Al Ustadz Ja’far Umar Thalib
Imperialisme Barat di abad ke 15 - 19 telah meninggalkan goresan sejarah yang penuh cerita kedhaliman, pembantaian rakyat, perampasan harta rakyat dan seabrek lagi kenangan kepiluan di wilayah-wilayah jajahan. Setelah itu Barat menampilkan diri sebagai manusia yang paling beradab atau dengan istilah populer masa kini ialah bangsa-bangsa Barat adalah bangsa-bangsa yang paling humanistis. Kebiadaban mereka hendak dihapus dari catatan sejarah melalui para ilmuwan mereka atau ilmuwan kalangan Muslimin yang digaji sebagai kuli intelek guna merekayasa sejarah untuk menampilkan wajah simpatik budaya Barat yang humanistis. Media massa cetak dan elektronik, buku-buku, film-film dan berbagai sarana media lainnya, dikerahkan untuk kepentingan propaganda opini superioritas Barat dan simpatiknya.
Adapun wajah Islam, ditampilkan sedemikian buruknya sehingga agama ini selalu identik dengan kekerasan, terorisme, perampokan, penganiyayaan dan sadisme serta berbagai atribut kebiadaban. Sedangkan komunitas Islam digambarkan sebagai komunitas terbelakang, melarat, kotor, tidak disiplin, penuh kedhaliman dan tidak manusiawi serata berbagai label kerendahan. Semua opini ini melahirkan para ilmuwan (hasil didikan mereka) yang minder di hadapan peradaban Barat dan sinis terhadap Islam serta berusaha menafsirkan Islam sesuai dengan pola fikir Barat yang materialistis. Ilmuwan yang sejenis ini di kalangan Muslimin antara lain ialah Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh Al-Masri, Muhammad Rasyid Ridha, Mahmud Syaltut dan yang sejaman dengan mereka. Kemudian tampil pula Thaha Husain, Abu Rayah dan yang seangkatan dengannya. Setelah itu tampillah Amer Ali di India, Fazlur Rahman di Pakistan kemudian pindah ke Chicago serta meninggal di sana, Hasan Turabi di Sudan, Nur Chalis Majid di Indonesia dan masih banyak lagi.
Dua episode sejarah yang ditampilkan dengan penuh rekayasa ini sesungguhnya masih dalam rangka perjuangan politik Imperialisme Barat untuk memberikan dasar pembenaran bagi kembalinya supremasi hegemoni salibis-zionis internasional terhadap negara-negara Muslimin.
ANTARA IMPERIALISME BARAT DENGAN IMPERIALISME ISLAM
Bila ditinjau dari makna bahasa, imperialisme adalah sistem politik yang bertujuan menjajah negara lain untuk mendapatkan kekuasaan dan keuntungan yang lebih besar. Ada pula imperialisme kebudayaan, artinya pandangan mengenai adanya kebudayaan asing yang lebih kuat yang mendominasi suatu golongan masyarakat sehingga warganya kehilangan kepribadian dan identitasnya (Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi kedua, penerbit Dept. PDK – Balai Pustaka, th. 1995).
Adapun dari sisi wawasan politik, imperialisme ialah usaha dan tindakan suatu negara untuk mengembangkan kekuasaan dalam bentuk pendudukan langsung terhadap wilayah kekuasaan negara atau bangsa lain dengan jalan membentuk pemerintah-pemerintah jajahan atau dengan menanamkan pengaruh di bidang politik dan atau ekonomi (Ensiklopedi Indonesia, Penerbit Buku Ichtiar Baru – Van Hoeve, Jakarta, th. 1982).
Berbagai definisi tersebut di atas mengindikasikan adanya persepsi proses sejarah pergolakan sosial politik dari masa ke masa sehingga sangat mewarnai gejolak yang ada di masa kini. Pergolakan sosial politik antara Islam di satu pihak berhadapan dengan Barat di pihak lain. Yakni kekuatan sosial politik Islam berhadapan dengan kekuatan sosial politik Barat yang didominasi oleh doktrin salibisme-zionisme dan sangat phobi (anti pati) terhadap Islam dan Muslimin. Hal ini tertera dalam Injil dan dalam Al-Qur’an sebagai sumber semangat dua kekuatan sosial politik tersebut. Kita dapat melihat ayat-ayat Al-Qur’an yang memberitakan adanya semangat Islamo phobia di kalangan Yahudi (Zionis) dan Nashara (Salibis) sebagai berikut:
(ayat)
“Mereka menginginkan untuk memadamkan cahaya Allah (yakni kebenaran agama-Nya) dengan mulut-mulut mereka, dan Allah tidak menghendaki kecuali hendak terus menyempurnakan bukti-bukti kebenaran agama-Nya walaupun orang-orang kafir tidak suka dengan semakin kuatnya bukti-bukti kekuatan agama-Nya.” (At-Taubah: 32).
Juga firman-Nya:
(ayat)
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian jadikan orang-orang non-Muslim sebagai sahabat karib kalian. Mereka itu tidak kurang-kurangnya berusaha mengacaukan kalian. Mereka sangat berambisi untuk menyengsarakan kalian. Sungguh telah nyata kebencian terhadap kalian dari mulut-mulut mereka dan kebencian yang disembunyikan dalam hati mereka lebih besar dari apa yang dinyatakan pada mulut-mulut mereka. Sungguh telah Kami terangkan kepada kalian ayat-ayat Kami bila kalian mau mengertinya. Kalian mencintai sahabat-sahabat kalian yang non-Muslim itu sedangkan mereka tidak menyenangi kalian, padahal kalian beriman kepada segenap Al-Qur’an. Mereka itu bila berjumpa dengan kalian, mereka akan mengatakan: Kami beriman. Dan apabila mereka terpisah sendirian dari kalian, mereka menggigit jari jemari karena menahan kemarahan mereka terhadap kalian. Katakanlah: Matilah kalian dengan kebencian kalian yang mendidih itu. Sesungguhnya Allah Maha tahu apa yang terbetik di hati. Bila menimpa kalian kesenangan, mereka sakit hati. Dan bila kalian kaum Muslimin ditimpa malapetaka, maka mereka pun bergembira. Maka bila kalian tetap bersabar dalam berpegang teguh dengan agama kalian dan bertaqwa ketika menghadapi berbagai manuver mereka, tidaklah akan merugikan kalian tipu daya mereka sedikit pun. Sesungguhnya Allah selalu mengontrol segala gerakan mereka.” (Ali Imran: 118 – 120).
Juga Allah Ta’ala tegaskan:
(ayat)
“Dan tidaklah orang-orang Yahudi dan tidak pula orang-orang Nashara akan senang kepadamu sehingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah sesungguhnya petunjuk Allah itulah yang sebenarnya dinamakan petunjuk. Maka kalau kalian mengikuti hawa nafsu mereka setelah datang kepadamu ilmu, maka tidak akan ada lagi bagi kalian pelindung dan penolong selain Allah.” (Al-Baqarah: 120).
Demikianlah sebagian ayat-ayat Al-Qur’an, mengingatkan kita adanya semangat Islamo phobia yang sangat kental di kalangan Yahudi dan Nashara turun-temurun dari generasi ke generasi. Ini adalah sikap permanen mereka dan tidak mungkin dikurangi apalagi dihapus dengan doktrin apapun atau kesepakatan yang bagaimanapun.
Sedangkan dalam Injil yang ada sekarang ini sebagai kitab suci yang telah dipalsukan serta berbagai statemen tokoh-tokoh Yahudi dan Nashara tentang Islam dan Muslimin, membuktikan apa yang dinyatakan oleh Allah Ta’ala tentang isi hati mereka yang penuh dengan semangat Islamo phobia itu. Antara lain ialah pernyataan yang terdapat dalam buku Konsili Vatikan II sebagai berikut:
“Dengan berhasil menghancurkan negara Islam di Andalusia pada akhir abad XV oleh Raja Ferdinand dari Aragon dan Ratu Isabella dari Costilia, maka aksi Kristenisasi dan penaklukan dunia Islam dilakukan dengan gencar, dipelopori oleh Spanyol dan Portugis kemudian disusul oleh Inggris, Belanda, Belgia, Perancis dan Italia.”
Dinyatakan pula oleh Philip K. Hitti:
“Perang salib itu adalah reaksi dunia Kristen di Eropa terhadap dunia Islam di Asia, yang sejak tahun 632 merupakan pihak penyerang, bukan saja di Syiria dan Asia Kecil, tetapi juga di Spanyol dan Sisilia …..”
Selanjutnya dia menyatakan:
“Sebab langsung dari perang salib ialah permintaan Kaisar Alexius Comnenus dalam tahun 1095 kepada Paus Urbanus II. Kaisar dari Byzantium itu minta bantuan dari Romawi, karena daerah-daerahnya yang terserak sampai ke pesisir laut Marmora dibinasakan oleh Bani Saljuk (Kerajaan Islam, pent)….”
Kemudian dia menyatakan pula: “Telah dilakukan Pidato Paus Urbanus II pada tanggal 26 November 1095 di Clermont (Perancis Selatan), di mana orang-orang Kristen mendapat suntikan semangat untuk mengunjungi kuburan-kuburan suci (yakni kuburan-kuburan suci menurut keyakinan Kristen, pent) dan merebutnya dari orang-orang yang bukan Kristen serta menaklukkan mereka itu. ( The Arabs a Short History, Philip K. Hitti, hal. 209 – 211).”
Berdasarkan kenyataan adanya semangat kebencian tradisional kepada Islam dan Muslimin sebagaimana tersebut di atas, maka Allah Ta’ala mensyariatkan dalam agama-Nya, perang membela agama-Nya berhadapan dengan berbagai kekuatan Islamo phobia. Bahkan perang dalam rangka membela agama Allah termasuk ibadah kepadaNya yang amat mulia disisi-Nya. Allah Ta’ala menegaskan kedudukan perang tersebut dalam firman-Nya:
(ayat)
“Diwajibkan atas kalian berperang dan perang itu tidak kalian sukai, bisa jadi kamu membenci sesuatu tetapi ia menjadi kebaikan bagimu dan bisa jadi kamu menyenangi sesuatu tetapi ia menjadi kejelekan bagimu. Dan Allah mengetahui sedangkan kalian tidak mengetahuinya.” (Al-Baqarah: 216).
Allah tegaskan pula siapa yang harus diperangi oleh kaum Muslimin :
(ayat)
“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu dan janganlah kamu melampaui batas, sesungguhnya Allah tidak senang kepada orang-orang yang melampaui batas. Dan bunuhlah mereka di manapun kamu temui mereka dan usirlah mereka dari mana saja yang kamu telah diusir dari padanya, dan fitnah itu lebih jahat dari pembunuhan. Dan janganlah kalian memerangi mereka ketika kalian ada di Al-Masjidil Haram (Makkah Al-Mukarramah) sehingga mereka yang memulai memerangi kalian padanya, maka bila mereka memerangi kalian padanya maka bunuhlah mereka. Demikianlah balasan bagi orang-orang kafir. Maka bila mereka berhenti dari memerangi kalian, maka sesungguhnya Allah Maha pengampun dan Maha penyayang.” (Al-Baqarah: 190 – 192).
Kemudian Allah tegaskan sampai kapan perang itu dilancarkan:
(ayat)
“Dan perangilah mereka sehingga tidak terjadi fitnah (yakni syirik, menyekutukan Allah dengan yang lainNya dalam berbagai jenis peribadatan) sehingga agama itu hanyalah untuk Allah semuanya. Kalau mereka berhenti dari sikap memerangi kamu maka sesungguhnya Allah selalu mengawasi mereka.” (Al-Anfal: 39).
Yang dimaksudkan dengan “sehingga agama itu hanyalah untuk Allah semuanya”, telah diterangkan oleh As-Syaikh Abdur Rahman As-Sa’di rahimahullah dalam tafsirnya:
“Inilah maksud daripada perang dan jihad terhadap musuh-musuh agama, yaitu menangkis kejahatan mereka terhadap agama ini dan untuk melakukan pembelaan terhadap agama Allah, yang Allah ciptakan segenap makhluq ini untuk menunaikan agama tersebut, sehingga Agama ini dijunjung tinggi di atas segenap agama-agama lainnya.”
Islam sebagai agama rahmah (kasih sayang) menebarkan kasih sayang dan menegakkan keadilan di muka bumi melalui perjuangan bersenjata untuk memerangi musuh-musuh kasih sayang dan sekaligus musuh-musuh keadilan. Yaitu musuh-musuh kemanusiaan yang akan menjajah manusia dengan berbagai kedhalimannya, teror dan berbagai macam kejahatan yang menginginkan agar manusia tetap dalam kebodohannya agar tidak mengerti di mana jalan keluar untuk bisa lepas dari berbagai kedhaliman para penjajah dan pemeras itu. Para penjahat dan penjajah itulah yang diperangi Islam dan dengan perang ini Islam ingin mematahkan segala kekuatan mereka sehingga Islam dapat ditegakkan syari’atnya di muka bumi ini, dan akibatnya dunia akan dipenuhi kasih sayang dan keadilan.
Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam mengaitkan misi dakwah Islamiyah yang beliau emban dengan misi perang yang beliau juga diperintah untuk memimpin umatnya untuk itu. Beliau menyatakan:
(hadits)
“Aku diperintah untuk memerangi sekalian manusia sehingga mereka mau mempersaksikan keyakinan bahwa tidak ada sesembahan yang benar untuk diibadahi kecuali Allah dan bersaksi pula bahwa Muhammad adalah utusan dan hamba Allah, dan menunaikan shalat dan menunaikan zakat. Maka bila mereka telah menunaikan semua perkara tersebut, mereka terlindung darah dan harta mereka. Dan adapun urusan batin mereka, urusannya diserahkan kepada Allah.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Umar radliyallahu `anhu).
Prinsip perjuangan menebar kasih sayang dan prinsip perjuangan menegakkan keadilan di muka bumi adalah prinsi-prinsip perjuangan yang mewarnai seluruh perjuangan Islam dalam keadaan perang ataupun dalam keadaan damai, terhadap kawan ataupun terhadap lawan. Prinsip-prinsip tersebut telah ditegaskan oleh Allah Ta’ala dalam firman-Nya sebagai berikut:
(ayat)
“Dan tidaklah Kami utus engkau kecuali sebagai kasih sayang bagi segenap jagat raya.” (Al-Anbiya’: 107).
Juga firman-Nya:
(ayat)
“Hai orang-orang yang beriman jadilah kalian sebagai orang-orang yang ikhlas karena Allah dalam menegakkan persaksian yang adil, dan janganlah mendorong kalian untuk berbuat kejahatan kepada suatu kaum karena kebencian kalian kepadanya sehingga kalian tidak berbuat adil kepadanya. Berbuat adillah, karena berbuat adil itu lebih dekat kepada ketaqwaan, dan bertaqwalah kalian kepada Allah, sesungguhnya Allah lebih mengerti apa-apa yang kalian kerjakan.” (Al-Maidah: 8)
Bahkan prinsip keadilan dalam Islam adalah prinsip keadilan lintas agama, sebagaimana firman Allah berikut ini:
(ayat)
“Allah tidak melarang kalian untuk berbuat baik dan bersikap adil kepada orang-orang agama lain yang tidak memerangi kalian dan tidak mengusir kalian dari rumah-rumah kalian. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat adil. Yang Allah larang kalian hanyalah mencintai dan membela orang-orang yang memerangi kalian dan mengusir kalian dari negeri-negeri kalian karena alasan agama dan juga kalian dilarang mencintai dan membela orang-orang yang membantu musuh-musuh kalian untuk memerangi serta mengusir kalian. Maka barang siapa dari kaum Muslimin mencintai dan membela mereka, maka sungguh dia termasuk orang-orang yang zalim.”(Al-Mumtahanah: 8 – 9)
Dengan prinsip-prinsip yang demikian inilah tentara-tentara Islam mengukir sejarah kemanusiaan yang gemilang penuh dengan peristiwa-peristiwa yang menakjubkan. Antara lain di masa pemerintahan Khalifah Umar bin Al-Khattab radhiyallahu ‘anhu, terdapat peristiwa-peristiwa penting yang menakjubkan dalam sejarah imperium Islam. Yaitu:
1). Umar memerintahkan kepada gubernur Mesir Amr bin Al-Ash radliyallahu `anhu untuk mengembalikan tanah milik seorang Yahudi yang digusur untuk kepentingan pembangunan dan perluasan masjid negara. Bahkan beliau memerintahkan untuk dibongkar kembali bangunan masjid yang didirikan di atas tanah milik Yahudi yang mengajukan gugatan pengembalian tanah hak miliknya itu, dan Umar memenangkan gugatan si Yahudi tersebut. Keputusan yang adil demikian menyebabkan Yahudi tersebut masuk Islam dan menggugurkan tuntutannya serta mewakafkan tanahnya dengan suka rela untuk masjid tersebut.
2). Umar memerintahkan kepada komandan pasukan yang dikirimnya untuk keluar meninggalkan negeri Samarkand setelah mendudukinya dan merampas harta-harta mereka. Perintah beliau ini dilakukan setelah orang-orang Nashara penduduk negeri tersebut mengadukan kepadanya kesalahan prosedur pasukan yang diutusnya itu ketika memasuki negeri mereka. Pasukan tersebut menduduki negeri tersebut tanpa melalui prosedur pendudukan suatu negeri yang diperintahkan oleh syariat Islamiyah; yaitu: Penduduknya diajak kepada Islam; bila tidak mau dipersilakan membayar upeti; bila tidak mau barulah diserang dan kemudian diduduki serta dirampas harta penduduknya. Maka Umar memerintahkan agar pasukan Islam tersebut mengembalikan semua harta penduduk negeri Samarkand yang dirampas olehnya dan keluar dari negeri tersebut untuk dijalankan dari permulaan prosedur pendudukan suatu negeri. Sehingga penduduk negeri Samarkand memilih masuk Islam ketika diberi pilihan apakah masuk Islam; atau membayar upeti; atau bertempur melawan pasukan Islam. Mereka masuk Islam ketika melihat betapa adilnya keputusan Khalifah dalam Islam yang menerima pengaduan pihak rakyat jelata walaupun dari kalangan Nashara.
3). Para pendeta Kristen di Palestina dengan mantap menyerahkan negeri Palestina kepada Khalifah Umar ketika pasukan Islam mendatangi negeri tersebut. Serah terima itu dilakukan tanpa suatu pertempuran apapun dan penduduk nashara merasa aman negerinya di bawah kekuasaan imperium Islam dari pada di bawah imperium Romawi Kristen.
Dan terlalu banyak catatan sejarah yang gemilang dalam berbagai peristiwa perluasan imperium Islam di abad-abad ke enam sampai abad ke13. Semuanya itu menunjukkan betapa imperialisme dalam Islam lebih banyak bersifat pembebasan bangsa-bangsa di dunia dari kedhaliman para penguasanya dan kemudian menegakkan keadilan dan kasih sayang Islam kepada segenap rakyatnya.
Adapun imperialisme Barat, kita dapat memahami sifat dan misinya dari berbagai pernyataan para ilmuwan kalangan mereka berikut ini:
Dr. Harry A. Poeze --seorang ilmuwan Belanda-- menyatakan nasib buruh perusahaan perkebunan milik Belanda di Sinembah-Deli (Sumut) di zaman penjajahan Belanda: “Penduduk asli di daerah itu tidak mampu, dan jumlah mereka pun terlalu kecil untuk menggarap perkebunan-perkebunan itu. Maka dari itu, ditarik secara besar-besaran buruh dari daerah-daerah lain; pertama-tama yang ditarik itu terutama orang Cina, kemudian kebanyakan orang Jawa. Buruh ini sebagian besar bekerja di bawah apa yang disebut poenale sanctie; mereka ditarik dari Jawa sering dalam keadaan yang meragukan, dan mengikat diri untuk bekerja selama beberapa tahun di suatu perkebunan tertentu. Tidak ada kemungkinan bagi orang Jawa untuk melepaskan diri dari kontrak itu; melarikan diri dihukum oleh pengadilan. Nasib 240. 000 kuli kontrak (berikut anggota-anggota keluarga, jumlahnya menjadi lebih sejuta) di Deli sering menyedihkan.”
Kemudian Dr. Poeze melengkapi gambaran penderitaan para buruh itu dengan menukil penuturan Tan Malaka sebagai berikut: “Inilah kelas yang memeras keringat dari pagi sampai malam; kelas kambing di kandang; yang setiap saat bisa dipukul atau dimaki-maki dengan godverdomme; kelas yang setiap saat harus melepas istri atau anak perempuan kalau ada seorang kulit putih yang menyukainya.... Inilah kelas orang Indonesia yang dikenal sebagai kuli kontrak.” (Dr. Harry A. Poeze dalam Tan Malaka Pergulatan Menuju Republik 1897 – 1925, hal. 108 – 109, Penerbit PT. Pustaka Utama Grafiti, th. 2000).
Dr. Snouck Hurgronye --seorang orientalis Belanda dan penasehat ahli Gubernur Jendral Belanda di Hindia Belanda-- menyatakan: “Teori eksploitasi telah tamat masanya, yang tidak kita kehendaki kembali lagi, kita tidak hendak mengembalikannya dari kuburannya, juga tidak dalam suatu bentuk baru. Meskipun pemerintah kolonial ditujukan hendak memberikan keuntungan bagi negeri Belanda….”
Selanjutnya Hurgronye menegaskan: “Gambaran yang diberikan dunia terakhir ini belum memperlihatkan, apakah melalui ethische politiek ataukah melalui exploitatie politiek, Indonesia akan terlepas dari negeri Belanda. Apabila orang bertanya, melalui saluran manakah daripada dua paham ini daerah jajahan dalam masa seratus tahun ini akan hilang, maka saya akan berkata, tidak akan suatu sebab yang akan lebih pasti melenyapkan daerah ini selain daripada cara pemerintahan kolonial itu yang tamak, seperti yang pernah ditempuh oleh kompeni Hindia Timur dan stelsel tanam paksa, yang pernah dijatuhkan hukuman oleh pengadilan masa dan sejarah di waktu yang lampau.” (Nederland en de Islam, hal. 19 dinukil dari Dunia Baru Islam, L. Stoddard, hal. 295 – 296, tanpa tahun).
Demikianlah sedikit gambaran tentang imperialisme Barat dari para tokoh ilmuwan Barat untuk sekedar membantu memberi gambaran betapa besar nuansa penjajahan dan penguasaan yang ada pada semangat imperialisme Barat terhadap segenap wilayah-wilayah yang dikuasinya melalui pendudukan. Amat jauh berbeda dengan nuansa humanistis yang ada dalam sejarah imperialisme Islam yang telah diakui oleh lawan maupun kawan.
Dr. Lothrop Stoddard menyampaikan penilaiannya sebagai seorang ilmuwan Barat tentang imperialisme Islam sebagai berikut: “Orang Arab tahu, bagaimana mengkonsolidasikan pemerintahan dan mengalihkannya ke tangan mereka. Mereka bukan bangsa yang haus darah, bukan bangsa yang gemar merampok dan memusnahkan. Sebaliknya, mereka adalah bangsa yang dianugerahi akhlaq tinggi, watak mulia, cinta kepada ilmu. Memandang baik kenikmatan budi pekerti, kenikmatan yang sampai kepada mereka, dari peradaban yang lebih tua.
Tatkala terjadi antara yang menang dan yang kalah kesatuan perkawinan dan kepercayaan (agama), tercapailah asimilasi diantara mereka. Asimilasi yang melahirkan kemajuan yang bernama Sarasin, hasil perpaduan antara kecerdasan Yunani, Rumawi dan Parsi dengan ketinggian dan kecerdasan Arab yang berlandaskan spirit Islam.
Dalam tiga abad pertama sejarahnya (650 – 1000 M.), bagian-bagian dunia yang dikuasai oleh Islam adalah bagian-bagian yang paling maju dan memiliki peradaban yang amat tinggi. Kerajaan penuh dengan kota-kota indah, penuh masjid megah, di mana-mana terdapat universitas, di dalamnya tersimpan peradaban-peradaban dan hikmah-hikmah lama ang bernilai tinggi. Kecemerlangan Islam Timur merupakan hal yang kontras dengan dunia Nasrani Barat, yang tenggelam dalam malam kegelapan zaman.” (Dunia Baru Islam, Dr. L. Stoddard, tanpa tahun).
Demikian pengakuan seorang ilmuwan Barat tentang Imperialisme Islam yang kiranya dapat mewakili pengakuan pihak lawan terhadap nuansa humanistis imperialisme Islam.
IMPERIALISME BARAT MENDAPAT PERLAWANAN
Bila imperialisme Islam lebih bermakna pembebasan bangsa-bangsa tertindas dari para penguasa mereka, maka imperialisme Barat lebih banyak bersifat pendudukan dan penjajahan pihak yang menang terhadap pihak yang kalah. Sehingga bangsa-bangsa yang tinggal di bawah imperium Islam di Asia, Afrika dan Eropa sampai hari ini amat sulit melepaskan dirinya dari pangkuan Islam kecuali daerah yang mendapat serangan gencar dan biadab dari tentara salib Barat.
Oleh karena itu imperialisme Barat dari masa ke masa selalu mendapat perlawanan dari bangsa-bangsa yang berada di bawah imperium Barat. Perlawanan yang paling gigih tentunya dipelopori oleh-oleh bangsa-bangsa Islam yang nota bene banyak dari padanya pernah di bawah imperium Islam. Sehingga praktis imperialis Barat tidak mampu secara penuh menancapkan kuku-kuku penjajahannya di dunia Islam, berhubung gerakan perlawanan rakyat terus menerus meletus sebagai pemberontakan terhadap hegemoni imperialis Barat sampai paska perang dunia ke II.
Terjadilah perang perlawanan terhadap hegemoni Barat di wilayah Afrika Utara (meliputi wilayah Sahara Barat, Maroko, Aljazair, Libya dan Tunisia kemudian Mesir serta Sudan). Muncullah di wilayah-wilayah tersebut gerakan perlawanan rakyat yang dipimpin oleh Umar Mukhtar, dan tokoh-tokoh perlawanan rakyat lainnya. Muncul pula gerakan perlawanan Ahlus Sunnah wal Jamaah di Nejed dan kemudian Hijaz yang dipimpin oleh As-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah yang berakibat maraknya gerakan perlawanan umat Islam sedunia terhadap imperialisme Barat.
Penyebaran semangat perlawanan ini melalui media pelaksanaan ibadah haji di Makkah (Hejaz), berhubung umat Islam sedunia menunaikan ibadah haji tiap tahunnya di sana. Berbagai upaya untuk mempersulit pemberangkatan jemaah haji ke Mekkah oleh pemerintah-pemerintah kolonial di negara-negara jajahan mereka yang berpenduduk mayoritas umat Islam amat gencar dilakukan.
Negara-negara imperialis Barat semakin resah dengan bertambah menyebarnya pengaruh gerakan Ahlus Sunnah wal Jamaah di Dunia Islam. Maka mereka pun merekayasa dan menunggangi gerakan tandingan untuk mengeliminir pengaruh gerakan Ahlus Sunnah wal Jamaah agar semangat anti imperialisme Barat dapat dialihkan kepada semangat lain yang kiranya dapat mengekalkan cengkraman kuku-kuku imperialis Barat terhadap Dunia Islam. Gerakan tandingan yang dimaksud ditampilkan dalam tiga wajah yang saling bertentangan; yaitu:
1). Gerakan anti Ahlus Sunnah wal Jamaah dengan slogan sebagai gerakan anti Wahhabisme. Seolah-olah gerakan Ahlus Sunnah wal Jamaah itu adalah gerakan pemahaman Muhammad bin Abdul Wahhab semata dan bukan Ahlus Sunnah wal Jamaah. Gerakan ini dipimpin oleh tokoh-tokoh tasawwuf (Sufiyyah) semacam Muhammad Zahid Al-Kautsari Al-Hanafi As-Sufiy, Ahmad Zaini Dahlan As-Sufiy dan lain-lainnya. Oleh karena itu yang bergabung dengan gerakan ini adalah kalangan shufiyyah (yakni kalangan penganut gerakan tasawwuf). Mereka ini adalah aliran-aliran tasawwuf di kalangan umat Islam yang resah karena merasa terancam eksistensinya dengan semakin menyebarnya pemahaman Ahlus Sunnah wal Jamaah. Itulah sebabnya amat mudah bagi imperialis Barat untuk mengeksploitir keresahan mereka guna menjadi gerakan perlawanan terhadap Ahlus Sunnah wal Jamaah di seluruh dunia Islam.
2). Gerakan yang menyerupai Ahlus Sunnah wal Jamaah, bahkan mengaku sebagai gerakan Ahlus Sunnah wal Jamaah dan menampilkan diri berbeda dengan gerakan-gerakan tasawwuf. Tetapi justru gerakan ini nantinya lebih agresif dari gerakan tasawwuf dalam melawan gerakan Ahlus Sunnah wal Jamaah. Karena gerakan ini dibentuk oleh kaki tangan murni imperialis Barat yang diikat dengan janji disertai sumpah setia (yang dalam istilah syariah dinamakan bai’at). Para pecundang murni imperialis Barat itu ialah Jamaluddin Al-Afghani dengan murid setianya bernama Muhammad Abduh Al-Mashri. Keduanya telah diambil bai’at sumpah setianya oleh sebuah organisasi Zionis (Yahudi) di kota Paris, bernama Frey Masonrey. Setelah keduanya masuk kembali ke negeri Mesir, dibentuklah oleh keduanya cabang Frey Masonrey pertama di dunia Arab bahkan di duna Islam. Gerakan ini menggunakan basis pemahaman Mu’tazilah ekstrim dengan merujuk kepada materialisme murni yang menjadi rujukan utama bagi segenap aliran sosial, politik, ekonomi dan budaya bangsa-bangsa Barat. Aliran Mu’tazilah sendiri diadopsi dari materialisme atheime filsafat Yunani kuno yang merupakan sumber utama dan terutama segala aliran pemahaman yang berkembang di Barat sekarang ini.
3). Dibinanya dan dikembangsuburkannya berbagai aliran sesat dalam pandangan Islam, seperti Syi’ah dengan berbagai aliran ekstrimnya (antara lain ialah aliran Itsna ‘Asyariah Imamiyah Ja’fariyah, Isma’iliyah, Nushairiyah dan lain-lainnya), kemudian berbagai aliran Wihdatul Wujud (Pantheisme dan Monisme) yang meyakini bahwa Dzat Allah menyatu dengan jasadnya para Wali Allah berbagai aliran sesat lainnya.
Ketiga model gerakan ini sama-sama mengkounter dan berkonfrontasi dengan gerakan Ahlus Sunnah wal Jamaah di seluruh dunia Islam. Pemerintah-pemerintah kolonial yang ada di dunia Islam sangat membantu ketiga model gerakan tersebut secara langsung atupun tidak langsung. Maka dilansirlah segenap upaya konfrontasi terhadap apa yang diistilahkan dengan aliran Wahhabiyah (Wahabisme). Yang dalam opini mereka dikatakan sebagai pemahaman sesat yang dibawa oleh Muhammad bin Abdul Wahhab. Demikian pula diopinikan kepada dunia Islam tentang gerakan Ahlus Sunnah Wal Jama’ah. Bahkan dibikinlah rumor di seputar As-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah, bahwa beliau adalah kaki tangan kolonialis Inggris yang dimunculkan di dunia Islam untuk memecah belah persatuan dan kesatuan umat Islam di dunia. Maka fitnah perlawanan ketiga model gerakan tersebut terhadap gerakan Ahlus Sunnah wal Jamaah semakin membara di seluruh dunia Islam sehingga meletuslah berbagai peristiwa perang saudara sesama kaum Muslimin dan tentunya semakin menguntungkan kepentingan pihak pemerintah-pemerintah kolonial.
Maka gerakan Ahlus Sunnah wal Jamaah di Nejed dan Hijaz semakin memurnikan dirinya sebagai gerakan Islam yang amat menentang segala pemahaman dan kekuatan imperialisme Barat yang salibis dan zionis itu. Sehingga gerakan pemurnian Islam ini, menjadi ancaman terus-menerus terhadap segenap gerakan imperialisme Barat. Para Ulama Islam di Yaman seperti As-Syaikh Muhammad bin Ali Asy-Syaukani, As-Syaikh Muhammad bin Ismail As-Shan’ani rahimahumallah menyambut dengan baik dan mengelu-elukan dakwah Ahlus Sunnah wal Jamaah ini dan menampilkan diri sebagai ujung tombak gerakan dakwah ini di Yaman dan sekitarnya. Mereka melahirkan kader-kader Ulama dan sekaligus para pemimpin umat Islam yang sangat menggusarkan segenap kaum Imperialis Barat serta kaki tangannya. Para kader itu antara lain seperti As-Syaikh Al-`Allamah Abdurrahman bin Yahya Al-Ma’lami rahimahullah, kemudian As-Syaikh Al-`Allamah Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i hafidlahullah wa syafahullah yang sampai hari ini terus mencetak para kader ulama dan pemimpin umat Islam di Yaman maupun di Dunia Islam secara keseluruhan. Juga ulama’ Islam di Mesir, seperti Sayyid Muhibbuddin Al-Khatib dan As-Syaikh Muhammad Hamid Al-Faqi, As-Syaikh Ahmad Syakir dan lain-lainnya rahimahumullah menyediakan diri sebagai corong penyebaran dakwah ini di wilayah Mesir, Sudan dan sekitarnya. Demikian pula para ulama’ India dan sekitarnya seperti As-Syeikh Al-‘Allamah Shiddiq Hasan Khan. Kemudian setelah itu As-Syaikh Al-‘Allamah Badi’uddin As-Sindi dan lain-lainnya rahimahumullah tampil sebagai agen gerakan dakwah Ahlus Sunnah wal Jama’ah di sekitar wilayah tersebut. Juga para Ulama’ di Aljazair dan sekitarnya seperti As-Syaikh Abdul Hamid Badis, As-Syaikh Muhammad Basyir Al-Ibrahim, As-Syaikh Thayyib Al-Aqabi, As-Syaikh Mubarak Al-Mili, As-Syaikh Rabi’ At-Tabasi dan lain-lainnya dari para ulama’ Aljazair yang menampilkan diri sebagai garda terdepan bagi gerakan dakwah Ahlus Sunnah wal Jamaah di Aljazair, Maroko, Sahara Barat dan sekitarnya. Sedangkan di wilayah Asia Tenggara tampillah para tokoh penggerak dakwah Ahlus Sunnah wal Jamaah di wilayah Sumatra Barat seperti Tuanku Nan Renceh, Imam Bonjol, Haji Miskin, Haji Gobang dan lain-lainnya yang mereka ini terkenal dalam sejarah SumBar dengan gelar Harimau Nan Salapan. Rantai perjuangan Ahlus Sunnah wal Jamaah melawan imperialisme Barat semakin panjang melingkar di segenap wilayah Dunia Islam yang waktu itu mayoritasnya di bawah kekuasaan kolonialis Barat.
Sementara itu rantai gerakan kaki tangan imperialis Barat juga mengembangkan sayap pergerakannya dengan menampilkan diri juga di hadapan umat Islam sebagai pelopor gerakan anti imperialisme Barat. Tetapi pola pikir yang sangat mengagungkan superioritas Barat ditanamkan di kalangan umat Islam sembari menumbuhkan pula mentalitas minderwardegh (rendah diri) ketika berhadapan dengan kecongkakan dan kepongahan hegemoni imperialis Barat. Maka dalam rangka misi ini, dimunculkanlah para tokoh intelektual dengan pola fikir imperialis yang sangat menjunjung tinggi supremasi Barat. Para intelektual yang demikian inilah yang dihasilkan oleh gerakan Jamaluddin Al-Afghani dan Muhammad Abduh sehingga lahirlah gerakan neo mu’tazilah ekstrim lengkap dengan para tokohnya sebagai produk pendidikan kedua tokoh tersebut, seperti Muhammad Rasyid Ridla, Sa’ad Zaghlul dan lain-lainnya. Kemudian dari Muhammad Rasyid Ridla lahir pula tokoh-tokoh pergerakan yang dalam orbit pemahaman mereka ini, seperti Hasan Al-Banna dengan Ikhwanul Musliminnya (gerakan politik yang didominasi nuansa Liberalisme plus Sufisme), Dr.Taufiq Abdullah dengan gerakan Qur’aniyahnya (yaitu gerakan yang mengingkari Al-Hadits), Dr. Taqiyuddin An-Nabhani dengan Hizbut Tahrirnya (sebagai gerakan politik murni yang dibangun di atas pemahaman Mu’tazilah ekstrim) dan masih banyak lagi tokoh-tokoh pergerakan yang banyak menimbulkan fitnah perpecahan di kalangan kaum Muslimin dan semua pergerakan tersebut sepakat untuk memusuhi dakwah Ahlus Sunnah wal Jamaah.
Tampil pula dari gerakan Rasyid Ridla tokoh intelektual yang amat getol menyerukan persatuan antara Syi’ah Rafidlah Imamiyah dengan Islam atau dengan kata lain “Persatuan Sunnah - Syi’ah”. Tokoh tersebut ialah Prof. Dr. Mahmud Syaltut (Rektor Al-Azhar – Mesir, waktu itu). Kemudian dari gerakan Dr. Taufiq Abdullah muncullah Mahmud Abu Rayah seorang intelektual Mesir yang amat sinis terhadap Islam dan menafsirkan Islam sesuai dengan selera budaya Barat. Dia menulis buku berjudul Sorotan Terhadap As-Sunnah dan Abu Hurairah Pendusta Pertama Dalam Islam yang membangkitkan para ulama’ Ahlus Sunnah wal Jamaah untuk menulis beberapa buku bantahan terhadap berbagai tuduhan keji Abu Rayah terhadap Abu Hurairah dan segenap periwayat hadits dari kalangan Shahabat Nabi shallallahu `alaihi wa sallam, juga dari kalangan para ulama’ Hadits generasi-generasi sesudahnya. Di antara para ulama’ Ahlus Sunnah yang paling tajam dan ilmiah tulisannya untuk membantah tesis Abu Rayah tersebut ialah As-Syaikh Al-‘Allamah Abdurrahman bin Yahya Al-Ma’lami Al-Yamani rahimahullah. Abu Rayah dengan tulisannya ini menyebabkan gelar Doktornya dari Universitas Al-Azhar dicabut oleh Universitas tersebut dan kemudian segera Universitas Sorbone Prancis memberinya gelar Doktor setelah pencabutan gelar tersebut dari Al-Azhar.
Kemudian di India dan Pakistan muncul pula tokoh-tokoh intelektual sejenis dari kaki tangan imperialis Barat, yaitu Sayyid Amer Ali dan kemudian Prof. Dr. Fazlur Rahman. Dari Fazlur Rahman inilah lahir para kader-kader intelektual yang menjadi duta penyebaran pola pikir produk imperialisme Barat. Para kader guru besar tersebut ialah antara lain di Indonesia seperti Prof. Dr. Nur Khalis Majid, Dr. Imaduddin Abdur Rahim. Dan muncul pula ilmuwan sejenis di Indonesia, seperti Prof. Dr. Munawir Syadzali, Dr. Jalaluddin Rahmat dan masih banyak lagi. Mereka ini bertugas melancarkan gerakan Westernisasi pemahaman umat Islam terhadap agamanya. Yaitu menggiring umat Islam untuk menafsirkan ajaran-ajaran Islam sesuai dengan pola fikir Barat yang sekuler dan materialis. Inilah sesungguhnya penjajahan pola fikir umat Islam untuk menumbuhkan mental terjajah pula. Atau dengan kata lain diistilahkan dengan Neo-Imperialisme Barat dalam bentuk mental spiritual.
DEMOKRATISME JERAT POLITIK IMPERIALIS
Disamping menjajah pola pikir serta mental dan spiritual umat Islam, Barat melancarkan pula penjajahan dalam bentuk sistem politik yang menjerat negara-negara Islam dengan dalih upaya menegakkan hak asasi manusia dan demokrasi. Sehingga penguasa yang dimunculkan di negara-negara Islam selalu bermental oportunis dan memfungsikan dirinya sebagai mandor pengawas terhadap bangsanya untuk membela supremasi hegemoni imperialis Barat. Sementara itu dalam rangka menguasai pikiran rakyat jelata, para kaki tangan imperialis Barat melansir isu perjuangan membela nasib kaum buruh dan tani dengan konsep perjuangan sosialisme / komunisme. Sedangkan kalangan ekonomnya dicekoki dengan konsepsi Yahudi yang dibangun di atas prinsip-prinsip kedhaliman, yaitu:
1). Riba’ atau rente yang sering diistilahkan dengan bunga atau insentif yang sesungguhnya adalah pemerasan pihak piutang terhadap potensi ekonomi pihak yang berhutang. Sehingga yang punya modal dapat memfungsikan pihak yang tidak punya modal sebagai sapi perahannya.
2). Monopoli jalur keuntungan atau lebih tepatnya keserakahan meraih keuntungan pribadi dan membendung pihak lain memperoleh keuntungan itu.
3). Efisiensi modal dengan moto : membeli semurah-murahnya dan menjual dengan semahal mungkin. Inilah yang disinyalir oleh Allah Ta’ala sebagai golongan Al-Muthaffifin, yaitu golongan manusia dhalim yang apabila membeli minta dilebihkan timbangan / sukatannya dan apabila menjual dia pun mengurangi timbangan / sukatan (lihat Al-Muthaffifin 1 – 6).
Segenap aktifitas ekonomi di dunia, dibangun di atas tiga prinsip tersebut dan segenap Dunia Islam dikondisikan untuk tergantung dan terikat dengan sistem ekonomi ini.
Kaum imperialis Barat juga mencengkeramkan kuku penjajahannya dalam bidang sosial budaya melalui gerakan demoralisasi dan penetrasi (penyusupan) budaya asing. Praktek perang candu yang pernah dilancarkan imperialis Barat ke negeri Cina diterapkan sepenuhnya ke Dunia Islam dengan kuantitas dan kualitas yang berlipat ganda. Prostitusi (pelacuran), narkoba (narkotika dan obat-obat terlarang), perjudian, pergaulan bebas laki perempuan, film-film dan gambar porno, pembudayaan mode-mode pakaian terbuka aurat atau pakain ketat membentuk lekuk-lekuk tubuh dan berbagai bentuk demoralisasi lainnya. Dengan gerakan yang demikian ini tumbuhlah bangsa-bangsa Muslimin yang lemah mentalnya, minder, penakut dan pesimistis ketika berhadapan dengan hegemoni imperialis Barat. Dengan mentalitas yang demikian inilah para ilmuwan dari anak-anak Muslimin belajar ilmu pengetahuan dan tehnologi (iptek) Barat. Sehingga segala upaya transfer iptek dari Barat ke Dunia Islam tidak dapat melepaskan negara-negara Islam dari jerat ketergantungan kepada negara-negara imperialis Barat.
Untuk mengontrol dan mengkoordinir segenap cengkeraman imperialis Barat terhadap dunia khususnya Dunia Islam, dibentuklah lembega-lembaga internasional dalam berbagai bidang garapan, meliputi bidang poleksosbudhankam (politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan). Lembaga-lembaga tersebut mengharuskan seluruh negara-negara yang ada di dunia, khususnya negara-negara Islam menjadi anggautanya atau menyediakan dirinya dibawah kontrol lembaga-lembaga tersebut. Untuk sebagai peringatan, saya sebutkan sebagian lembaga-lembaga internasional imperialis Barat itu; yaitu:
1). United Nation (Perserikatan Bangsa-bangsa) lengkap dengan Dewan Keamanannya sebagai lembaga yang bertugas mengontrol seluruh negara-negara di dunia untuk menjunjung tinggi supremasi hegemoni imperialis Barat. Lembaga ini juga berfungsi untuk mengkoordinir segala bentuk penekanan terhadap negara mana saja yang mengganggu kepentingan global imperialis Barat.
2). Bank Dunia (World Bank) dengan segenap lembaga-lembaga keuangan yang di bawahnya, bertugas mengendalikan dan mengontrol sistem ekonomi dunia agar tidak lepas dari cengkraman mafia perampok internasional imperialis Barat.
3). Amnesti Internasional yang bergerak dalam bidang hukum untuk mengontrol seluruh dunia agar tunduk kepada hukum dengan dasar falsafah hukum Barat. Lembaga ini memberi credit point bagi negara-negara yang patuh kepada kemauan Barat, dan sebaliknya memberi penilaian negatif bagi negara yang dinilai tidak mau tunduk kepada kemauan Barat. Bagi negara yang mendapatkan credit point dari lembaga ini, segenap fasilitas ekonomi dari lembaga-lembaga keuangan internasional akan diberikan kepadanya. Sebaliknya negara yang raportnya merah, lebih sulit mendapat fasilitas ekonomi dari lembaga-lembaga keuangan tersebut.
4). Komisi Internasional Hak Asasi Manusia, sebagai lembaga yang mengawasi pelanggaran hak asasi orang-orang yang dianggap manusia oleh mereka. Yaitu orang-orang yang menjadi kaki tangan imperialis Barat. Adapun selain mereka ini tidak dianggap manusia oleh lembaga ini sehingga segala bentuk penganiayaan terhadap manusia golongan ini tidak dianggap pelanggaran hak asasi manusia. Lembaga ini bertugas memobilisasi gerakan penekanan politik dan ekonomi kepada negara yang dianggap melanggar hak asasi manusia mereka.
Dan masih banyak lagi lembaga-lembaga internasional yang merupakan lembaga-lembaga imperialis Barat untuk menjaga supremasi hegemoni mereka di seluruh dunia khususnya Dunia Islam. Melalui lembaga-lembaga tersebut, imperialis Barat mampu menekan seluruh negara-negara bekas jajahan mereka di dunia untuk tunduk kepada kepentingan mereka. Mereka juga membangun jaringan masmedia internasional, sehingga segala bentuk penggiringan opini massa di dunia ini di tangan mereka. Maka dengan demikian lengkaplah pengepungan imperialis Barat kepada dunia khususnya Dunia Islam.
Makar Imperialis Barat Terhadap Indonesia
Indonesia sebagai negara Muslimin yang terbesar jumlah penduduk Islamnya dan paling besar potensi ekonominya dan paling strategis wilayah perairannya serta paling besar pula kansnya untuk memperoleh kemajuan ipteknya berhubung upaya peningkatan mutu sumber daya manusianya yang cepat. Dengan demikian Indonesia mampu bangkit menjadi negara besar setingkat negara super power. Perkembangan Indonesia yang dinilai oleh para kaki tangan imperialis Barat mulai mengarah kepada “Islamisasi” di segala bidang, cukup meresahkan mereka. Bahkan gerakan mencaplok Indonesia melalui program-program: Kristenisasi, deIslamisasi, sekularisasi, demoralisasi dan marjinalisasi (peminggiran peran) Ummat Islam; semua program-program tersebut dirasa akan terancam gagal bila stabilitas politik Indonesia terus berlangsung.
Maka mulailah bergerak segenap organ makar imperialis untuk membangkitkan gerakan penghancuran Indonesia. Amerika Serikat dan segenap negara-negara Barat bermuka dua dalam menyikapi maraknya gerakan separatis di seluruh Indonesia. Negara-negara imperialis tersebut memberikan statement resmi mendukung integritas nasional Indonesia. Tetapi mereka menggerakkan LSM – LSM mereka untuk memberikan dukungan moril maupun materiil kepada berbagai gerakan-gerakan separatis tersebut. Bersamaan dengan itu instabilitasi politik dengan kamuflase demokratisasi, serta upaya mengkondisikan ekonomi Indonesia dalam jeratan krisis moneter, terus berlangsung. Dengan dua tekanan ini (instabilitas politik dan krismon), negara kesatuan Republik Indonesia semakin tergantung kepada belas kasihan dunia Barat. Sehingga setiap kepala negara yang tampil memimpin negara ini harus menampilkan loyalitasnya kepada kepentingan imperialis Barat di Indonesia. Dalam kondisi negara dan bangsa yang demikian, berbagai kekuatan salibis (kaum salib) dan komunis serta kaum oportunis berkoalisi untuk menggalang konspirasi (persekongkolan) menghianati bangsa dan negara Indonesia yang kesekian kalinya dengan memobilisasi gerakan-gerakan separatis di seluruh Indonesia.
George Soros, pengusaha besar Yahudi Amerika Serikat menjadi komandan inti gerakan pengganyangan terhadap Indonesia. Dia menyerang nilai tukar mata uang Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat di pasar uang Singapura, sehingga nilai tukar Rupiah anjlok terhadap Dollar AS sampai Rp. 15 000,- per Dollar AS. Akibatnya Indonesia dihimpit krismon yang amat berat dan harga-harga sembilan bahan pokok naik dengan tajam sehingga meresahkan rakyat banyak. Mulailah dibiayai berbagai gerakan pengerahan massa turun ke jalan dengan isu sentral “menuntut reformasi” politik.
Perusahaan-perusahaan besar milik AS dan negara-negara Barat menghentikan operasinya sehingga jutaan buruh di PHK dan penyusutan pendapatan negara dengan sangat drastis. Menyusul para investor asing menarik modalnya dari Indonesia dengan alasan keamanan yang semakin runyam, sehingga banyak perusahaan besar gulung tikar diikuti dengan jutaan buruh kehilangan pekerjaannya. Semua pengganyangan dalam bidang ekonomi itu diarahkan untuk menciptakan kesengsaraan di kalangan rakyat jelata sehingga keresahan mereka dengan mudah diekploitasi untuk menjadi amuk massa serta gerakan pembangkangan rakyat terhadap pemerintah Orde Baru.
Dalam pada itu, lembaga rentenir (lintah darat) internasional IMF menjerat Indonesia dengan pemberian hutang guna “menolong” ekonomi Indonesia. Maka seluruh gerakan perekonomian Indonesia di bawah kontrol lembaga tersebut secara langsung. Dengan demikian leher perekonomian Indonesia sudah diikat dengan tali kekang imperialis Barat. Isu pelanggaran hak asasi manusia membayang-bayangi segenap jajaran pemerintahan Orba sipil maupun militer. Sehingga aparat keamananpun dibelenggu oleh isu tersebut, akibatnya tidak berani bertindak tegas terhadap massa yang semakin brutal dan tak terkendali.
Ancaman anarkhisme semakin mencekam sehingga Presiden Suharto mengundurkan diri dan digantikan oleh Wakil Presiden Habibie. Dengan berbagai himpitan tersebut, hampir segala keinginan imperialis Barat dituruti dan dilayani baik-baik oleh pemerintah. Beberapa keputusan penting telah diperoleh dari pemerintah demi kepentingan imperialis Barat dalam rangka skenario penghancuran Indonesia. Keputusan-keputusan tersebut adalah sebagai berikut:
1). Pemilu multi partai dengan sebebas-bebasnya segera dilaksanakan.
2). Kebebasan mass media diberikan seluas-luasnya.
3). Pembebasan tapol (tahanan politik) yang berarti pembebasan segenap tokoh-tokoh PKI dan yang sealiran dengannya.
4). ABRI dipecah menjadi dua yaitu TNI dan POLRI sehingga memberi peluang adanya rivalitas di antara keduanya.
5). Propinsi Timor Timur dilepaskan dari NKRI di bawah pengawasan PBB.
Setelah berhasil menelorkan dan menjalankan segenap keputusan tersebut, berakhirlah pemerintahan Presideb Habibie yang hanya berlangsung kurang lebih limaratus hari dengan cara yang sangat tragis.
Lima keputusan penting ini amat strategis bagi skenario penghancuran Indonesia, dengan rincian skenario sebagai berikut:
1). Dengan kebebasan mendirikan partai politik, memberi peluang kalangan imperialialis Barat membiayai partai-partai tertetu yang kiranya dapat dimanfaatkan sebagai kendaraan politik mereka untuk mengantarkan para kaki tangan mereka ke jenjang kekuasaan tertinggi guna mengendalikan sepenuhnya negeri ini. Mereka melalui pemilu yang sebebas-bebasnya menyusun skenario penghancuran Indonesia dengan menampilkan jajaran elit politik yang oportunis dan rela menjadi ujung tombak makar terhadap bangsa dan negaranya demi keuntungan pribadi atau kelompoknya. Model penghancuran Uni Sovyet yang dipimpin oleh presidennya sendiri dengan isu glasnost dan perestroika, tampaknya diterapkan sepenuhnya dalam skenario penghancuran Indonesia. Maka melalui pemilu yang penuh berisi teror mental dan fisik terhadap rakyat serta gerakan money politik (politik uang), ditampilkanlah kepemimpinan nasional yang amat mendukung gerakan separatis di seluruh Indonesia serta bersemangat memecah belah berbagai komponen bangsa. Maka serentaklah gerakan adu domba antar suku dan antar berbagai penganut agama-agama meletus dalam bentuk berbagai kerusuhan SARA. Gerakan separatis di Aceh yaitu GAM mendapat pengakuan diplomatik, kongres rakyat Papua di Irian Jaya yang memperjuangkan lepasnya Irian Jaya dari NKRI diberi dukungan materi dan perlindungan hukum, gerakan pemberontakan Kristen di Maluku dengan FKMnya (Front Kedaulatan Maluku) mendapat perlindungan militer dan politik serta perlindungan hukum istimewa. Presiden Abdurrahman Wahid adalah presiden separatis dalam sejarah NKRI yang paling memprihatinkan dan paling memalukan. Dia ditampilkan untuk memuluskan jalan bagi Megawati Sukarno Putri sampai di kursi Presiden RI, sehingga para kaki tangan imperialis Barat dengan mudah akan menguasai berbagai posisi penting dalam kabinetnya. Presiden Megawati nantinya juga diskenariokan untuk tetap mendukung berbagai gerakan separatis di seluruh Indonesia. Dengan demikian proses kehancuran Indonesia akan semakin cepat.
3). Kebebasan pers memberi peluang bagi para investor asing untuk memborong saham perusahaan pers secara langsung. Maka bergeraklah George Soros membeli saham Metro TV, SCTV, RCTI. Juga membeli saham majalah dan koran TEMPO serta berbagai mass media lainnya. Ini berarti upaya penguasaan mass media di Indonesia dilakukan langsung dan pada gilirannya nanti opini rakyat akan dikendalikan oleh kalangan imperialis Barat secara langsung.
4). Pembebasan para tapol PKI membangkitkan ancaman baru terhadap umat Islam dan dikondisikan untuk terbentuknya kekuatan komunis yang kiranya dapat berfungsi bagi imperialis sebagai ring pengaman dari ancaman “bahaya kekuatan Islam”. Artinya, dendam massa PKI terhadap umat Islam dapat dieksploitir untuk menjadi kekuatan yang dapat menghadang kekuatan Islam yang besar kemungkinan akan terus melakukan perlawanan terhadap skenario penghancuran Indonesia.
5). Pengebirian institusi hankam (pertahanan dan keamanan). Sehingga institusi yang mengawal integritas nasional dan stabilitas keamanan didesposisikan dari fungsi teretorialnya. ABRI dipecah menjadi dua dengan politik belah bambu, yaitu dianak tirikannya TNI dan dianak emaskannya POLRI. Kekuatan KOPASUS dari TNI diperkecil dan kekuatan BRIMOB dari POLRI dilipatgandakan kualitas maupun kuantitas personel dan peralatan perangnya. Sementara itu tidak ada lagi undang-undang yang menjadi payung operasi TNI maupun POLRI setelah undang-undang subersif dicabut dan terus-menerus diambangkannya rancangan undang-undang PKB.
Indonesia semakin terancam dari kemungkinan rivalitas aparat pertahanan dan keamanannya dan tentunya fungsi TNI / POLRI sebagai pengawal integritas Nasional dan stabilitas keamanan akan sangat terhalang dengan posisi yang demikian ini.
6). Pelepasan propinsi Timor Timur membangkitakan semangat separatisme propinsi-propinsi lainnya khususnya propinsi yang banyak didominasi oleh pihak salibis (kalangan salib). Modus operandi proses pelepasan Timtim diterapkan di Maluku, Irian Jaya dan propinsi lainnya. Propinsi-propinsi yang bernafsu separatis telah menyaksikan betapa besar dukungan internasional terhadap gerakan separatis tersebut, sehingga meningkatkan keberanian mereka untuk mendeklarasikan nafsu separatis mereka itu.
Demikianlah berbagai skenario penghancuran Indonesia yang masih terus dilancarkan sampai hari ini. Semua upaya makar jahat tersebut tidak lepas dari upaya kembalinya hegemoni imperialis Barat terhadap Indonesia dengan politik masih seperti dulu yaitu devide et impera (dipecah belah untuk dikuasai). Dan ini adalah juga dalam rangka perang salib terhadap kaum Muslimin.
PENUTUP
Sifat dakwah Ahlus Sunnah wal Jamaah yang rahmatan lil alamin (sebagai kasih sayang bagi segenap alam semesta) menempatkannya sebagai gerakan yang sangat konfrontatif terhadap nafsu serakah kalangan imperialis Barat di manapun. Sifat-sifat dakwah Ahlus Sunnah wal Jamaah itu ialah:
1). Ahlus Sunnah wal Jamaah adalah sebagai angkatan perang yang terus-menerus berperang membela kebenaran dan memerangi kebathilan sampai hari kiamat. Mereka selalu memenangkan perang karena peperangan yang mereka lancarkan selalu dibawah bimbingan Ulama’ Ahlul Hadits sehingga terus-menerus di atas kebenaran. Hal ini ditegaskan oleh Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam dalam sabdanya sebagai berikut:
(hadits)
“Tidak akan hilang sekelompok dari umatku selalu berperang di atas kebenaran. Mereka selalu menang sampai hari kiamat.” (HR. Muslim dalam Shahihnya no. 1923 Kitabul Imarah, dari Jabir bin Abdullah radliyallahu `anhu).
2). Ahlus Sunnah wal Jamaah selalu menyeru manusia kepada tauhid dan memberantas kemusyrikan, menyeru kepada Sunnah Nabi (ajaran Nabi) dan memberantas bid’ah (penyimpangan dari ajarannya). Menyeru kepada ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya dan mencegah segenap kemaksiatan.
3). Ahlus Sunnah wal Jamaah sangat menganjurkan kesabaran untuk tidak memberontak kepada penguasa Muslimin walaupun penguasa Muslim tersebut berbuat dhalim. Oleh karena itu Ahlus Sunnah wal Jamaah sangat menentang pemberontakan kepada pemerintah Muslimin walaupun pemberontakan itu diatasnamakan perjuangan Islam.
4). Ahlus Sunnah wal Jamaah amat getol menyebarkan ilmu Al-Qur’an dan As-Sunnah (Al-Hadits) dengan pemahaman para shahabat Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam, serta berusaha menghidupkan ilmu-ilmu tersebut dengan amalan nyata di tengah-tengah umat Islam. Sehingga dengan sebab ini Ahlus Sunnah wal Jamaah amat mentang gerakan deIslamisasi, demoralisasi, sekularisasi dan marjinalisasi umat Islam.
5). Ahlus Sunnah wal Jamaah berwala’ (berloyalitas) terhadap kaum Muslimin dan berbara’(anti pati) terhadap orang-orang kafir dan munafiqin dari kalangan ahli bid’ah dan para pecundang.
6). Ahlus Sunnah wal Jamaah selalu bersikap adil terhadap kawan maupun lawan dan mencegah semua pihak berbuat kedhaliman.
Dengan prinsip-prinsip tersebut, berlangsunglah konfrontasi terus menerus antara Ahlus Sunnah wal Jamaah dengan segenap antek-antek imperialis di manapun Ahlus Sunnah berada. Demikian pula yang terjadi di Indonesia ini, Ahlus Sunnah selalu memelopori perlawanan terhadap segala skenario penjajahan kembali Indonesia. Kekuatan imperialis amat besar dibanding dengan betapa lemahnya posisi umat Islam. Tetapi semua kekuatan imperialis itu amat kecil di hadapan kekuatan Allah yang Maha Besar sehingga Ahlus Sunnah wal Jamaah amat optimis akan menang menghadapi hegemoni imperialis Barat di Indonesia ini dengan bantuan dan pertolongan Allah Ta`ala dan bersandar kepada kekuatan-Nya.
Wallahu a`lam bis-shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar