Laporan Akhir Konferensi Internet tentang Prakarsa Pencegahan Konflik
I. Pengenalan ......................................................................... 3
II. Latar Belakang ..................................................... 3
III. Menangani Penyebab-penyebab Ketidakamanan di Indonesia........................................... 4
Memahami Penyebab-penyebab Ketidakamanan ......................................................... 4
Mencari Penyelesaian.................................................. 5
IV. Keutuhan Wilayah Indonesia .................................................................... 5
Kemungkinan Disintegrasi.............................................. 5
Apakah Kesatuan Wilayah Baik untuk Indonesia? ....................................................... 6
Apakah Kemerdekaan Lebih Baik untuk Provinsi-provinsi?........................................ 6
Dampak Disintegrasi terhadap Kawasan ini ............................. 7
Menangani Penyebab-penyebab Ketidakamanan dan Kesatuan Negara ............. 7
V. Sejarah................................................................. 8
Stabilitas Rezim Orde Baru.............................................................. 8
Berakhirnya Rezim Orde Baru.............................................................. 8
Dampak Pemerintahan Otoriter............................................................. 9
VI. Sistem Politik ................................................................... 9
Demokratisasi........................................................... 9
Desentralisasi ...................................................................... 10
Kekurangan Badan-badan yang Stabil .................................. 11
Pimpinan............................................................... 12
Peranan Pihak Militer.................................................. 13
VII. Masyarakat dan Kebudayaan .................................................................... 14
Peranan Golongan Elite Politik dan Sosial dalam Reformasi ............... 14
Peranan Masyarakat Sipil.................................................................... 15
Ketegangan Antargolongan................................................. 16
VIII. Sistem Ekonomi ......................................................................... 17
Makroekonomi ........................................................................ 17
Penanaman Modal Asing ......................................................................... 18
Saingan untuk Sumber Daya ....................................................................... 19
Penghidupan yang Dapat Berkelanjutan ................................ 19
IX. Peranan LSM........................................................... 20
X. Lampiran ...................................................................... 23
Lampiran A – Daftar Peserta................................................................. 23
I. PENGENALAN
Prakarsa Pencegahan Konflik dari Program Harvard untuk Penelitian Kebijakan Kemanusiaan
dan Konflik menyelenggarakan konferensi internet “Menangani Penyebab-penyebab
Ketidakamanan di Indonesia” dari tanggal 5 Juni sampai dengan 14 Juni 2001. Lebih dari seratus
cendekiawan yang terhormat, aktivis LSM dan pegawai dipilih dari Indonesia dan dari seluruh
dunia untuk mengambil bagian dalam forum yang penting ini. Para peserta dipilih dengan
saksama untuk mewakili berbagai pandangan mengenai penyebab-penyebab ketidakamanan
yang ada sekarang ini.
Tujuan konferensi ini adalah untuk mengadakan forum tertutup untuk pertukaran informasi dan
analisis tentang penyebab-penyebab ketidakamanan sosial, politik dan ekonomi di Indonesia
serta membincangkan strategi yang paling efektif untuk pencegahan konflik di negara tersebut.
Konferensi ini bertujuan menggunakan fasilitas konferensi internet untuk mempermudah
pembicaraan antara cendekiawan dan pelaksana di seluruh dunia tentang strategi pencegahan
konflik. Saluran ini memberi peluang untuk menghubungkan sekelompok individu yang
beraneka ragam. Banyak antara mereka yang tidak dapat bertemu dalam forum tatap muka biasa.
Laporan ini menyampaikan ringkasan hal-hal utama dan hasil perbincangan internet tersebut, dan
termasuk juga rekomendasi kebijakan yang diusulkan oleh para peserta untuk badan-badan yang
terlibat dalam promosi keamanan kemanusiaan di Indonesia. Laporan ini merumuskan
sumbangan dari lebih dari 100 peserta, dan banyak antara mereka merupakan warga Indonesia.
Masukan mereka tidak disensor dan melambangkan beraneka pendapat politik. Peranan Program
Harvard adalah menyampaikan berbagai pandangan ini dan menyaring rekomendasi yang
inovatif dari perbincangan tersebut, dan bukan untuk menentukan nilai atau sesuai tidaknya
pemerhatian para peserta. Dengan demikian, laporan ini dan rekomendasi yang
dikemukakan mencerminkan pendapat para peserta dan tidak seharusnya pendapat dari
Program Harvard.
Bagian permulaan laporan ini menggariskan latar belakang sejarah ketidakamanan sekarang ini,
membincangkan tantangan yang dihadapi oleh pencegahan konflik di Indonesia dan
menyebutkan pertimbangan penting bersangkutan dengan keutuhan wilayah Indonesia. Bagian
berikutnya menganalisis penyebab-penyebab ketidakamanan kemanusiaan di kancah sejarah,
politik, sosiobudaya dan ekonomi. Bagian penutup memfokuskan pada peranan LSM.
Rekomendasi yang diberikan merupakan usulan yang nyata tentang cara untuk menganjurkan
keamanan kemanusiaan dalam setiap bidang fokus.
II. LATAR BELAKANG
Dengan lebih dari 210 juta penduduk, Indonesia merupakan negara dengan populasi keempat
terbesar di dunia. Dewasa ini Indonesia menghadapi tantangan sosial, politik dan ekonomi yang
besar. Setelah terjadinya krisis moneter Asia yang dahsyat pada tahun 1997 dan runtuhnya pada
tahun 1988 rezim Suharto yang telah berkuasa selama 32 tahun, banyak warga Indonesia
mengharapkan masa depan yang bebas dari korupsi dan penindasan. Pemilihan umum pada
tahun 1999 memberikan kuasa kepada pemerintahan di bawah pimpinan Abdurrahman Wahid,
4
yang menghapuskan kuasa pemerintah terhadap media dan telah berupaya menangani banyak
masalah pemerintahan yang serius di Indonesia. Meskipun ada perkembangan ini antara lain,
negara ini menghadapi ketegangan politik, ekonomi, etnis dan agama yang telah berkali-kali
mengakibatkan pertumpahan darah.
Pemerintahan Abdurrahman Wahid sedang menghadapi krisis kredibilitas yang menyebabkannya
kurang berupaya berkuasa secara efektif terhadap pihak militer, parlemen, atau pelaku ekonomi
yang ternama, yang semuanya ingin memelihara kuasa dan pengaruh mereka. Walaupun
Presiden Abdurrahman Wahid digantikan oleh Wakil Presiden Megawati yang populer,
pemerintah masih akan menghadapi rintangan yang besar. Meskipun ekonomi telah berkembang
dengan pertumbuhan hampir 4 persen dalam tahun 2000, masih diperlukan reformasi meluas
untuk mencapai potensinya yang besar.
Dalam kurun waktu yang sama, ketegangan etnis dan agama telah menimbulkan kekerasan di
banyak tempat di kepulauan ini dan tiada banyak perbaikan. Setelah Timor Timur berpisah pada
tahun 2000, kaum separatis di provinsi Aceh melancarkan kebangkitan bersenjata yang baru,
dalam upaya mencapai kemerdekaan. Di Irian Jaya (yang baru-baru ini dinamakan Papua Barat),
kegiatan separatis juga sedang menentang kuasa Indonesia. Di Kepulauan Maluku, perkelahian
antara kaum Kristen dan Muslim telah mengakibatkan lebih dari 4.000 jiwa terkorban sejak
bulan Januari 1999.
Di samping ketegangan ekonomi, politik, etnis dan agama, kepulauan yang luas ini mengalami
sekitar 7.000 gempa bumi setiap tahun. Operasi penebangan kayu secara besar-besaran yang
tidak terkawal telah menghasilkan kawasan bencana lingkungan di banyak tempat di negara ini
dan telah memusnahkan tempat tinggal dan masyarakat asli di seluruh kepulauan ini.
Untuk informasi selanjutnya, silakan melihat uraian yang diterbitkan oleh Program ini di
http://preventconflict.org/portal/main/background_overview.php.
III. MENANGANI PENYEBAB-PENYEBAB KETIDAKAMANAN DI INDONESIA
Memahami Penyebab-penyebab Ketidakamanan
Indonesia sedang menghadapi bukan hanya satu tetapi banyak krisis, dan setiap krisis
mempunyai berbagai penyebab, dengan berbagai dampak terhadap keamanan penduduk di
negara ini. Kepulauan ini menghadapi krisis ekonomi, politik dan institusional serta tantangan
terhadap keutuhan negara. Penyebab-penyebab ketidakamanan pada masa ini rumit dan saling
bersangkut paut, dan antara akibatnya adalah masalah transisi, kelemahan institusional,
kemerosotan ekonomi, kekuasaan militer serta perbedaan agama, kemajemukan etnis, dan
hubungan pusat-pinggir yang bermasalah.
Semua faktor ini berhubung kait secara rumit dan tidak dapat dipisahkan dengan mudah. Daerahdaerah
yang amat berlainan di negara yang luas ini menghadapi gabungan keadaan yang
berbeda-beda, dan memerlukan tanggapan yang spesifik dengan konteksnya.
5
Mencari Penyelesaian
Menurut beberapa pengamat, krisis yang dihadapi oleh Indonesia adalah biasa bagi negara yang
sedang mengalami transisi dasar sedemikian, dan oleh karena itu seharusnya tidak terlalu
menimbulkan keprihatinan. Namun, jangka waktu antara timbulnya masalah dan
penyelesaiannya menyebabkan penderitaan dan ketidakamanan bagi penduduk negara ini.
Mencari penyelesaian untuk ketidakstabilan Indonesia sekarang ini tidak mudah dan secara dasar
bersangkut paut dengan persoalan memahami Indonesia baik pada masa lalu maupun sekarang
ini. Dalam rangka mengembangkan gagasan-gagasan untuk perubahan yang konstruktif, penting
agar segala segi krisis sekarang ini dimengerti, dan cara untuk membatasi kemerosotan
selanjutnya ditentukan, untuk menangani masalah-masalah yang paling asas dan mendesak, dan
mulai bersiap sedia untuk masa depan jangka pendek dan jangka panjang.
Beberapa komentator mempertanyakan apakah penyelesaian dapat ditemukan dalam rangka
undang-undang dasar, struktur, wilayah dan status quo ideologi, dan mengusulkan pemikiran
semula keadaaan sekarang secara meluas akan diperlukan untuk maju ke depan. Persoalan yang
paling mendasar yaitu keutuhan wilayah negara Indonesia membatasi strategi yang dapat
dipertimbangkan untuk menganjurkan keamanan warga Indonesia. Dengan demikian, hal
pertama yang harus ditangani adalah apakah mungkin dan diinginkan agar Indonesia tetap
merupakan negara yang bersatu, dan jika tidak, pilihan apa yang mungkin dapat digunakan.
Banyak pelaku yang berlainan mempunyai peranan dalam menangani keamanan warga Indonesia
dan sedang mengubah keadaan agar semakin membaik. Pelaku-pelaku ini termasuk pemerintah
Indonesia, badan-badan dan donor internasional, LSM dalam dan luar negeri serta warga
Indonesia perorangan yang mempunyai komitmen terhadap membangun kedamaian.
Rekomendasi di bawah ditujukan kepada semua golongan pelaku ini dan diintegrasikan dalam
penelitian ringkas penyebab-penyebab ketidakamanan di Indonesia.
IV. KEUTUHAN WILAYAH INDONESIA
Kemungkinan Disintegrasi
Tahun-tahun terakhir ini, pergerakan separatis telah mulai semakin mengancam keutuhan
wilayah dan kesatuan kepulauan yang beraneka ragam ini. Persoalan kesatuan Indonesia
mempunyai dampak terhadap stabilitas daerah tertentu dan negara ini pada keseluruhannya, serta
terhadap stabilitas seluruh Asia Tenggara. Bagian ini membincangkan kemungkinan dan
keinginan untuk memelihara keutuhan wilayah Indonesia.
Disintegrasi Indonesia tidaklah sebegitu mungkin seperti hal yang sering disebutkan oleh warga
Indonesia dan pihak luar, paling tidak pada jangka pendek. Namun, kekurangan data dan
perkiraan yang meyakinkan berarti bahwa hal ini seharusnya tidak diabaikan begitu saja. Banyak
analis tidak yakin bahwa kemerdekaan Timor Timur baru-baru ini akan meningkatkan semangat
separatis lebih daripada secara jangka pendek. Perbedaan sejarah dan budaya menjadikan Timor
6
Timur perkara yang khusus dan contoh yang kurang sesuai untuk aspirasi separatis di daerah
lain.
Pelaku politik bersatu dalam tentangan mereka terhadap disintegrasi dalam bentuk apapun.
Kesatuan Indonesia merupakan salah satu argumentasi antara kaum elite politik. Kaum elite ini
cenderung menganggap “separatisme” sebagai pengkhianatan perjuangan negara Indonesia untuk
kemerdekaannya dan terhadap para perwira yang mengorbankan diri mereka untuk tujuan
tersebut. Angkatan bersenjata mungkin sekali tetap menentang pemisahan wilayah.
Alasan untuk pemisahan wilayah berbeda antara daerah dengan sumber alam yang kaya dan
daerah yang kurang sumber alam. Daerah miskin kurang mungkin ingin berpisah, karena akan
menjadi negara terpisah yang kurang beruntung dan bergantung kepada pemindahan sumber dari
daerah yang lebih kaya. Provinsi-provinsi yang paling mungkin berpisah termasuk Aceh dalam
jangka menengah dan Papua Barat (Irian Jaya) dalam jangka yang jauh lebih panjang. Daerah
yang mempunyai sumber alam yang kaya seperti Riau dan Kalimantan Timur tidak mempunyai
pergerakan kemerdekaan yang lama berdiri.
Namun, kelangsungan ekonomi daerah-daerah terpisah ini pada masa depan bukan satu-satunya
pertimbangan. Perjuangan kemerdekaan juga digerakkan oleh keinginan untuk kebebasan, tanpa
memperhatikan akibat ekonomi.
Tampaknya pergerakan separatis tidak begitu mungkin memecahkan negara Indonesia pada
tahun-tahun mendatang. Namun, jika keruntuhan pusat politik terjadi secara tidak terduga,
perpecahan negara dapat menjadi lebih mungkin.
Apakah Kesatuan Wilayah Baik untuk Indonesia?
Meskipun banyak pihak menganggap Indonesia yang tidak bersatu suatu hal yang menakutkan,
dengan adanya kemungkinan serius terjadinya kekacauan dan hilangnya usaha pasca merdeka
bertahun-tahun, pihak lain menganggap disintegrasi secara lebih optimis. Ada yang yakin bahwa
krisis status quo tidak dapat diatasi tanpa mendirikan negara atau negara-negara baru pada masa
depan. Para optimis ini telah membandingkan Indonesia dengan keadaan di Pakistan, yang telah
bertahan sebagai negara walaupun hilang separo dari penduduknya kepada negara baru yang
terbentuk, yaitu Bangladesh.
Namun, dengan adanya tentangan angkatan bersenjata terhadap segala gagasan untuk berpisah,
akibat upaya ke arah disintegrasi akan parah dan merugikan, baik dari segi keuangan maupun
kemanusiaan, yang berarti akan tercetusnya kekerasan dan dialami dampaknya yang
melumpuhkan pembangunan.
Apakah Kemerdekaan Lebih Baik untuk Provinsi-provinsi?
Pemisahan wilayah tidak akan menyelesaikan segala masalah di provinsi-provinsi dan mungkin
menimbulkan masalah sendiri. Meskipun beberapa pengamat menganggap bahwa bentuk
federalisme atau kemerdekaan akan memanfaatkan provinsi yang lebih maju paling tidak dari
segi ekonomi, provinsi yang lebih miskin mungkin menderita dari akibat ekonomi yang lebih
buruk.
7
Perjuangan kemerdekaan yang penuh kekerasan akan mengancam keamanan kemanusiaan secara
serius. Pada jangka panjang, kehidupan masyarakat di negara-negara kecil yang kurang teratur
mungkin tetap kurang aman dengan ancaman kemiskinan. Seorang peserta berpendapat bahwa
kebanyakan orang akan memilih untuk tinggal di negara Indonesia yang bersatu, karena
menganggap diri mereka sebagai “orang Indonesia”, pada dasarnya mementingkan kehidupan
aman yang memungkinkan penghidupan keluarga mereka, dan ingin sekali menjauhkan diri dari
kekerasan selanjutnya.
Dampak Disintegrasi terhadap Kawasan ini
Ada perbedaan pendapat mengenai dampak disintegrasi Indonesia terhadap kawasan sekitarnya.
Beberapa pelaku regional prihatin bahwa perpecahan wilayah mungkin menghasilkan banyak
negara yang kurang stabil dengan dampak yang tidak terduga terhadap keamanan dan
perdagangan. Keprihatinan yang utama adalah keamanan jalan air untuk Jepang dan Korea serta
kawasan Selat Melaka yang penting. Kemungkinan negara Islam merdeka di Aceh
mengkhawatirkan pihak yang prihatin tentang stabilitas masyarakat Muslim di Malaysia, selatan
Thailand dan Filipina. Dampak mana-mana negara baru terhadap keamanan dan perdagangan
tidak mungkin diduga dan mempunyai risiko tinggi. Bukan hanya negara di kawasan ini yang
akan menerima dampaknya, tetapi juga semua pelaku yang mempunyai kepentingan ekonomi
atau politik di kawasan ini.
Menangani Penyebab-penyebab Ketidakamanan dan Kesatuan Negara
Ada perbedaan pendapat apakah negara bersatu, atau alternatifnya yaitu sistem federal, akan
meningkatkan atau mengurangi keamanan bagi penduduk di Indonesia dan kawasan ini.
Meskipun beberapa analis tidak menganggap perlu untuk memikirkan pilihan lain dan
mempertimbangkan pemisahan sebagai cara yang mungkin untuk meningkatkan keamanan,
banyak antara mereka yakin bahwa disintegrasi akhirnya akan menimbulkan kekerasan dan
kekacauan.
Penting agar warga Indonesia – bukan saja kaum elite, dan tidak termasuk pihak luar –
mengambil bagian dalam membuat keputusan mengenai bagaimana entitas Indonesia akan
didefinisikan pada masa depan. Pada masa ini yang kurang tenteram, pihak luar harus memberi
dukungan untuk Indonesia yang bersatu dan tidak sebaliknya mempertanyakan kaitannya atau
penting tidaknya kesatuan. Namun, mungkin ada titik yang tidak harus dilampaui oleh siapapun
untuk mengelakkan disintegrasi.
Rekomendasi:
! Upaya untuk menangani penyebab-penyebab ketidakamanan di Indonesia harus
dibincangkan dalam konteks kesatuan negara Indonesia, karena kesatuan yang
berkelanjutan tampaknya hasil yang paling mungkin pada tahap ini. Gagasan-gagasan
harus dikembangkan untuk menangani beberapa keprihatinan pihak separatis melalui
kedaulatan terbatas di mana pendekatan ini dapat dilaksanakan dan mendatangkan
manfaat.
8
V. SEJARAH
Banyak pengamat yakin bahwa analisis terhadap Orde Baru zaman Suharto (1976-1988)
memberi konteks yang berguna untuk memahami penyebab-penyebab krisis sekarang ini dan
juga untuk membentuk rangka untuk menangani penyebab-penyebab ketidakamanan setelah
periode transisi yang rusuh.
Stabilitas Rezim Orde Baru
Rezim Orde Baru amat stabil dari tahun 1988 sampai tahun 1988. Secara internasional, rezim ini
menerima manfaat dari situasi perang dingin dan dukungan Amerika Serikat terhadap rezim
antikomunis. Dukungan Amerika Serikat kuat sekali di Asia Tenggara, di mana rezim
antikomunis diharapkan mengimbangi kemenangan Komunis pada tahun 1975, untuk
domestikasi Islam dan mendukung penanaman modal asing. Rezim Orde Baru sendiri
menggalakkan pembangunan ekonomi sosial yang pesat serta kedamaian dengan kuasa-kuasa
Islam. Meskipun korup, rezim tersebut tidak sebegitu curang untuk menjadi penghalang
pembangunan atau untuk menyebabkan masyarakat internasional menjauhkan diri. Dari segi
dalam negeri, rakyat merasakan bahwa aspek-aspek rezim yang kurang jujur merupakan suatu
hal yang dapat diterima, untuk keadaan ekonomi yang membaik dan kelas menengah yang
bertambah besar. Masyarakat Muslim tidak menganggap rezim tersebut sebagai ancaman
terhadap upaya selanjutnya untuk mengislamkan seluruh negara.
Berakhirnya Rezim Orde Baru
Setelah tahun 1988, stabilitas rezim Orde Baru diruntuhkan. Di tingkat internasional, runtuhnya
Uni Soviet berarti bahwa negara Barat tidak lagi bersedia mendukung rezim antikomunis.
Pembantaian di Dili pada tahun 1991 mengubah kesediaan Amerika Serikat dan Eropa untuk
mempunyai hubungan militer di Indonesia. Rezim ini menanggapi separatisme yang baru di
Aceh dan pengalaman runtuhnya Uni Soviet, yang dianggap telah disebabkan oleh kebijakan
yang lebih terbuka; dan yakin bahwa pergerakan sedemikian harus diberantas untuk menyatukan
negara. Pada waktu yang sama, anak-anak Suharto menjadi semakin tamak, dan korupsi serta
pelanggaran susila mencapai tingkat yang tidak dapat diterima lagi. Deregulasi pada tahun 1983
– 1995 akibat harga BBM yang rendah memungkinkan bank-bank melakukan kegiatan
pemutihan uang. Pasar model terbuka mendatangkan tingkat perhatian dan risiko yang tidak
terduga. Warga Indonesia – kaum miskin di kota, kelas menengah dengan kehidupan yang
semakin mewah, serta semangat regional yang meningkat dan masyarakat yang lebih beragama –
mulai berasa bahwa pengorbanan mereka untuk rezim tersebut terlalu tinggi. Mereka
menginginkan lebih banyak keadilan dan kebebasan tepat pada saat rezim tersebut berupaya
menguranginya. Stabilitas diruntuhkan karena rezim tersebut dan masyarakat dalam negeri
berupaya memandu negara ini ke arah yang saling bertentangan.
9
Dampak Pemerintahan Otoriter
Selama lebih dari tiga darsawarsa pemerintahan otoriter telah meninggalkan kesan yang kekal
terhadap masyarakat Indonesia dan mengurangi kemampuannya untuk menghadapi krisis
belakangan ini. Badan-badan pemerintah telah bertahun-tahun mengalami keadaan tidak efisien,
tidak cakap, tidak mempedulikan hukum dan korup, yang tidak dapat diterima lagi. Rezim
otoriter juga menghalang pengembangaan masyarakat sipil yang diperlukan untuk demokrasi
yang cergas. Badan-badan otoriter menghalang pengikutsertaan dalam pemerintahan, dan metode
pendidikan ideologi di sekolah dan universitas serta media yang terkawal berarti bahwa
masyarakat Indonesia pada dewasa ini hanya mempunyai pengertian yang kurang sekali tentang
pentingnya masyarakat sipil. Warisan pendekatan “atas ke bawah” dari Orde Baru terhadap
pencegahan dan penanggulangan konflik telah menyebabkan warga tidak cukup sedia untuk
menangani banyak hal, dari pelanggaran hak asasi manusia sampai keperluan untuk peningkatan
sanitasi. (Perincian selanjutnya mengenai badan-badan pemerintah dan keperluan untuk
pengembangan masyarakat sipil disebutkan secara khusus di bagian-bagian selanjutnya.)
Krisis-krisis di Indonesia pada dewasa ini kebanyakannya merupakan hasil pengalaman
pemerintahan otoriter selama puluhan tahun, diikuti oleh keruntuhannya. Untuk maju ke depan,
mungkin berguna agar Indonesia mencurahkan tenaganya untuk memahami zaman Orde Baru
Suharto. Upaya sedemikian mungkin membantu masyarakat sipil dan pemerintah menerima
sejarahnya.
Rekomendasi:
! Upaya untuk maju ke depan dan menerima peristiwa masa lalu dapat melibatkan Komisi
Kebenaran dan Rekonsiliasi sebagaimana yang bermanfaat bagi tujuan ini di negara Chile
pasca Pinochet dan di Afrika Selatan pasca apartheid.
VI. SISTEM POLITIK
Demokratisasi
Dengan latar belakang otoriter ini, tantangan mereformasi dan membangun kembali negara
Indonesia amatlah besar, dan dari sudut pandang banyak pihak pergolakan tertentu tidak dapat
dielakkan. Transisi telah dilaksanakan dengan begitu cepat sampai gagasan baru langsung
dijadwalkan untuk diterapkan. Malah ada pihak yang mencurigai bahwa cepatnya transisi
merupakan cara yang sengaja untuk memastikan proses ini tidak akan berhasil, dan dengan
demikian menjadikan pemerintahan otoriter masa lalu lebih menarik bagi masyarakat umum.
Tradisi sosiobudaya belum berkembang dengan cukup cepat untuk berpadanan dengan cepatnya
perubahan politik. Banyak masyarakat setempat belum berpeluang untuk memperoleh pengertian
tentang demokrasi karena tiada pengalaman dalam sejarah politik Indonesia yang dapat dijadikan
contoh. Mereka menginginkan “demokrasi” tetapi tampaknya tidak bersetuju mengenai apa
sebenarnya arti kata tersebut dan bagaimana demokrasi harus diterapkan. Tambahan pula, tiada
calon yang jelas untuk mewakili kepentingan warga dalam transisi ini dan pihak yang berkuasa
belum banyak berubah.
10
Demokratisasi tidak akan menyelesaikan semua masalah di Indonesia dan hanya didukung keras
oleh kaum elite politik di daerah kota, yang hanya membentuk sebagian kecil jumlah penduduk.
Dibandingkan dengan tempat lain di dunia, warga Indonesia tidak menganggap demokrasi satusatunya
ragam pemerintahan yang mungkin, tetapi sebaliknya suatu bentuk aturan ekonomi dan
politik antara berbagai pilihan.
Pembentukan badan-badan demokrasi yang dipertanggungjawabkan oleh elektorat mungkin
membawa sumbangan yang paling besar untuk kesejahteraan warga Indonesia, meskipun
melibatkan banyak tantangan. Unsur-unsur yang penting dari proses demokratisasi adalah
pendidikan masyarakat di tingkat masyarakat mengenai keadaan cita-cita demokrasi dan
pengembangan masyarakat sipil, sebagaimana yang dibincangkan di bawah.
Rekomendasi:
! Demokratisasi di Indonesia harus menerima dukungan dan diperbolehkan berkelanjutan
secara pasti dan tetap. Dukungan harus diberikan kepada badan-badan yang berusaha
mendidik warga Indonesia, terutama di provinsi-provinsi, mengenai cita-cita demokrasi
dan sifat kewarganegaraan demokrasi.
Desentralisasi
Banyak pihak menganggap bahwa demokrasi hanya akan berkembang di Indonesia dengan
peningkatan desentralisasi kuasa dari pusat di Jawa. Sejak kemerdekaan, presiden-presiden
Indonesia telah memusatkan kuasa di tempat tersebut. Sistem administrasi umum dan perpajakan
masih amat berpusat di Jakarta, suatu orientasi yang telah menjadi penghalang pembangunan,
terutama di provinsi-provinsi yang mempunyai sumber alam yang kaya.
Banyak pengamat telah menyambut baik upaya pemerintah ke arah desentralisasi sebagai usaha
untuk memberikan provinsi di luar lebih banyak kuasa dalam pencapaian keputusan politik dan
ekonomi. Mereka mempunyai pandangan bahwa desentralisasi merupakan balasan yang masuk
akal bagi tuntutan untuk pemerintahan mandiri di banyak daerah.
Namun, beberapa masalah dalam upaya-upaya ini telah timbul. Menurut banyak pihak,
desentralisasi, seperti demokratisasi, telah dilaksanakan dengan terlalu cepat. Dalam banyak hal,
pemindahan tanggung jawab telah mengakibatkan desentralisasi korupsi dan sikap tidak efisien,
dan bukannya desentralisasi kuasa. Banyak daerah yang gelepar akibat desentralisasi, dan
beberapa analis khawatir bahwa langkah-langkah masa depan mungkin menyebabkan
ketegangan regional semakin parah. Ada juga masalah kepaduan, dengan kekurangan koordinasi
yang jelas antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat yang berfungsi secara independen.
Banyak pemerintah daerah mempunyai pengalaman pemerintahan yang amat kurang dan tidak
mempunyai kemampuan untuk berfungsi. Banyak pihak dalam pemerintahan, terutama Wakil
Presiden Megawati, menentang langkah desentralisasi selanjutnya karena alasan-alasan ini antara
lain.
Tambahan pula, beberapa peraturan pemerintahan mandiri yang baru – misalnya di Sumatera
Barat – telah berdasarkan anggapan bahwa masyarakat bersifat homogen dan dengan demikian
mengabaikan kehadiran banyak migran dan transmigran. Contoh seperti ini menonjolkan
11
perlunya hak dan kebutuhan masyarakat minoritas terjaga dalam proses desentralisasi, yang
mungkin sulit dicapai di daerah-daerah yang mengalami ketegangan.
Desentralisasi juga merupakan suatu penyelesaian yang penting bagi ketegangan di Indonesia
pada dewasa ini tetapi banyak rintangan dan masalah terhadap penerapannya masih belum
diatasi. Para analis berbeda pendapat apakah proses ini harus dilambankan. Deselerasi juga
mungkin terbukti kurang populer dan tidak dapat diterima secara politik, serta kurang diinginkan.
Namun demikian, melambankan proses ini secara diam-diam mungkin perlu untuk memastikan
adanya perencanaan yang lebih baik di Jakarta maupun persiapan yang lebih baik di daerahdaerah.
Beberapa perincian yang kecil namun penting harus dipertimbangkan. Ini termasuk mekanisme
fiskal antar-pemerintah untuk memastikan agar daerah miskin menerima uang yang cukup dan
juga agar pemerintah daerah tidak diberi tanggung jawab atas penyelenggaraan anggaran belanja
yang besar secara mendadak, karena mereka kurang berpengalaman dalam hal ini. Aspek penting
yang lain termasuk menganjurkan peraturan dan pengawasan yang ditingkatkan, dengan
memperhatikan pemerintahan dan pertanggungjawaban yang baik di daerah-daerah dan
mengadakan pengawasan untuk memastikan agar jasa-jasa pokok seperti jasa kesehatan tidak
terganggu.
Rekomendasi:
! Upaya untuk desentralisasi sistem pemerintahan di Indonesia harus menerima dukungan.
Para analis dalam negeri harus terlibat dalam memastikan agar desentralisasi
berkelanjutan dilaksanakan dengan cara yang teratur dan efektif.
! Dukungan harus diberikan untuk meningkatkan perencanaan upaya desentralisasi masa
depan. Para ahli harus diberikan peranan dalam menghasilkan strategi-strategi untuk
Jakarta, dan proyek-proyek regional untuk mempersiapkan badan pemerintah setempat
untuk peranan yang baru harus dipertimbangkan. LSM dalam negeri maupun
internasional serta para donor dapat memainkan peranan dalam persiapan ini.
! Harus diperhatikan perincian seperti peningkatan peraturan dan pengawasan,
penyelenggaraan dan pertanggungjawaban yang baik, serta berlanjutnya jasa-jasa pokok.
Kekurangan Badan-badan yang Stabil
Dalam periode transisi demokrasi ini, salah satu tantangan paling sulit yang dihadapi oleh sistem
politik Indonesia adalah kekurangan badan-badan yang kekal di setiap tingkat pemerintahan,
yang dapat digunakan oleh rakyat sebagai saluran untuk mengungkapkan keperluan dan aspirasi
mereka. Ini merupakan warisan zaman Orde Baru, sewaktu rezim tidak mendirikan dan
memberikan kuasa kepada badan-badan yang dapat terus berjalan. Akibatnya, ada badan-badan
yang tidak berfungsi dengan baik dari tingkat kelurahan sampai tingkat nasional. Tambahan pula,
korupsi yang meluas dan endemis tetap ada di semua tingkat sistem politik, administrasi,
peradilan dan militer.
Kekurangan badan-badan yang stabil dan tidak korup menjadi rintangan yang besar untuk upaya
demokrasi dan desentralisasi yang efektif di Indonesia.
12
Rekomendasi:
! Pemerintah dan masyarakat sipil di Indonesia harus mengembangkan strategi-strategi
untuk membangun badan-badan yang lebih efektif. Upaya ini harus menerima dukungan
bulat dari masyarakat internasional dan harus dikembangkan untuk menghasilkan
prakarsa agar pekerja dapat menjadikan badan-badan mereka lebih efektif dan bebas dari
korupsi.
! Di antara keperluan yang paling mendesak adalah pengembangan kepegawaian negeri
yang lebih efisien, di mana para pekerja dilatih dengan baik dan menerima gaji yang
mencukupi, serta sistem peradilan yang independen dan bebas dari korupsi, yang
membagikan pertanggungjawabannya tanpa memperhatikan hubungan etnis, agama atau
kekuasaan.
Pimpinan
Setelah mundurnya Suharto, Indonesia telah terus berusaha mencari tokoh yang mampu mengisi
vakum pimpinan dan mampu memperjuangkan demokrasi, keadilan dan masyarakat sipil.
Meskipun Presiden Abdurrahman Wahid amat dihormati, beliau tidak berhasil mengurangi
konflik antar-golongan dan telah memperbolehkan pihak militer kembali berkuasa. Para
pemimpin sekarang ini mulai berkuasa pada masa ketidakpastian dan kekacauan, dan tampaknya
tidak dapat menghasilkan lingkungan yang perlu untuk pengembangan demokrasi selanjutnya.
Pimpinan yang kukuh diperlukan agar warga Indonesia dapat bekerja sama menangani
kesilapan-kesilapan masa lalu. Tuntutan untuk pimpinan yang kukuh mungkin tampaknya tidak
sepadan dengan cita-cita demokrasi dan cita-cita melibatkan semua pihak – misalnya, caloncalon
kemungkinannya akan berasal dari Jawa. Namun pimpinan yang kuat tetapi masih
melibatkan semua pihak dalam rangka demokrasi, baik di Jakarta maupun di semua provinsi,
merupakan alat yang penting untuk menangani ketidakamanan pada dewasa ini. Akhir sekali,
para pemimpin baru harus berusaha untuk memperoleh kepercayaan rakyat.
Cara-cara baru harus ditemukan untuk mengembangkan nilai-nilai kepemimpinan antara
pemerintah sekarang dan masa depan dengan pegawai-pegawai LSM. Rekomendasi di bawah
berisi saran untuk program pelatihan yang dapat diterapkan demi membantu mengembangkan
kemahiran-kemahiran ini.
Rekomendasi:
! Galakan dan dukungan harus diberikan kepada LSM dalam negeri yang berupaya
mengembangkan program pelatihan kepemimpinan untuk pemimpin Indonesia muda
masa depan. Pelatihan ini harus mengajar kemahiran kepemimpinan serta
mengembangkan pemahaman demokrasi, keadilan sosial, pemerintahan yang baik,
masyarakat sipil dan hak asasi manusia.
! Program-program pelatihan dalam negeri untuk para pegawai pemerintah, anggota
parlemen daerah dan pemimpin daerah juga harus dikembangkan lagi. Program-program
ini juga harus mengajar kemahiran seperti fasilitasi dan penyelesaian konflik berdasarkan
13
masyarakat, serta menyampaikan pemahaman dasar mengenai penyelenggaraan sumber
alam yang berkelanjutan.
! Strategi-strategi juga harus dicari untuk mengembangkan proyek-proyek yang cemerlang
namun kecil, dan menggunakan proyek-proyek kecil ini yang berhasil sebagai contoh.
Peranan Pihak Militer
Pihak militer Indonesia telah dianggap oleh banyak pihak sebagai penyebab yang integral, tetapi
mungkin juga sebagai penyelesaian yang mungkin, bagi banyak masalah ketidakamanan yang
sedang dihadapi oleh warga Indonesia. Mespikun ada banyak kekurangannya, tampaknya sudah
pasti bahwa angkatan bersenjata akan terus memainkan peranan yang penting, karena masih
merupakan salah satu badan yang mempunyai pengalaman penyelenggaraan yang nyata. Warga
Indonesia dan pihak luar harus berupaya memastikan agar peranan ini bersifat konstruktif.
Angkatan bersenjata dianggap oleh beberapa pihak sebagai badan yang paling bertanggung
jawab atas memecahbelahkan negara ini melalui pelanggaran hak asasi manusia, kekejaman,
korupsi dan intimidasi. Pengkritik-pengkritik hal ini juga memerhatikan bahwa puluhan tahun
kerja sama dengan angkatan bersenjata lain dan pelatihan luar negeri belum meyakinkan pihak
militer untuk menentang korupsi, untuk memberi kuasa kepada pimpinan sipil atau untuk
mempertahankan hak asasi manusia. Anggota staf senior tidak menerima hukuman untuk
kekejaman masa lalu di Aceh, Timor dan terutama di Timor Timur. Ketiadaan
pertanggungjawaban dan kekebalan ini telah menyebabkan angkatan bersenjata tidak
mempunyai alasan untuk mengurangi kekerasan. Contoh keganasan yang berkelanjutan adalah
kebijakan militer yang terus-menerus di Aceh. Parlemen Indonesia telah memberikan kuasa
kepada pihak militer untuk melaksanakan “operasi militer terbatas” (baru-baru ini dinamakan
“operasi pengamanan terbatas”). Operasi ini ditujukan kepada pimpinan para separatis dari
Gerakan Aceh Merdeka. Malah juru bicara resmi angkatan bersenjata telah mengakui bahwa
sulit untuk menjamin tidak akan ada mangsa sipil. Ada yang berpendapat bahwa jumlah kaum
sipil yang dibahayakan oleh angkatan bersenjata di Aceh mungkin sebanyak 1 orang setiap 4
jam.
Pengamat lain yakin bahwa reformasi militer telah lebih maju daripada yang dituntut oleh
pengkritik. Bukti untuk mendukung pendapat ini dapat dilihat dari tentangan militer baru-baru
ini terhadap pengumuman keadaan darurat dan pembubaran parlemen, meskipun mungkin ada
juga alasan-alasan yang lebih bersifat politik untuk tentangan militer.
Ada perbedaan pendapat mengenai cara pemerintah Indonesia dan pihak luar harus berhubungan
dengan pihak militer. Banyak pengamat yang berwaspada terhadap kompromi dan yakin bahwa
tekanan yang berkelanjutan akan diperlukan untuk menempatkan angkatan bersenjata ke pinggir
politik dan membatasi kegiatannya kepada kancahnya yang biasa. Pendapat yang bertentangan
menekankan bahwa penolakan untuk berinteraksi dengan pihak militer sebagai pelaku politik
akan mengecualikan pelaku yang penting dan tidak memanfaatkan peluang untuk
mengembangkan masa depan pihak militer.
Batas-batas ekonomi adalah antara penyebab keterlaluan militer yang utama. Pemerintah
Indonesia menyediakan dana bagi hanya 25% keperluan angkatan bersenjata dari segi biaya
hidup, gaji dan peralatan militer. Kekurangan ini mengakibatkan tentara pada semua tingkat tetap
14
mencari uang, dan ini menimbulkan gangguan terhadap tugas-tugas mereka dan memberikan
mereka sebab untuk menjadikan warga sipil mangsa mereka. Di daerah-daerah di mana
separatisme berleluasa dan masyarakat tidak bersedia membantu pihak militer, upaya tentara
untuk mendapatkan uang kurang populer. Di samping itu, keterlibatan pihak militer dalam
perusahaan juga dikritik secara luas.
Kurang mungkin bahwa pemerintah yang hemat akan dapat menyediakan dana yang cukup bagi
angkatan bersenjata pada tahun-tahun mendatang tetapi harus dipertimbangkan mekanismemekanisme
untuk meningkatkan profesionalisme militer dan maju ke arah pemberian dana
militer yang transparan.
Rekomendasi:
! Peningkatan dalam gaji militer dapat membantu menghapuskan korupsi di kalangan
militer dan menghapuskan penyebab kelakuan yang serakah di kalangan tentara, dan
permusuhan sipil yang merupakan akibatnya. Kepastian tentang keadaan keuangan dapat
meluangkan waktu dan tenaga untuk melatih tentara, misalnya, mengenai peraturan yang
harus mereka patuhi dan perlakuan terhadap masyarakat sipil dengan perikemanusiaan.
Untuk dana yang cukup bagi peningkatan gaji, pengurangan dalam jumlah tentara harus
dipertimbangkan, karena tentara yang kurang tetapi lebih profesional akan dapat
melaksanakan tugas yang sama.
! Di daerah-daerah yang menghadapi krisis di mana kelakuan profesional menjadi asas
mencapai tujuan misi, tentara dapat dibayar “gaji perang” yang jauh lebih tinggi dan
dapat diberikan dana khusus untuk membeli peralatan.
! Jika keterlibatan militer dalam bisnis masih diperlukan, perusahaan-perusahaan harus
transparan dan mematuhi garis panduan yang berlaku bagi perusahaan dan badan amal
lain di Indonesia. Pemeriksaan keuangan perusahaan militer secara terperinci, serta
kegiatan lain di luar anggaran belanja harus dipertimbangkan.
! Di samping itu, polisi harus direformasi dan dilatih tentang cara pengawalan massal tanpa
kekerasan, dan bertindak sebagai pembantu independen untuk angkatan bersenjata.
VII. MASYARAKAT DAN KEBUDAYAAN
Peranan Golongan Elite Politik dan Sosial dalam Reformasi
Jurang yang besar antara golongan elite dan kebanyakan warga Indonesia dapat dilihat dari
pandangan yang berlainan dari kedua pihak tentang reformasi. Menurut banyak pengamat,
“reformasi” bagi golongan elite berarti memperoleh akses kepada hak istimewa yang
sebelumnya hanya diberikan kepada kelompok yang paling dekat dengan Suharto. Oleh karena
golongan elite sekarang telah mempunyai akses kepada kuasa politik dan bisnis yang
menguntungkan, mereka telah berhenti menuntut reformasi selanjutnya dan sebaliknya
menginginkan ketertiban dan stabilitas. Banyak pihak yang yakin bahwa golongan elite pada
dasarnya bersifat konservatif dan tidak bersedia membahayakan kelebihan-kelebihan mereka.
15
Bagi warga Indonesia yang lain, banyak hal yang masih menguntungkan dari proses reformasi.
Mereka beramai-ramai menginginkan lebih banyak partisipasi politik, proses peradilan yang
berpegang pada kebenaran, penghapusan korupsi, dan tingkat keterbukaan dan transparansi yang
lebih tinggi dalam pemerintahan. Banyak daerah masih kurang maju, dan penduduknya miskin
dan tidak diwakili secara efektif. Demokratisasi dan desentralisasi selanjutnya akan memerlukan
hubungan baru antara semua rakyat dan pemerintah, bukan saja antara golongan elite politik.
Beberapa pengamat yakin bahwa kuasa globalisasi dan keharusan untuk bersaing dalam pasar
modal dan barang global akan menggalakkan reformasi global. Namun di Indonesia, tampaknya
sebagian dari golongan elite telah menerima manfaat globalisasi tanpa merasakan perlunya
perubahan.
Golongan elite memegang kebanyakan kekuasaan dalam masyarakat Indonesia, kelas menengah
tetap lemah, dan mobilitas sosial masih rendah. Maka keterlibatan golongan elite dalam
reformasi mungkin sekali diperlukan untuk demokratisasi yang efektif
Rekomendasi:
! Proyek-proyek yang mendidik golongan elite mengenai reformasi harus dipertimbangkan
dan didukung.
! Harus ada upaya untuk memahami bagaimana struktur dorongan yang dihadapi golongan
elite mempengaruhi kesediaannya untuk terlibat dalam reformasi.
Peranan Masyarakat Sipil
Pimpinan Orde Baru mengabaikan suatu langkah pembangunan negara, yaitu membentuk
masyarakat sipil yang kukuh untuk membantu menjamin stabilitas demokrasi. Masyarakat sipil
yang meruntuhkan rezim otoriter akan harus mempunyai nilai-nilai yang lain untuk selanjutnya
mengkonsolidasikan demokrasi. Dalam sistem baru, masyarakat sipil harus dapat melibatkan diri
dalam kompromi politik dan perbedaan pendapat dalam masyarakat, suatu hal yang akan
mengurangi kemampuan mereka untuk bersatu menentang rezim yang tidak demokratis. Kecuali
jika masyarat sipil dibarui, akan menjadi sulit sekali untuk mengkonsolidasikan demokrasi di
Indonesia.
Masyarakat sipil mempunyai peranan yang penting untuk dimainkan dalam menuntut
transparansi, melacak korupsi dan menjembatani jurang antara rakyat dan pemerintah.
Masyarakat sipil yang aktif dapat meningkatkan kemajemukan dan kreativitas dalam
pemerintahan daerah, meningkatkan penyampaian dan mutu jasa-jasa pemerintah, mengurangi
sikap toleran terhadap korupsi dan menambah tekanan untuk pertanggungjawaban, antara
perubahan sosial lain yang penting. Untuk analisis selanjutnya, lihatlah bagian di bawah
mengenai Peranan LSM.
Rekomendasi:
! Suatu cara yang penting untuk membentuk masyarakat sipil di Indonesia adalah melalui
pembentukan rangkaian kelompok yang berdasarkan minat dan kemahiran, baik di dalam
Indonesia maupun secara global. Rangkaian-rangkaian sedemikian dapat memperkukuh
16
dan memberikan kuasa kepada masyarakat sipil dengan memberi kesadaran kepada
badan-badan kecil bahwa mereka merupakan sebagian dari kekuasaan yang lebih besar
untuk reformasi dan dapat menyediakan peluang untuk bertukar pendapat dan kemahiran.
! Pengembangan kemahiran juga merupakan suatu cara untuk membentuk masyarakat
sipil. Pelatihan, terutama untuk kaum wanita dan kaum muda, dapat membantu
masyarakat membentuk masyarakat sipil kukuh yang mampu melaksanakan perubahan
sosial. Berbagai jenis program pelatihan mungkin sesuai bagi berbagai kelompok dan
mungkin termasuk kemahiran pekerjaan umum, kemahiran sosiopolitik misalnya mediasi
dan lembaga masyarakat, serta kursus kewarganegaraan yang lebih umum. Upaya ini
akan memerlukan tim-tim terlatih dari masyarakat setempat yang bersedia bekerja sama
dengan setiap masyarakat. Badan-badan internasional dapat membantu dalam
pengembangan kapasitas untuk melaksanakan pelatihan sedemikian.
! Harus dipertimbangkan upaya untuk mempromosikan semangat sukarela, terutama di
kalangan kaum muda. Para sukarelawan ini dapat memainkan peranan yang penting
dalam pelatihan orang lain, sebagaimana yang disarankan di atas.
Ketegangan Antargolongan
Menurut banyak pengamat, hubungan antara golongan-golongan yang berlainan di Indonesia
serupa dengan dinamika di tempat lain. Ada sikap toleran terhadap kaum minoritas hanya untuk
manfaat yang mereka datangkan tetapi mereka ini menjadi mangsa kekurangan toleransi dari
waktu ke waktu jika hukum tidak diperhatikan. Contoh-contoh termasuk penyeksaan terhadap
kaum Cina di Jawa secara sporadis.
Rezim-rezim masa lalu tidak membentuk kebijakan sosiobudaya yang pluralistis. Jumlah besar
para transmigran telah ditempatkan di provinsi-provinsi terpencil untuk hidup di kalangan
masyarakat asli tanpa upaya dari pemerintah untuk membantu para migran dan tuan rumah “asli”
mereka hidup bersama secara efektif. Laporan-laporan memberi gambaran bahwa kebanyakan
transmigran mengakui bahwa mereka hidup di tempat tinggal orang lain dan coba mengubah
kelakuan mereka secara pantas. Di samping itu, banyak masyarakat “tuan rumah” mempunyai
tradisi menyambut kedatangan para migran, dan lebih senang dengan tempat yang berpenduduk
dibandingkan dengan yang kosong. Namun baru-baru ini telah banyak tercetusnya peristiwa
kekerasan antara kelompok-kelompok ini. Penyelesaian bagi masalah ini tidak harus berarti
bahwa setiap migran harus pulang ke tempat asalnya, karena dekrit sedemikian akan
menggerogoti kemungkinan untuk masa depan yang pluralistis dan demokratis.
Sewaktu masyarakat di Indonesia tidak terasa terancam, mereka jauh lebih mungkin bersikap
toleran terhadap orang luar. Malah mereka mungkin dapat mencari jalan untuk menerima
manfaat dari kedatangan pendatang baru. Pada hal lain, setelah tercetusnya kekerasan,
membentuk kembali masyarakat yang pluralisits menjadi jauh lebih sulit. Perbincangan antara
para analis, penyokong dan media massa diperlukan untuk membicarakan cara untuk memupuk
tradisi pluralisme sebelum perlunya penyelesaian konflik.
Rekomendasi:
17
! Harus ada upaya untuk membantu masyarakat campur mencari jalan demi
mengimbangkan kepentingan pendatang baru dan masyarakat tuan rumah tanpa
kekerasan. Di samping itu, hal ini harus dilakukan dengan hati-hati untuk memastikan
agar tiada persepsi bahwa salah satu pihak mempunyai kekebalan hukum.
! Harus digalakkan dan didukung dialog tentang cara untuk memupuk tradisi pluralisme,
dengan menggunakan contoh dari Indonesia dan dari seluruh dunia.
! Di mana telah tercetusnya kekerasan, dialog dengan masyarakat harus didirikan di
daerah-daerah yang dipersoalkan, dengan memanfaatkan kemahiran mediasi dan
penyelesaian konflik dari masyarakat setempat dan dukungan luar di mana perlu.
VIII. SISTEM EKONOMI
Indonesia menghadapi situasi ekonomi yang jauh lebih serius dibandingkan dengan mana-mana
negara Asia lain yang mengalami dampak krisis moneter tahun 1997. Pemerintah menghadapi
banyak tantangan dalam hal ini, yang akan mempunyai dampak yang besar terhadap kesatuan
nasional.
Makroekonomi
Di banyak daerah, telah ada kemajuan dalam pemulihan dari krisis moneter. Namun, masalah
ekonomi yang besar masih berada di daerah pusat dan dapat mendatangkan pengaruh buruk
terhadap daerah terpencil dan menimbulkan kekerasan antargolongan.
Sampai akhir kuartal keempat pada tahun lalu, ekonomi berprestasi cukup baik, kurang lebih
selaras dengan negara lain di kawasan ini. Namun, krisis pimpinan dan keadaan dingin antara
presiden dan parlemen telah mengakibatkan situasi yang berbahaya di mana defisit anggaran
belanja mungkin menanjak sampai 6% GDP. Tantangan ekonomi yang utama adalah
menstabilkan rupiah, dan meningkatkan nilai rupiah agar kembali ke nilainya pada tahun 1997.
Para pengamat yakin bahwa golongan elite tidak bersedia memberi pengorbanan yang diperlukan
untuk mencapai stabilitas mata uang. Rakyat biasa mengerti pentingnya harga impor dan ekspor
tetapi tanpa pemimpin yang kuat dan penuh komitmen, tiada pihak yang mewakili kepentingan
mereka dalam hal ini.
Masalah lain termasuk kekurangan dana pemerintah. Dana yang kurang menghalang kemampuan
pemerintah untuk berfungsi secara efektif tanpa korupsi pada periode transisi ini. Penyelesaian
masalah ini tidak akan ditemukan dengan membebankan jumlah kecil pembayar pajak yang ada
saat ini. Sebaliknya, harus ada perombakan total dan ditambah jumlah pembayar pajak. Ini
mungkin memakan waktu yang lama untuk dicapai dan mungkin menghadapi tentangan dari
masyarakat umum. Namun, keberhasilan agen pajak di Indonesia baru-baru ini dalam
meningkatkan jumlah orang yang terdaftar untuk pajak merupakan suatu tanda yang
menggalakkan.
Rekomendasi:
18
! Harus ada upaya untuk mencari jalan mewakili kepentingan rakyat biasa dalam proses
pencapaian keputusan di tingkat lokal, dan menyampaikan pandangan mereka kepada
sistem politik pusat.
! Pemerintah Indonesia harus didukung dalam upayanya untuk menstabilkan rupiah.
! Untuk mengatasi kekurangan dana pemerintah, sistem perpajakan di Indonesia harus
terus berusaha agar pendaftaran untuk pajak ditingkatkan, terutama antara golongan kaya
di Indonesia.
Penanaman Modal Asing
Ada banyak perbedaan pendapat mengenai pentingnya penanaman modal asing secara langsung
dalam pembangunan ekonomi Indonesia yang berkelanjutan. Beberapa analis yakin bahwa
penanaman modal asing secara langsung bukan suatu dorongan yang penting bagi ekonomi dan
bahwa pasar uang internasional bersifat terburu-buru dan merupakan sumber pedoman ekonomi
yang tidak dapat dipercayai. Para analis ini berpendapat bahwa penanaman modal asing secara
langsung hanya menyumbangkan 3-6% investasi total, hanya mempekerjakan sebagian kecil
tenaga buruh, dan kurang menyumbang kepada peningkatan teknologi dalam sektor manufaktur.
Namun, analis lain tidak setuju dengan angka-angka yang mendukung argumentasi ini, dan
menyatakan bahwa minyak, gas, keprihatinan keuangan dan pinjaman peralatan tidak termasuk
dalam perhitungan sedemikian.
Pandangan ini mengemukakan bahwa negara-negara yang telah mencapai prestasi yang paling
baik di dunia, dari segi indeks pembangunan manusia serta pertumbuhan ekonomi, semuanya
menerima penanaman modal asing secara langsung. Pendapat bahwa Indonesia akan puas jika
pasaran yang kurang jujur dan pihak luar yang masuk campur akan lenyap begitu saja, tidak akan
membantu menjamin keamanan dan penghidupan masyarakat setempat atau menyelesaikan
konflik yang ada.
Meskipun peningkatan dalam penanaman modal asing secara langsung tidak begitu mungkin
mengurangi stabilitas, penanaman modal secara tidak langsung melalui saham dan pinjaman
mungkin mengurangi stabilitas jika permintaan untuk mata uang asing meningkat dan kemudian
pihak bank kewalahan.
Banyak pengamat yang mengkritik prestasi Dana Moneter International (IMF) dalam urusan
ekonomi Indonesia, dengan menyatakan bahwa IMF telah kurang realistis dalam permintaannya.
Indonesia telah memenuhi permintaan IMF untuk mengurangi subsidi atas banyak barang tetapi
mungkin masih ada tanggapan negatif dari pihak yang mengalami dampak buruk dari hal ini.
Pada masa depan, pemerintah Indonesia mungkin menghadapi masalah dalam menyetujui
persyaratan IMF; misalnya penjualan aktiva pemerintah mungkin sekali menimbulkan tentangan
dari parlemen. Meskipun prestasi IMF tidak sempurna, Indonesia harus memperbaiki
hubungannya dengan Dana ini demi mengelakkan sikap yang memburuk terhadap investor asing,
para donor bilateral dan badan-badan internasional luar negeri.
Rekomendasi:
19
! Sektor bisnis Indonesia harus terus mencari penanaman modal asing secara langsung.
Harus ada upaya untuk meningkatkan kemampuan bank-bank di Indonesia untuk
bertahan terhadap sistem keuangan internasional yang sulit diperkirakan.
! Pemerintah Indonesia harus coba memperbaiki hubungannya dengan IMF, dengan
memenuhi permintaannya sedapat mungkin, sambil menerapkan kebijakan-kebijakan
untuk mengurangi dampak buruk terhadap rakyat Indonesia.
Saingan untuk Sumber Daya
Menurut banyak ahli, ketegangan yang timbul dari pembauran masyarakat melalui transmigrasi
dan migrasi baru-baru ini disebabkan oleh ketegangan ekonomi dan bukannya pergeseran etnis
atau agama. Tantangan pencegahan konflik adalah bagaimana kepentingan ekonomi masyarakat
asli dan para pendatang dapat didamaikan.
Kedua kelompok sering berbeda pendapat mengenai pandangan dunia ekonomi. Beberapa
pengamat yakin bahwa masyarakat asli tidak akan terpikir memfokuskan bagaimana kelompok
yang berbeda dapat bekerja sama di suatu daerah. Misalnya, tidak masuk akal untuk
mempertimbangkan penjualan kayu jika penghidupan masyarakat Anda telah selama ini
bergantung kepada lokasinya dekat dengan hutan. Namun, pembangunan yang mampu
berkelanjutan jauh lebih rumit daripada hal masyarakat asli yang mencintai hutan menentang
migran serakah yang ingin menggarap sumber alam. Selama bertahun-tahun, masyarakat asli
telah menebang hutan untuk pertanian dan meningkatkan penghasilan mereka untuk membayar
biaya persekolahan, perumahan dan pakaian dengan menjual produk hutan dan menanam
tanaman jualan seperti karet, cokelat dan kopi. Dalam transformasi agraris ini, beberapa keluarga
akan lebih beruntung dan hierarki setempat akan mulai muncul. Sebagai satu contoh masalahmasalah
rumit ini, melambungnya harga cokelat di Sulawesi Tengah menarik ribuan migran baru
dari selatan untuk membeli tanah dari peladang masyarakat asli. Para peladang ini menjual tanah
mereka dan kemudiannya menyesal,. Ada yang digertak oleh orang yang ingin memperoleh
keuntungan tetapi yang lainnya tertarik oleh tawaran uang kontan.
Rekomendasi:
! Harus ada upaya untuk lebih memahami dasar ekonomi bagi banyak ketegangan antara
masyarakat asli dan para pendatang.
! Pemerintah daerah harus diberikan dukungan untuk menyelesaikan perselisihan ekonomi
melalui mekanisme mediasi yang telah ditetapkan. Proses-proses ini dapat disamakan di
seluruh Indonesia dan dikembangkan oleh pemerintah pusat.
! Kelompok masyarakat setempat yang terdiri dari anggota setiap masyarakat setempat
harus bertemu untuk membahas masalah-masalah yang mendatang dari segi sumber alam
dan prakarsa pembangunan, sebelum jelas bahwa perlunya penyelesaian konflik.
Penghidupan yang Dapat Berkelanjutan
20
Kemiskinan yang amat di provinsi-provinsi kurang maju dari segi ekonomi mengakibatkan
masyarakat lebih mudah menjadi sasaran provokasi dari kelompok politik dan lebih bersedia
menggunakan kekerasan untuk mencapai tujuan mereka. Telah dipersetujui secara meluas bahwa
membentuk penghidupan yang dapat berkelanjutan merupakan suatu hal yang penting di seluruh
negara ini, dan bahwa prestasi sedemikian akan menghasilkan barang-barang dan jasa yang
diperlukan secara meluas serta meningkatkan stabilitas dan keamanan kemanusiaan.
Menurut banyak pengamat, upaya sebelum ini untuk membentuk penghidupan yang dapat
berkelanjutan telah bersifat reaktif, dan bukannya sistematis atau mempunyai fokus. Ada jurang
waktu antara pembentukan dan penerapan kebijakan. Masih ada tantangan serius yang dihadapi
dalam memelihara penghidupan yang berkelanjutan berdasarkan uang kontan. Sumber alam yang
tidak dapat dibarui, yang begitu berlebihan di banyak provinsi, tidak dapat ditukar untuk uang
kontan secara pasti tanpa memusnahkan lebih banyak habitat yang sebelumnya memberikan
penghidupan yang berkelanjutan.
Rekomendasi:
! Kesejahteraan ekonomi masyarakat pinggir di Indonesia harus lebih ditekankan, dengan
fokus tertentu pada membentuk penghidupan yang dapat berkelanjutan dan membarui
sumber alam. Suara bulat dan koordinasi upaya ini diperlukan.
IX. PERANAN LSM
Perkembangan sektor LSM merupakan sebagian penting dalam pembentukan masyarakat sipil
dan pencegahan serta pengendalian ketegangan politik dan sosial di Indonesia. LSM di Indonesia
sebegitu pluralistis dan beraneka ragam, sama seperti masyarakat Indonesia, dengan berbagai
wawasan, metode dan besarnya operasi. LSM bergiat di seluruh Indonesia dalam upaya
meningkatkan keamanan kemanusiaan dan urusan sosial, ekonomi dan lingkungan, dan jumlah
LSM telah berkembang pesat pada tahun-tahun belakangan ini. Pada dewasa ini terdapat ribuan
badan yang aktif secara domestik. Kebanyakan LSM ini diatur secara lokal, seringkali di sekitar
perkampungan, dan ada lebih dari 100 badan nasional, serta badan gabungan seperti INFID
(Forum LSM Internasional untuk Pembangunan Indonesia).
Beberapa LSM – misalnya YLBHI, PBHI, Elsam, Kontras dan Walhi1 – memainkan peranan
yang penting dalam pergerakan prademokrasi pada zaman Suharto, dan telah coba menempatkan
diri semula dalam sistem politik baru. Badan-badan ini telah harus menanggapi fakta bahwa
pemerintah, paling tidaknya secara retorik, telah menerapkan agenda reformasi mereka dan
bahwa sejumlah bekas aktivis sekarang bekerja untuk pemerintah, malah untuk Presiden
Abdurrahman Wahid sendiri.
Beberapa peserta memerhatikan bahwa pada era reformasi ini, LSM tidak mempunyai sasaran
yang jelas dan ada kekeliruan mengenai peranannya. Mespikun jumlah LSM semakin meningkat,
hanya beberapa yang berhasil memahami masalah kekacauan politik yang dihadapi.
1 Kepanjangan akronim-akronim ini adalah: YLBHI (Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia); PBHI
(Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia); Elsam (Lembaga Studi dan Advokasi
Masyarakat); Kontras (Komisi Korban Anti Kekerasan); dan Walhi (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia).
21
Penyebab-penyebab seperti keanekaragaman benda hidup dan lingkungan dianggap sebagai
persoalan selamat yang tidak bersangkutan dengan politik, dan dengan demikian cukup populer
di kalangan donor internasional. Fokus ini telah menggalakkan LSM Indonesia merangka,
meskipun tidak selalunya untuk melaksanakan, kegiatan mereka berdasarkan syarat-syarat ini,
dan bukannya menghadapi hal-hal seperti kesenjangan status atau perebutan tanah. Ada yang
yakin bahwa kecenderungan ini mungkin telah mengurangi kemampuan untuk mewakili
kepentingan masyarakat-masyarakat setempat.
Konfrontasi baru-baru ini antara Presiden dan Parlemen dianggap telah mengelirukan LSM prodemokrasi,
yang tampaknya belum tentu apakah ingin menjauhkan diri dari perebutan kuasa dan
menekankan lagi tuntutan mereka untuk reformasi, atau untuk berpihak dengan Presiden
Abdurrahman Wahid, dan dengan demikian, mendukung cara-cara yang tidak demokratis.
Banyak LSM memainkan peranan yang penting dalam pencegahan konflik, bukan saja secara
langsung melalui kegiatan dan metode, tetapi juga secara tidak langsung; dan sebagai wakilwakil
masyarakat, kegiatan mereka mungkin menampilkan penyebab-penyebab ketegangan
setempat.
Meskipun ada kekerasan yang berkelanjutan, Aceh merupakan salah satu tempat di mana LSM
tetap giat dalam melaporkan pelanggaran hak asasi manusia dan kehilangan, menggalakkan sikap
toleran terhadap agama Islam dan mencari jalan keluar dari kekerasan ini. Namun penduduk
Aceh masih lemah, dan kurang berkemampuan menjalin hubungan antara sesama dan dengan
media internasional. Penyensoran sendiri luas terbukti melalui intimidasi dari GAM dan
pemerintah. LSM di Aceh menghadapi pilihan yang sulit untuk memilih antara kedua pihak,
yang menghalang kemampuan mereka untuk memberi kuasa kepada masyarakat sipil. Tekanan
berat dari GAM maupun pemerintah membatasi kemampuan LSM untuk mengkritik tindakantindakan
yang diambil dan melaporkan pelanggaran hak asasi manusia. Dialog antara GAM dan
pemerintah dengan pihak penengah tidak melibatkan masyarakat sipil, maka menimbulkan
frustrasi di kalangan masyarakat LSM untuk memainkan peranan sebagai pendamai.
Suatu contoh kesulitan yang dihadapi oleh sebuah LSM di Aceh adalah kelompok yang
melaksanakan usaha ke arah kemerdekaan dan melaporkan nasib penduduk Aceh ke seluruh
dunia. Berat sebelah badan ini yang jelasnya pro-kemerdekaan telah menghalangnya dari
menerima dukungan para donor internasional dari negara di mana pemerintah telah
mengungkapkan dukungan untuk “keutuhan wilayah Indonesia.”
Meskipun ada banyak tantangan dan tekanan, LSM di Aceh telah amat giat dalam banyak bidang
termasuk menangani korupsi, melibatkan masyarakat dalam perencanaan anggaran belanja, dan
pemberian kuasa kepada kaum wanita melalui kesadaran penyamaan status pria dan wanita.
Beberapa badan meneliti dampak yang mungkin timbul dari penerapan hukum Syariah
sementara ada badan lain yang berusaha membantu penduduk Aceh lain yang terpaksa berpindah
akibat kekerasan.
Rekomendasi:
! Program pelatihan dan pendidikan mengenai kemahiran mediasi dan cara menjadi pihak
penengah, dalam mendirikan badan-badan kecil, akan amat bermanfaat di provinsi22
provinsi. Program yang ada sekarang ini harus didukung dan kegiatannya ditingkatkan
agar cukup besar untuk mencapai lebih banyak orang.
23
X. LAMPIRAN
Lampiran A – Daftar Peserta
Marco Altherr
Ichlasul Amal
Kusnanto Anggoro
Bo Apslund
Jimly Asshiddiqie
Eileen Babbitt
Tim G. Babcock
Michael L. Bak
Richard W. Baker
Jacques Bertrand
Anne Bichsel
Maurice A. Bloem
Robert S. Boumphrey
John Bresnan
Ina Breuer
Jason Brown
Todd Bruce
Carmel Budiardjo
Nikki Burns
James Castle
Jeannie S. Cho
James Clad
Paul Cleveland
Harold Crouch
John Davies
Peter de Young
James L. DeHarpporte
Dana Robert Dillon
Djajadi
Joana Ebbinghaus
Robin Ellis
Michael Elmquist
Donald Emmerson
Joseph Errington
Gareth Evans
Fajrul Falaakh
Ratih Hardjono Falaakh
Wayne Forrest
Theodore Friend
Jerome Frignet
Dennis Gallagher
Jennifer Ganem
Ann Gregory
Hadar N. Gumay
Vedi Hadiz
Medelina K. Hendytio
Konrad Huber
Yulia Immajati
Ismartono
Suzaina Abdul Kadir
Meth. Kusamahadi William
Kwan HL
Cornelis Lay
Jennifer Leaning
Harald Leisch
Daniel Lev
Tania Li
Merlyna Lim
Robert Lowry
Andrew Mack
Rizal Malik
Michael Malley
Edward Masters
Masdar F. Mas'udi
Nick Mawdsley
Jenny McAvoy
Rodd McGibbon
Marcus Mietzner
Lenard Milich
Mubyarto
Yanti Muchtar
Riefqui Muna
Ann Marie Murphy
Oren Murphy
Mitsuo Nakamura
Subinay Nandy
Zakaria Ngelow
Rani Noerhadhie
Nico Schulte Nordholt
Kevin O'Reilly
Diarmid O'Sullivan
Samsu Rizal Panggabean
Bishow Parajuli
Ramadhan Pohan
Arifah Rahnawati
Ravi Rajan
Ramesh Rajasingham
Alain Retier
Marie-Josee Rheaume
M.C. Ricklefs
Fainula Rodriguez
Barnett R. Rubin
Duane Ruth-Heffebower
Tamrat Samuel
Joseph H. Saunders
Robert Scalapino
Philip Schwehm
Krishna Sen
Benni Sormin
Andy Sparkes
Chandra Lekha Sriram
Michael F. Stievater
John Strain
Iwan Gardono Sujatmiko
Sudarno Sumarto
Esty Sutyoko
Rob Thayer
Tamrin Amal Tomagola
Daniel Toole
Lampang Trijono
Shin Umezu
Djoeke Van Beest
Werner van den Berg
Michael Van Langenberg
Johanna Grombach Wagner
Chris Wangkay
Donald E. Weatherbee
Stephen Weaver
Paul Weelen
Andrea Woodhouse
Tabrani Yunis
24
Tidak ada komentar:
Posting Komentar