurni sumber dan mekanismenya, serta terbaik perlakuannya adalah kekuatan kedua yang dapat diberdayakan BMI. Citra baik BMI ini harus dieksploitasi dalam berbagai kesempatan, terutama ketika memasarkan kepada nasabah. Sebab, setiap yang pertama, biasanya lebih tahu apa yang dilakukan dan apa yang merintangi. Setiap yang terbesar, biasanya lebih memiliki kekuatan untuk menghindarkan diri dari potensi kerusakan internal dan eksternal. Setiap sumber dan mekanisme yang murni, selalu memberikan hasil yang insya Alloh murni pula. Pada akhirnya, tertanamlah citra dan harapan bahwa setiap Muslim yang berusaha dan berbisnis selalu berusaha memberikan perlakuan yang terbaik kepada mitranya, karena begitulah Islam mengajarkan.
Mekanisme bisnis berbasis syariah juga merupakan kekuatan yang tak kalah penting. Bisnis berbasis syariah selain memiliki kekuatan pengikat emosional dan spiritual juga memiliki kekuatan rasional dan keadilan. Salah satunya adalah prinsip bagi hasil yang sangat universal dalam sejarah perekonomian manusia. Prinsip tersebut memberikan keadilan, dalam hal tanggungan resiko laba-rugi, dan pemerataan kekayaan, dalam hal pemberi dan peminjam modal berbagi hasil. Prinsip bank Islam yang menjadikan proyek yang sedang dikerjakan sebagai jaminan mendorong masyarakat untuk mau berusaha dan menjalankan usahanya dengan kaidah yang juga syar’i. Kemandirian bank Islam dalam arti operasionalnya yang tidak terdampak inflasi, dan justru mendorong investasi, pembukaan lapangan kerja baru, serta pemeratan pendapatan, merupakan keunggulan absolut.
Dari segi produk, BMI sudah mengeluarkan produk dengan aliansi strategis bersama PT. Pos Indonesia sebagai mitra selling product dan ATM Bersama serta Bank BCA sebagai mitra cash debit. Melalui aliansi tersebut nasabah BMI mendapat berbagai kemudahan seperti kemudahan akses rekening hingga ke tingkat kelurahan di hampir seluruh kabupaten di Indonesia dan kemudahan menarik uang dan berbelanja di ribuan ATM. Kemudahan produk penghimpunan dana ini harus dipertahankan, dan ditindaklanjuti untuk meraih loyalitas pasar. Sementara itu, kemungkinan kerjasama melalui aliansi strategis bersama berbagai lembaga keuangan syariah (Bank Syariah Internasional, BPR Syariah, LK Mikro Syariah) harus digali lebih dalam. Aliansi ini dapat membantu BMI untuk mengkreasi produk baru yang lebih kompetitif dan dibutuhkan masyarakat Indonesia (di dalam atau di luar negeri), yang pada akhirnya pasar BMI menjadi lebih luas dan variatif.
Strategi Bisnis dan Paket Program
Sebagaimana sebuah bisnis, terdapat sesuatu yang diperjualbelikan di dalam sebuah pasar. Dalam hal ini BMI memperjualbelikan jasa keuangan syariah di sektor perbankan. BMI menjual jasanya dalam sebuah bentuk paket produk. Jika bisnis ini diibaratkan peperangan, maka produk inilah yang menjadi amunisi dan para prajurit yang menembakkan amunisi ini adalah sumber daya insani BMI. Agar peperangan yang di dalamnya banyak pertempuran ini dapat dimenangkan, maka dibutuhkan sebuah strategi. Strategi umum sebagai alat manajemen yang dapat dipergunakan untuk memenangkan perang ini adalah memaksimalkan kekuatan dan memanfaatkan peluang untuk mengatasi kelemahan dan menghadapi tantangan.
Untuk memudahkan pembentukan paket program menyongsong 2015 yang lebih detail, diperlukan bantuan penyederhanaan analisis tantangan, kelemahan, peluang, dan kekuatan yang telah dijabarkan di atas dalam bentuk matriks. Matriks tersebut dapat dilihat pada Grafik 6 di bawah ini. Berdasarkan matriks tersebut, melalui pendekatan problem solving, dapat dibuat ragam alternatif solusi yang nantinya diimplementasikan dalam bentuk program kerja.
Tantangan
• Pemahaman masyarakat atas bank syariah
• Minat masyarakat atas produk bank syariah
• Follow up inovasi produk bank syariah Peluang
• Keingintahuan masyarakat
• Ghiroh Islam selama War on Terrorism
• Ghiroh BI mengembangkan bank syariah
• Krisis global karena sistem ribawi dan ghoror
• Kerja sama lembaga keuangan luar negeri
• Minat investor asing Muslim
• Sumber daya insani (SDM)
• Rasio kecukupan modal (CAR)
• Minimnya pendampingan PT. Pos
Kelemahan
• Visi dan budaya organisasi BMI
• Citra BMI (pertama, terbesar, termurni, terbaik)
• Mekanisme bisnis dan produk bank syariah
• Aliansi strategis penunjang layanan produk
Kekuatan
Grafik 6 – Matriks TOWS
Untuk menghadapi masalah pemahaman masyarakat, maka solusi paling mumpuni adalah melalui sosialisasi dan edukasi perbankan syariah. Hal ini dapat dilakukan secara mandiri ataupun dengan fasilitator BI bekerja sama dengan berbagai lembaga keuangan syariah lain, kalangan ulama, dan pemangku kepentingan umat Islam. Tetapi dalam kerangka kerja sama, BMI harus bisa memposisikan dirinya sebagai inisiator agar ketika sosialisasi dan edukasi dilakukan, bersama itu pula pasar juga ikut terjaring. Tidak lupa, sosialisasi dan edukasi ini membutuhkan dukungan sumber daya insani BMI yang banyak dan berkualitas untuk menjangkau seluruh pelosok negeri.
Minat masyarakat terhadap produk bank syariah dapat diperkuat dengan melakukan inovasi produk yang sudah ada (ekstensifikasi produk) atau mengembangkan produk yang lebih baru (diversifikasi produk), serta penguatan strategi marketing yang sudah ada (intensifikasi produk). Hal ini dapat dilakukan dengan menguatkan divisi pengembangan produk dan melakukan kerja sama dengan berbagai lembaga keuangan Islam, terutama yang lebih berpengalaman (e.g. IRTI). Bersama dengan itu, lagi-lagi sumber daya insani BMI menjadi sorotan penting untuk menunjang keberhasilan marketing dan inovasi.
Sementara itu, untuk menindaklanjuti dan mempertahankan pasar yang sudah ada, diperlukan sosialisasi terhadap mitra aliansi strategis dan pendampingan jemput bola. Pendampingan dilakukan baik dengan penempatan sumber daya insani BMI di aset mitra aliansi, dalam hal ini PT. Pos, atau bahkan pendirian Gerai Muamalat yang mencakup remote area tertentu. Hal ini semakin dirasa penting karena tidak semua masalah nasabah dan calon nasabah dapat diselesaikan melalui telepon (SalaMuamalat) saja. Sebagian besar pertanyaan dan masalah antara klien dan BMI dapat diselesaikan dengan bertemu. Terlebih, di daerah pelosok tidak jarang ditemukan ajang kumpul warga yang bersifat rutin maupun insidental. Tentu mujahid BMI yang berjuang di wilayah pelosok ini harus dibekali produk yang inovatif dan sesuai dengan kebutuhan tipikal masyarakat tersebut.
Terhadap jumlah dan kualitas sumber daya insani BMI , dapat diperkuat dengan melakukan rekrutmen dan pelatihan berkala. Rekrutmen dan pelatihan yang telah dijalankan oleh BMI sudah cukup bagus, namun jumlah dan frekuensinya kiranya perlu untuk ditingkatkan demi memenuhi kebutuhan sosialisasi, edukasi, dan marketing produk BMI. Adapun rasio kecukupan modal dapat ditingkatkan BMI dengan melakukan sosialisasi ke luar negeri di mana terdapat banyak investor asing Muslim dan lembaga keuangan syariah asing yang butuh untuk menanamkan modalnya ke dalam bisnis keuangan syariah yang berprospek dan belum jenuh di Indonesia.
Sementara maksimalisasi kekuatan BMI, terkait visi dan budaya kerja dapat dilakukan bersamaan dengan rekrutmen dan pelatihan. Adapun kekuatan citra BMI dan mekanisme bisnis dan produk bank syariah dapat diperkuat melalui sosialisasi dan edukasi yang kontinyu, baik melalui media cetak dan elektronik, maupun program sosial (CSR, ZIS, Hibah dan Wakaf). Strategi pemasaran Shar-e yang menjanjikan Umrah 365 memang sangat luar biasa, tetapi sangat membatasi peluang mendapatkan hadiah. Apabila jumlah peserta umrah diperbanyak, bisa jadi malah merugikan operasional dan rasio nisbah. Sehingga perlu dipikirkan bentuk hadiah yang lebih banyak dan menarik bagi para nasabah, baik diundi ataupun hadiah langsung. Entah itu berupa al-Qur’an, payung, jilbab, baju koko, peci, santunan bagi yatim piatu, program mudik bersama gratis, dan lain-lain.
Terhadap aliansi strategis yang sudah dibangun BMI bersama PT. Pos, ATM Bersama, dan BCA, ke depan perlu ditilik kembali terkait apakah aliansi ini masih dibutuhkan atau lebih baik melakukan pembelian atas sebagian aset mitra aliansi. Sementara aliansi BMI bersama Takaful serta beberapa lembaga asuransi syariah, ke depan perlu ditinjau kembali apakah BMI perlu keluar dari aliansi kemudian melakukan akuisisi, atau pembentukan anak perusahaan yang dimerjer dengan mantan mitra aliansi. Adapun aliansi bersama beberapa bank syariah dan bank pembangunan syariah melalui Shadr perlu diperluas dan diperkuat selama masa penguatan pendampingan dan pembangunan gerai-gerai baru Muamalat.
Simpulan
Pada tahun 2015, dapat diprediksi bahwa BMI akan tetap tumbuh menjadi yang terbaik dan terbesar di pasar perbankan syariah. Meski demikian bukan berarti tidak ada aral melintang. Berdasarkan analisis tantangan, kelemahan, peluang, dan kekuatan dibuatlah strategi umum maksimalisasi kekuatan dan pemanfaatan peluang untuk mengatasi kelemahan dan menghadapi tantangan. Analisis dan atrategi tersebut menuntut dilaksanakannya beberapa paket program. Antara lain: sosialisasi dalam dan luar negeri, edukasi, rekrutmen, pelatihan, penguatan dan perbaikan strategi marketing, intensifikasi-ekstensifikasi-diversifikasi produk, retool program hadiah dan program sosial, kerja sama riset produk dengan pihak asing, permodalan asing, pendampingan PT. Pos dan perluasan jumlah Gerai Muamalat yang efektif, serta penguatan dan rekonfigurasi aliansi yang sudah ada.
Daftar Bacaan
BMI. 2008. Goes to War: Laporan Tahunan 2007 (e-book). Jakarta: Bank Muamalat Indonesia.
Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia. 2007. Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah Indonesia (e-book). Jakarta: Bank Indonesia.
_____. 2007. Kebijakan Akselerasi Pengembangan Perbankan Syariah 2007-2008 (e-book). Jakarta: BI.
_____. 2007. Kodifikasi Produk Perbankan Syariah (e-book). Jakarta: BI.
_____. 2007. Panduan Investasi Perbankan Syariah Indonesia (e-book). Jakarta: Bank Indonesia.
James D. Bamford, Benjamin G.S., dan Michael S. Robinson. 2003. Mastering Alliance Strategy (e-book). San Francisco: Jossey-Bass.
M. Rosadi. tt. Bank Syariah: Hakikat dan Urgensinya (Online). Diambil dari http://www.muamalatbank.com/
M. Thoha. 2003. Menata Masa Depan Perekonomian Indonesia Pasca Krisis: Perspektif Ekonomi dan Politik Islam (Online). Diambil dari http://www.ekonomi.lipi.go.id/info/
Moh. Fathul Ahsani. 2008. Hukum Gerak Newton dalam Akselerasi Pengembangan Perbankan Syariah (Online). Diambil dari http://ekisonline.com/
Patrick Vermeulen dan Jorg Raab. 2007. Innovations and Institutions: An institutional perspective on the innovative efforts of banks and insurance companies (e-book). London: Routledge.
Republika. 2008. Muamalat Targetkan DPK Shar-E Rp. 4 Triliun (Online). Diambil dari http://ekisonline.com/
Stephen M. Shapiro. 2002. 24/7 Innovation: A blue print for surviving and thriving in an age of change (e-book). New York: McGraww-Hill.
Yoki Kuncoro. 2007. Aliansi Strategis: Solusi Meningkatkan Pasar Perbankan Syariah (Online). Diambil dari http://yokikuncoro.wordpress.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar