Departemen Agama Republik Indonesia
Wakaf merupakan potensi dan aset umat Islam cukup besar yang
dapat didayagunakan bagi upaya menyelamatkan nasib puluhan juta
rakyat Indonesia yang masih hidup di bawah garis kemiskinan dan
belum dilindungi oleh sistem jaminan sosial yang terprogram
dengan baik.
Pengelolaan wakaf yang dikelola dengan sistem dan manajemen yang
amanah dan profesional, dengan bimbingan dan pengawasan dari
pemerintah, yang dalam operasionalisasinya terintegrasi sampai
ke tingkat daerah akan memacu gerak ekonomi masyarakat dan
sekaligus menyehatkan tatanan sosial dengan makin berkurangnya
kesenjangan antara kelompok masyarakat yang mampu dan kelompok
masyarakat yang tidak mampu.
Potensi dana yang terkumpul dari wakaf merupakan sumber nonbudgeter
di luar APBN secara bertahap dapat mengurangi
ketergantungan pembiayaan domestik pada hutang luar negeri
dengan hitungan bunga yang terus bertambah. Dana yang terkumpul
dari wakaf tersebut merupakan modal akumulatif yang sangat besar
artinya bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak yang tidak dapat
dipenuhi oleh anggaran negara dad tahun ke tahun.
Meski Indonesia dikenal di forum dunia sebagai negara
berpenduduk muslim terbesar, tetapi pengalaman Indonesia dalam
pengelolaan wakaf secara produktif yang merupakan bagian amat
penting dalam sistem ekonomi Islam masih terbilang baru.
Kendala yang bersifat politis dan menjadi penghalang bagi
pengelolaan filantropi Islam, baik zakat maupun wakaf telah
terkuak, antara lain dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 38
Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat dan lahirnya Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf. Sesuai
dengan kehendak politik yang tertuang dalam undang-undang bahwa
Pemerintah secara operasional tidak mengelola wakaf, tetapi
pemerintah berfungsi sebagai regulator, motivator dan
fasilitator bagi pengelolaan wakaf yang dilakukan oleh badan
yang dibentuk pemerintah atau lembaga yang didirikan oleh
masyarakat dan diberi kewibawaan formal melalui pengukuhan
pemerintah.
Sampai saat ini pemerintah belum dapat mengalokasi anggaran
sesuai jumlah yang dibutuhkan untuk memfasilitasi program
pemberdayaan wakaf. Maka salah satu terobosan yang dapat
dilakukan oleh Departemen Agama terutama untuk membiayai
program-program yang mesti dilaksanakan sebagai fasilitator
dalam pemberdayaan wakaf adalah mengupayakan pendanaan kegiatan
dari pihak lain (investor) dan diupayakan penyediaan anggaran
yang memadai dari APBN.
Kebijakan pemerintah tentang pemberdayaan wakaf
Kita semua merasakan bahwa kondisi mayoritas umat Islam di
Indonesia dan dunia Islam pada umumnya sampai saat ini berada
dalam keterpurukan sosial-ekonomi yang diikuti dengan lemahnya
kualitas pendidikan dan sumber daya manusia (SDM). Yang lebih
menyedihkan lagi, secara politik umat Islam berada dalam
atmosfer yang begitu menyedihkan karena munculnya isu-isu
terorisme yang sangat mempengaruhi citra Islam secara umum, baik
langsung maupun tidak langsung.
Sebagai upaya untuk bangkit dari segala ketertinggalannya, umat
Islam perlu memperkuat ketahanan secara ekonomi yang menjadi
kunci utama dari semua permasalahan yang dihadapinya. Bentuk
nyata dan upaya membangkitkan ekonomi umat Islam adalah dengan
memberdayakan potensi ekonomi wakaf. Apalagi wakaf dalam
sejarahnya telah membuktikan peranannya dalam kehidupan dan
peradaban umat Islam.
Wakaf meskipun telah lama dilaksanakan oleh umat Islam di
Indonesia, tetapi pemahaman dan implementasi wakaf yang ada di
masyarakat lebih banyak pada wakaf tanah, rumah ibadah atau
bangunan gedung madrasah/pesantren dan juga untuk pemakaman/
kuburan.
Benda wakaf yang jumlahnya cukup banyak belum diberdayakan
secara produktif untuk meningkatkan ekonomi umat, sehingga wakaf
belum berperan banyak dalam menanggulangi permasalahan umat,
khususnya masalah kemiskinan, pendidikan, kesehatan,
pengangguran, pemberdayaan ekonomi lemah, dan lain-lain. Padahal
kalau dilihat dari segi sosial-ekonomi, sebagian benda-benda
wakaf tersebut memiliki potensi ekonomi sangat tinggi dan dapat
dikembangkan secara optimal.
Perlu kita ketahui data yang ada pada Departemen Agama, kekayaan
tanah wakaf di Indonesia sebanyak 403.845 lokasi dengan luas
1.566.672.406 m2. Dari total jumlah tersebut 75 % diantaranya
sudah bersertifikat wakaf dan sekitar 10% memiliki potensi
ekonomi tinggi, dan masih banyak lagi yang belum terdata.
Namun sayang sekali, benda-benda wakaf yang jumlahnya cukup
banyak tersebut belum diberdayakan secara produktif, tapi lebih
banyak untuk keperluan konsumtif, seperti masjid, mushalla,
pesantren, madrasah, sekolah, makam, rumah yatim piatu, lembagalembaga
Islam dan lain-lain. Sehingga wakaf belum berperan
banyak dalam menanggulangi permasalahan umat, khususnya masalah
kemiskinan, pendidikan, kesehatan, pengangguran, pemberdayaan
ekonomi lemah, dan lain-lain. Oleh karena itu, agenda
pemberdayaan wakaf secara produktif kini tengah diupayakan agar
menjadi kesadaran dan gerakan kolektif umat Islam dalam rangka
menggerakkan sektor ekonomi umat yang berkeadilan. Apalagi di
tengah upaya duria (Islam) yang ingin bangkit dari
ketertinggalannya dari dunia Barat.
Selama ini kendala yang cukup mendasar bagi pemberdayaan wakaf
secara produkUf dilndonesia adalah:
Pertama, adanya pemahaman yang belum utuh terhadap maksud ajaran
keabadian wakaf itu sendiri. Keabadian wakaf selama ini dipahami
lebih sebagai aspek keutuhan (wujud) bendanya, dan
mengesampingkan aspek kemanfaatannya. Memang, prinsip umum dari
wakaf itu sendiri adalah keutuhan benda, tetapi jika kita
mengkaji secara utuh dad maksud dasar disyari'atkannya ajaran
ini akan menemukan pentingnya aspek keabadian manfaat yang
mengalahkan pemahaman dari aspek keutuhan bendanya.
Kedua, sebelum lahirnya Undang-undang No. 41 Tahun 2004 tentang
Wakaf, kita belum memiliki peraturan perundang-undangan yang
secara khusus mengatur tentang wakaf, sehingga dalam aspek
regulasinya menjadi kendala.
Ketiga, manajemen pengelolaan wakaf masih tergolong tradisional,
yaitu pengelolaannya lebih konsumtif.
Keempat, SDM (pengelola wakaf) banyak yang tidak profesional.
Kita tahu, banyak Nazhir wakaf banyak dari kalangan tokoh
masyarakat seperti kyai, ajengan, ustadz, tuan guru, dan lainlain
yang justru tidak memiliki kompetensi dalam pengelolaan
harta wakaf secara produktif, bahkan dalam kasus-kasus tertentu
harta wakaf justru membebani nazhirnya. Bahkan juga terjadi
nazhir wakaf yang tega menjual harta wakaf untuk kepentingan
pribadi atau keluarga.
Setelah adanya UU Wakaf, maka pengelolaan wakaf telah memiliki
landasan legal formal sehingga dapat dioptimalkan agar
memberikan manfaat lebih besar bagi kesejahteraan umat dan
bangsa kita. Ada beberapa langkah yang akan mendapat perhatian
lebih besar dari Pemerintah dalam rangka pengembangan wakaf pada
masa yang akan datang:
1. Pembentukan Badan Wakaf Indonesia
2. Pengembangan obyek wakaf yang tidak hanya terbatas pada benda
tak bergerak tapi juga benda bergerak seperti uang, saham,
investasi dan lain-lain.
3. Peningkatan kualitas nazhir wakaf.
4. Menjalin kemitraan usaha dengan pihak-pihak lain yang peduli
dengan wakaf, baik dalam maupun luar negeri.
5. Mengadakan proyek-proyek percontohan di setiap wilayah dengan
memprioritaskan lokasi-lokasi wakaf yang strategis
6. Memberdayakan Peraturan Daerah (PERDA) agar lebih
mengoptimalkan pemberdayaan wakaf.
7. Mendorong tumbuhnya semangat berwakaf uang dan harta benda
berharga lainnya dari masyarakat melalui berbagai pendekatan
yang sesuai dengan situasi dan kondisi serta sesuai dengan
syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dengan demikian kondisi dan situasi perwakafan di Indonesia kini
memasuki era baru yaitu era pengelolaan wakaf produktif.
Pemerintah memiliki peranan yang begitu besar untuk melakukan
penataan administrasi wakaf yang memberi kepastian hukum bagi
pewakaf (wakif), nazhir (pengelolaa wakaf) dan obyek wakaf serta
mendorong pemanfaatan aset-aset wakaf yang tidak produktif
menjadi produktif.
Wakaf diharapkan dapat berperan sebagai sektor penggerak
perbaikan ekonomi umat dan bangsa dalam rangka membangun
kehidupan bangsa Indonesia yang adil dan sejahtera. Dalam hal
ini masyarakat pada waktunya akan merasakan peran sosial wakaf
yang selama ini kurang terwacanakan di masyarakat.
Manajemen pengelolaan wakaf secara profesional merupakan salah
satu aspek penting yang mendapat perhatian pemerintah dalam
pengembangan era baru dan paradigma baru wakaf di Indonesia.
Kalau dalam paradigma lama, perhatian nazhir wakaf terhadap
benda wakaf selama ini lebih menekankan pentingnya pelestarian
benda wakaf, maka ke depan dalam pengembangan paradigma baru
wakaf lebih menitikberatkan pada pemanfaatan yang lebih nyata
tanpa mengabaikan pelestarian benda wakaf itu sendiri. Untuk
meningkatkan dan mengembangkan aspek kemanfaatan yang optimal
dan bernilai ekonomis, tentu yang sangat berperan adalah sistem
manajemen pengelolaan wakaf yang diterapkan.
Oleh karena itu pemerintah membuat regulasi dan kebijakan
tentang kelembagaan wakaf, manajemen wakaf, dan persyaratan
nazhir. Untuk mengelola benda wakaf (baik benda wakaf bergerak
maupun benda wakaf tidak bergerak) secara produktif, maka
pemerintah sesuai amar Undang-Undang Wakaf akan membentuk suatu
badan atau lembaga yang bertugas mengelola benda wakaf khususnya
benda-benda wakaf bergerak dan wakaf tunai yaitu Badan Wakaf
Indonesia.
Badan Wakaf Indonesia mempunyai tugas mengembangkan wakaf secara
produktif sehingga wakaf dapat berfungsi secara instrumen untuk
meningkatkan taraf kehidupan masyarakat.
Untuk itu, benda-benda wakaf yang dikelolanya dikembangkan
melalui lembaga-lembaga terkait, sedangkan wakaf tunai (wakaf
uang) diinvestasikan pada lembaga keuangan syariah. Di samping
itu, badan ini juga bertugas membina para nazhir wakaf serta
memberikan akreditasi terhadap lembaga-lembaga nazhir yang
tersebar di masyarakat. Badan wakaf Indonesia yang akan dibentuk
bersifat otonom, di mana pemerintah dalam hal ni sebagai
regulator, fasilitator, motivator dan melakukn fungsi
pengawasan.
Berkenaan dengan manajemen wakaf, yang merupakan tema pokok
pengelolaan wakaf produktif, pemerintah menetapkan standar
operasional pengelolaan wakaf. standar operasional yang dibuat
juga menentukan batasan atau garis kebijakan dalam mengelola
wakaf agar menghasilkan nilai yang lebih bermanfaat bagi
kepentingan masyarakat. Standar operasional itu meliputi seluruh
rangkaian program kerja (action plan) yang dapat menghasilkan
sebuah produk (barang atau jasa).
Dalam rangka pemberdayaan wakaf secara produktif seperti
disebutkan di atas, perlu menjalin kemitraan usaha dengan pihakpihak
lain yang mempunyai modal dan ketertarikan usaha sesuai
dengan posisi benda wakaf yang memiliki nilai komersial cukup
tinggi. Jalinan kerja sama ini untuk menggerakkan seluruh
potensi ekonomi wakaf yang ada. Namun sistem kerja sama dengan
pihak ketiga tetap harus mengikuti sistem syariah, baik dengan
cara musyarakah maupun mudlarabah (bagi hasil) sebagai wujud
dari pola penerapan ekonomi syariah yang diyakini dapat
menggantikan sistem kapitalistik.
Selanjutnya pengembangan sumber daya manusia (nazhir wakaf)
antara lain menyangkut bagaimana rekruitmen, standar kemampuan,
pelatihan, kompensasi, dan supervisi. Pengembangan SDM
perwakafan bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, kemampuan
dan keahlian para nazhir wakaf di semua tingkatan dalam rangka
membangun kemampuan manajerial yang tangguh, profesional dan
bertanggung jawab. Dalam kaitan demikian, pemerintah mendorong
berkembangnya nazhir wakaf berbadan hukum, menggantikan nazhir
perorangan.
Dalam penguatan pengelolaan wakaf produktif, maka peran
informasi dan sosialisasi merupakan hal yang sangat penting.
Peran informasi dan sosialisasi tentang wakaf adalah bertujuan
untuk memperkuat image di masyarakat bahwa benda-benda wakaf
yang dikelola oleh nazhir profesional lebih mmberikan manfaat
yang besar untuk kesejahteraan masyarakat.
Salah satu langkah strategis yang dilakukan oleh Pemerintah
melalui Departemen Agama adalah mengembangkan lembaga wakaf dan
memberdayakan potensi wakaf sehingga menghasilkan dampak yang
positif terhadap pembangunan kesejahteraan masyarakat dan
bangsa. Dalam kaitan ini, Pemerintah di samping berupaya agar
pengelolaan wakaf mempunyai legalitas yang kuat sesuai dengan
tuntutan kebutuhan, maka sekaligus membangkitkan kesadaran dan
kepedulian segenap komponen umat Islam terhadap pemberdayaan
wakaf serta meningkatkan kualitas SDM Nazhir Wakaf.
Substansi kebijakan tentang sistem perwakafan perlu terus
disosialisasikan kepada masyarakat dan lembaga-lembaga Islam
yang mengelola wakaf atau setidaknya memiliki kepentingan
terhadap wakaf. perhatian dan kepedulian umat Islam terhadap
wakaf tidak hanya diperlukan di tingkat lokal, nasional dan
bahkan perlu diupayakan dalam skala yang lebih luas, yaitu
melalui forum kerjasama antar negara yang bersifat multilateral.
Program Strategis Pemerintah Tentang Pemberdayaan Wakaf
Dalam rangka mempercepat pelaksanaan kebijakan tentang
pemberdayaan wakaf, maka program strategis yang akan
dilaksanakan adalah:
1. Meningkatkan pengetahuan umat Islam tentang wakaf dan
pendayagunaannya melalui penyuluhan, sosialisasi, dan lainlain.
2. Membangun infrastruktur dan kelengkapan sarana penunjang
operasional pemberdayaan wakaf di tingkat pusat dan daerah di
seluruh Indonesia.
3. Membangun jaringan sistem informasi dan komunikasi
pengelolaan wakaf yang bersifat on line.
4. Mendata dan mengamankan aset tanah wakaf di seluruh
Indonesia.
5. Menyiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang dibutuhkan bagi
pengembangan pemberdayaan wakaf yang profesional.
6. Membuat percontohan pemberdayaan wakaf produktif.
7. Mengadakan kerjasama dengan lembaga wakaf (nazhir), baik di
dalam negeri maupun luar negeri.
Sasaran program adalah:
1. Badan Wakaf Indonesia
2. Pejabat Pemerintah yang Menangani Pembinaan Wakaf
3. Wakif dan Nazhir Wakaf.
4. Tokoh masyarakat, ulama, dan lain-lain.
5. Semua unsur masyarakat yang peduli wakaf.
Jenis Program
1. Program Inventarisasi dan Sertifikasi
a. Target:
1) Mendata tanah wakaf untuk program sertifikasi tanah
wakaf, tanah wakaf yang bermasalah & inventarisasi
tanah wakaf strategis untuk pemberdayaan wakaf
produktif;
2) Mengamankan tanah wakaf dan memberikan advokasi
terhadap kasus-kasus perwakafan.
b. Bentuk Program:
1) Menyusun buku data tanah wakaf;
2) Menyusun buku profil perwakafan;
3) Melaksanakan program pembuatan sertifikat tanah wakaf;
4) Memberikan bantuan biaya operasional pendataan tanah
wakaf;
5) Mengidentifikas tanah wakaf produktif.
2. Program Penyuluhan Wakaf
a. Target:
1) Membangkitkan motivasi dan kesadaran kolektif umat
Islam untuk melaksanakan dan memberdayakan wakaf untuk
kesejahteraan umat;
2) Meluruskan persepsi umat mengenai konsep wakaf yang
tidak hanya sekadar memenuhi kewajiban ritual belaka
melainkan menjadi instrumen syariah untuk mengatasi
kepincangan sosial ekonomi masyarakat sehingga
terwujud kesejahteraan umat.
b. Bentuk Program:
1) Menyusun, mengadakan dan menggandakan bahan panduan
mengenai wakaf;
2) Menyelenggarakan seminar, lokakarya dan penyuluhan
mengenai wakaf;
3) Penerbitan majalah, brosur, liflet dan sebagainya;
4) Penayangan iklan, melaksanakan gerakan wakaf dan
penyuluhan dan wakaf melalui media cetak dan
elektronik;
5) Membangun sistem informasi wakaf.
3. Program Pemberdayaan Wakaf
a. Target:
1) Menyusun pedoman teknis pemberdayaan wakaf produktif;
2) Menyusun model-model program pemberdayaan wakaf
produktif.
b. Bentuk Program:
1) Mencetak buku pedoman teknis pemberdayaan wakaf
produktif;
2) Melaksanakan program percontohan wakaf produktif.
4. Program Bina Lembaga Wakaf
a. Target:
1) Menyiapkan infrastruktur, sarana penunjang operasional
dan sistem informasi pengelolaan wakaf;
2) Meningkatkan pengetahuan, pemahaman dan wawasan para
Nazhir Wakaf mengenai persoalan komtemporer seputar
wakaf;
3) Meningkatkan kemampuan para Nazhir Wakaf dalam
pemberdayaan wakaf produktif;
4) Memberdayakan Lembaga Pengelola Wakaf agar menjadi
lembaga yang profesional, terpercaya, transparan,
mandiri dan pro aktif.
b. Bentuk Program:
1) Membentuk Badan Wakaf Indonesia di seluruh Indonesia.
2) Menyediakan biaya operasional Badan Wakaf Indonesia.
3) Mengadakan pelatihan Nazhir Wakaf;
4) Menyusun dan menggandakan buku profil Nazhir Wakaf.
Wakaf Produktif dan Pemberdayaan Ekonomi Umat
Pengembangan wakaf produktif selama ini banyak dilakukan dengan
jalan mempersewakannya. Hal ini sejalan dengan kenyataan bahwa
kebanyakan harta wakaf dalam bentuk harta tetap, seperti wakaf
dalam bentuk tanah dan bangunan. Berdasarkan data yang ada di
Departemen Agama, tanah wakaf di seluruh Indonesia sebanyak
403.845 lokasi dengan luas 1.566.672.406 m2. Dan total jumlah
tersebut 75 % diantaranya sudah bersertifikat wakaf dan sekitar
10% memiliki potensi ekonomi tinggi, dan masih banyak lagi yang
belum terdata.
Pengelolaan tanah wakaf secara produktif belum banyak dilakukan
sehingga belum banyak dirasakan manfaatnya untuk pemberdayaan
ekonomi umat. Hal tersebut disebabkan sebagian besar tanah
wakaf kondisinya terletak jauh dari pusat kegiatan ekonomi dan
tentunya kemampuan nazhir dalam mengelola tanah wakaf sangat
minim.
Di samping kendala tanah wakaf yang tidak strategis secara
ekonomi dan minimnya kemampuan nazhir, di dalam masyarakat masih
banyak terjadi perbedaan pemahaman dan persepsi tentang boleh
tidaknya tanah wakaf untuk diberdayakan secara produktif. Untuk
itu, perlu dilakukan penyuluhan secara terus menerus kepada
masyarakat tentang fiqih wakaf dan kebijakan pemerintah tentang
pemberdayaan wakf untuk pengembangan ekonomi umat.
Ke depan, pemberdayaan tanah wakaf mutlak diperlukan dalam
rangka memperkuat ekonomi umat dan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Tentu saja dibutuhkan kerjasama dan
dukungan semua pihak, baik dari dunia perbankan sebagai
penyandang dana dan juga dari investor lainnya, baik dalam
negeri maupun luar negeri. Kerjasama kemitraan ini memerlukan
dukungan dan komitmen dari semua pihak seperti pemerintah,
ulama, kaum awan, pengusaha, lembaga bisnis, lembaga penjamin
dan juga tentunya umat Islam secara keseluruha. Apabila program
pemberdayaan wakaf berjalan dengan baik dan mendapat dukungan
dari semua pihak, maka wakaf akan mempunyai peranan penting
dalam tatanan ekonomi nasional.
Di samping tanah wakaf yang perlu diberdayakan sebagaimana
diuraikan di atas, dewasa ini terbuka kesempatan untuk berwakaf
dalam bentuk uang. Tapi persoalannya, bagaimana menggalang dan
memanfaatkandana wakaf yang terhimpun? Menurut Muhammad Abdullah
al-Anshori, “Uang wakaf akan bermanfaat jika digunakan, untuk
itu investasikan dana tersebut, dan labanya kita sedekahkan”.
Muncul dan berkembangnya lembaga-lembaga keuangan syari'ah
dengan prinsip kerjasama bagi hasil, prinsip jual beli, dan
prinsip sewa menyewa akan semakin mempermudah pengelola wakaf
(nazhir) selaku manejemen investasi untuk menginvestasikan danadana
wakaf yang terhimpun sesuai dengan prinsip-prinsip syariat
Islam. Bentuk-bentuk investasi yang dapat dilakukan oleh
pengelola wakaf (nazhir) di antaranya adalah:
1. Investasi Mudharabah
Investasi mudharabah merupakan salah satu alternatif yang
ditawarkan oleh produk keuangan syari’ah guna mengembangkan
uang wakaf. Salah satu contoh yang dapat dilakukan oleh
pengelola wakaf dengan sistem ini ialah menbangkitkan sektor
usaha kecil dan menengah dengan memberikan modal para
nelayan, pedagang kecil dan menengah (OKM). Dalam hal ini
pengelola wakaf uang berperan sebagai sohibul mal (pemilik
modal) yang menyediakan modal 100% dari usaha/proyek dengan
sistem bagi hasil
2. Investasi Musyarakah
Investasi dengan sistem musyarakah ini hampir sama dengan
investasi mudharabah. Hanya saja pada investasi musyarakah
ini resiko yang ditanggung oleh pengelola wakaf lebih
sedikit, oleh karena modal ditanggung secara bersama oleh dua
pemilik modal atau lebih. Investasi ini memberikan peluang
bagi pengelola wakaf untuk menyertakan modalnya pada sektor
usaha kecil menengah yang dianggap memiliki kelayakan usaha
namun kekurangan modal untuk mengembangkan usaha.
3. Invegasi Ijarah
Salah satu contoh yang dapat dilakukan dengan sistem
investasi ijarah (sewa) ialah mendayagunakan tanah wakaf yang
ada. Dalam hal ini pengelola wakaf menyediakan dana untuk
mendirikan bangunan di atas tanah wakaf, seperti pusat
perbelanjaan, rumah sakit, apartemen, dan lain-lain.
Pengelola wakaf kemudian menyewakan gedung tersebut hingga
dapat menutup modal pokok dan mengambil keuntungan yang
dikehendaki.
4. Investasi Murabahah
Dalam investasi murabahah, pengelola wakaf diharuskan
berperan sebagai enterpreneur (pengusaha) yang membeli
peralatan dan material yang diperlukan melalui suatu kontrak
murabahah. Adapun keuntungan dari investasi ini adalah
pengelola wakaf dapat mengambil keuntungan dari selisih harga
pembelian dan penjualan. Manfaat dari investasi ini ialah
pengelola wakaf dapat membantu pengusaha-pengusaha kecil yang
membutuhkan alat-alat produksi, misalnya tukang jahit yang
memerlukan mesin jahit.
Masih banyak alternatif-alternatif investasi lain yang dapat
dilakukan serta dikembangkan oleh pengelola wakaf guna
memaksimalkan hasil wakaf. Untuk menjaga kesalahan investasi dan
kelangsungan dana umat yang terhimpun, maka sebelum melakukan
investasi, pengelola wakaf (nazhir), selaku manajemen investasi,
hendaknya mempertimbangkan terlebih dahulu keamanan dan tingkat
profitabilitas usaha guna mengantisipasi adanya resiko kerugian
yang akan mengancam kesinambungan harta wakaf, yaitu dengan
melakukan analisa kelayakan investasi dan market survey.
Wakaf uang yang digunakan untuk investasi bisnis seperti yang
difatwakan Muhammad ibn Abdullah al-Anshari ternyata mampu
meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Menggalang dana wakaf dari
orang-orang kaya untuk dikelola dan keuntungan dari
pengelolaannya disalurkan kepada rakyat miskin yang membutuhkan
merupakan pilihan yang sangat menarik dan tepat. Secara
sederhana dapat dibayangkan, jika ada 20 juta umat Islam
Indonesia menyerahkan uang sebesar Rp 50.000,-/tahun untuk
wakaf. maka, dalam kalkulasi sederhana akan diperoleh Rp 1
triliun dana wakaf yang siap diinvestasikan. Kemudian, serahkan
dana siap investasi tersebut kepada pengelola profesional yang
memberi jaminan esensi jumlahnya tak berkurang dan malah
bertambah dengan digulirkan sebagai investasi. Apa yang segera
diperoleh dari dana tersebut? Taruhlah dana terseut sekedar
dititipkan di bank Syari’ah dengan bagi hasil 10% per tahun.
Maka, pada akhir tahun sudah ada dana segar Rp 100 milyar yang
siap dimanfaatkan. Perhitungan tersebut baru 20 juta dari
sekitar 210 juta penduduk muslim di Indonesia, dan nominalnya
baruRp 50.000,-. Jika nilai nominal per-orang Rp 500.000,-, maka
akan mencapai Rp 10 triliun. Perhitungan itu baru untuk masa
satu tahun. Lalu bagaimana jika 20 juta dari umat Islam tersebut
berwakaf uang tiap tahun. Sungguh, ini merupakan potensi umat
yang luar biasa. Bahkan, lebih lanjut dapat dibayangkan bila 100
Miliar sebagai hasil dari pengelolaan dana wakaf Rp 1 triliun
seperti yang kita asumsikan di atas terwujud, maka betapa banyak
orang hidup di bawah garis kemiskinan dapat merasakan manfaat
dana tersebut. Sekian ribu anak yatim bisa disantuni, sekian
puluh sekolah dasar dapat dibangun, sekian balai kesehatan bisa
didirikan, sekian petani dan pengusaha kecil bisa dimodali.
Penutup
Dari semua penjelasa yang telah dipaparkan, pengelolaan wakaf
secara produktif akan memiliki arti strategis dalam rangka
memberdayakan ekonomi umat dan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Semoga!!!
Sumber: Tabloid Republika / Jumat, 18 Agustus 2006 / Hal. 2
Tidak ada komentar:
Posting Komentar