Oleh
M.Ilyas Marwal**
Pengantar
Menjamurnya Lembaga Keuangan Syariah (LKS) dewasa ini bukan
merupakan gejala baru dalam dunia bisnis. Keadaan ini ditandai dengan
semangat tinggi dari berbagai kalangan, baik itu para ulama, akademisi
maupun praktisi yang mengembangkan lembaga keuangan tersebut dari
sekitar pertengahan abad 20.
Hal yang tidak bisa dipungkiri, LKS menjadi pilihan bagi pelaku bisnis
sampai dengan pertengahan tahun 2001. Di Indonesia bahkan telah berdiri
ribuan lembaga keuangan syariah termasuk lembaga yang berbetuk balai
usaha dan sosial yang familiar kita sebut dengan Baitul Maal wat Tamwil
(BMT).
Sesungguhnya LKS memiliki core product pembiayaan berupa produk bagi
hasil, yang dikembangkan dalam produk pembiayaan musyarakah dan
mudharabah. Meski jenis produk pembiyaan dengan akad jual beli
(murabahah, salam dan istishna) dan sewa (ijarah dan ijarah muntahia
bittamlik) juga dapat dioperasionalkan. Namun kenyataannya, LKS tingkat
dunia maupun di Indonesia produk pembiayaannya masih didominasi oleh
produk pembiayaan dengan akad jual beli (tijarah) yang berbentuk
murabahah.
Hal itu menunjukkan kesenjangan antara teori dan praktek pelaksanaan
produk LKS. Sungguh pun sebetulnya LKS berkeinginan mengembangkan
produk pembiayaan bagi hasil, namun kondisi masyarakat belum
menyediakan iklim yang diinginkan.
Semenjak lahirnya LKS tidak pernah lepas dari kritik, khususnya produk
murabahah, masih banyak yang meragukannya dari sisi syariah, karena
tidak terlalu jauh berbeda dari pembiyaan kredit pada lembaga keuangan
konvensional. Bahkan penulis menemukan sekian banyak dari tulisan
kritikan tajam terhadap murabahah ada suatu himbauan kepada kaum
2
muslimin agar tidak bertransaksi dengan LKS yang ada produk murabahahnya.
1
Hal itulah yang melatar balakangi penulis konsen dalam penkajian produk
LKS dan menganggap masalah murabahah perlu selalu didiskusikan, semoga
upaya yang amat sederhana ini dapat memberikan pencerahan terhadap
hakikat murabahah. Amin.
Mengenal Murabahah dari Sisi Historis
Dalam catatan Imam Muhammad Amin bin Umar2 yang lebih populer
dengan sebutan Ibnu Abidin, dan catatan Ibnu Hazem3 bahwa murabahah
adalah sistem jual – beli yang diciplak dari negara Persia (salah satu negara
adidaya disaat itu) oleh masyarakat Arab Islam dalam aktivitas bisnis mereka
pada abad pertama hijriah.
Murabahah lebih dikenal dengan : " 4 " ده يازده , maksudnya: "saya menjual
barang kepadamu dengan keuntungan 1 dirham dari setiap 10 dirham".
Seiring perkembangannya, murabahah akhirnya menjadi sistem jual–beli
yang dilegitimasi oleh para ulama klasik, bahkan keabsahannya merujuk
kepada konstitusi ulama (ijma'), Imam Al-Kasani5 (dari ulama Hanafi)
menjelaskan bahwa sepanjang sejarah semenjak diperaktekan sistem
murabahah dari generasi ke generasi tidak ada segelintir komunitas muslim
dan ulama yang mengingkari akan keabsahanya sistem jual-beli murabahah,
Hal itu dapat dijadikan rujukan sebagai bentuk ijma'6, disamping itu ada
banyak alasan sistem jual-beli murabahah ini diterima oleh banyak kalangan
*Disampaikan pada acara diskusi bedah Akad Murabahah yang diselenggarakan oleh BMT Center
Korwil Jabodetabek ,pada hari selasa, 31 Juli 2007, di BMT Tamzis , Jakarta.
**1. Ketua Umum Pusat Studi, Kajian dan Dakwah Islam ( Puskadi ), Jakarta.
2. Anggota Dewan Syariah PT Permodalan BMT Ventura, Jakarta.
Telpon : 021-6895 11 67 / 787 43 80 , E-mail : marwal_ 99@yahoo.com
1 Lihat lampiran
2 . Hasyiyatul-Mukhtar , Ibnu Abidin : 135 / 5
3 . Al-Muhalla, Ibnu Hazem : 14/ 9
4 . adalah Bahasa Persia kalau diterjamahkan bahasa kita berarti : pada setiap 10 menghasilkan 1
5 . Badai'I As-shanai'I, Al-Kasani : 220/5
6 . sebenarnya ada beberapa ulama masyhur yang tidak sependapat dengan ijma' mayoritas ulama
dalam keabsahan dan kehalalan murabah yaitu :
-Ibnu Hazem,karena beliau menganggap bahwa system murabahah hukumya adalah haram,
pandangan ini dibangun dengan argument bahwa salah satu vareabel akad murabahah ada persaratan
yang tidak ada dasarnya dari Al-Qur'an dan dalam murabahah ada unsur ketidak jelasan ( jahalah ).
-Imam Ahmad menganggap makruh hukumnya system murabahah yang tidak jelas harga nominal
barang yang dijual, hal itu merujuk kepada fatwa Ibnu Abbas, Ibnu umar , dan akrimah akan ketidak
bolehan system ini karena unsur ketiadakjelasanya ( Al-jahalah ) ketika akad transaksi , penulis akan
mencoba menjawab argument ini.
Dapat dilihat pada : Al-Muhalla, Ibnu Hazem : 625-626 / 9 dan Al-Mugni , Ibnu Qudamah : 102 / 4
3
dan menjadi dominan di saat itu diantaranya adalah karena sistem ini bersifat
amanah, sehingga si pembeli yang yang kurang memahami banyak
spesifikasi barang dan harganya terbantu oleh si penjual yang propesional
dan jujur7.
Murabah Menurut Etimologi dan Terminologi
Pengertian Murabahah dalam etimologi Bahasa Arab.
Murabahah atau مرابحة asal kata dari ism masdar ربح yang berarti : sesuatu
yang tumbuh dalam dagangan ( النماء في التجارة ), maka bagi orang Arab
seseorang itu dianggap untung kalau aset dagangannya tumbuh /bertambah,
hal ini senada dengan ayat Al-qur'an فما ربحت تجارتهم ) 8 ) artinya : maka tidaklah
bertambah (untung) perniagaan mereka.
Para ahli bahasa Arab9 mengkomentari bahwa: dikatakan murabahah (saling
meguntungkan) karena masing-masing dari pihak pembeli dan pihak penjual
saling menguntungkan, si penjual bertambah modal dagangannya dan si
pembeli bertambah aset usahanya.
Pengertian Murabahah dalam termonologi
Pengertian Klasik
Dari studi kepustakaan tentang pengertian murabah menurut ulama syariah
klasik (Ulama Hanafiyah, Malikiyah, Syafi'iyah dan Hambali) penulis
menemukan kesepakatan mereka bahwa murabahah terdiri dari dua unsur
yang utama :
• Pertama, harga pokok ditambah biaya-biaya –cost– yang timbul dari
pembelian/ pengadaan barang yang pasti, kecuali biaya dilakukan
secara estimasi, hal ini hanya Ulama Hanafiyah dan Syafi'iyah yang
membolehkan biaya estimasi asalkan dirinci dengan jelas. Dan semua
Ulama sepakat agar pemisahan antara harga pokok dan biaya-biaya.
• Dan kedua, keuntungan.
Karena murabahah adalah sistem jual beli bersifat amanah, maka seharusnya
harga pokok awal dan tambahan/ keuntungan (margin) transparan. Dari
kesimpulan di atas, penulis mencoba memberikan pengertian murabahah
menurut pandangan klasik adalah : "Transaksi jual-beli dengan harga pokok -
7 . Al-Bahru raiq, Ibnu Najem : 116/ 6
8 . QS : Al-Baqarah : 16
9 .Diantaranya Ibnu Mandhzur.
4
include biaya-biaya- ditambah dengan margin secara transparan sesuai
kesepakatan bersama antara pembeli dan penjual"
Pemgertian Kontemporer
Sistem jual-beli murabahah yang diterapkan/ diaplikasikan banyak oleh
lembaga keuangan syariah sekarang ini adalah بيع المرابحه للآمر بالشراء atau
murabahah dengan pesanan pembelian, adalah hasil inovasi rekonstruksi
murabahah yang dipelopori dan disosialisasikan pada lembaga keuangan
islam oleh DR. Sami Hasan Hamud pada saat mempertahankan desertasinya
yang diajukan pada Universitas Al-Azhar, Mesir 10. Beliau menguraikan
pengertiannya sebagai berikut :
"suatu kesapakatan antara pihak bank dan nasabah, agar bank menyediakan
barang yang dibutuhkan oleh nasabah, dan nasabah akan mebelinya serta
bank menjual kepadanya dengan sistem pembayaran tunai atau tunda, yang
sudah ditentukan harga pokok pembelian ditambah keuntungan ( margin )
terlebih dahulu."
Lahirnya inovasi baru ini sesungguhnya DR Sami terinspirasi dari karya para
Ulama Klasik juga, sekalipun istilah yang dipakai berbeda, hal itu dapat
ditelusuri dari karya-karya mereka diantaranya :
Kitab Mabsut karya Imam Assarkhasi, dijelaskan bahwa Muhammad bin
Hasan Asysyaibani dalam kitab tersebut menguraikan karakteristik
murabahah, yaitu :
• jenis murabahah ini cocok untuk properti, antara pemesan dan pihak
yang diberi pesanan harus sepakat dalam menentukan harga pokok
properti dan tambahan /keuntungan (margin) sewaktu perjanjian.
• perjanjian dalam murabahah jenis ini bukanlah suatu keharusan,
artinya pemesan tidak terikat walaupun sudah memesan barang,
pemesan dapat menerima atau membatalkan barang tersebut.
• Keharusan adanya ijab (permintaan dari pemesan) dan qabul
(persetujuan atas permintaan dari yang diberi pesanan).
Demikian juga di kitab Al-Umm karya Imam Syafi'i, beliau menguraikan
karakteristik murabahah, di antaranya :
• boleh bagi pemesan/ nasabah menentukan spesifikasi pesanannya.
• terjadi kesepakatan dalam penentuan keuntungan (margin) pada saat
perjanjian.
10 . Tatwiir al-a'maal al-masrafiyyah, DR Sami Hamud : 192
5
• penentuan besar kecilnya keuntungan (margin) berdasarkan kelihaian
yang diberi pesanan dalam meyediakan pesanan sesuai spesifikasi
yang diminta, kualitas pesanan dan kemampuannya memperoleh
dengan harga yang relatif murah.
• Sistem pembayaran pemesan (cash atau cicil) jadi patokan dalam
penentuan keuntungan.
• Kebebasan yang sempurna bagi yang diberi pesanan dalam
penyedian barang dari berbagai suplaier dan produsen agar dapat
memperoleh barang yang lebih berkualitas dan biaya-biaya
pengadaannya dapat di tekan.
• Imam Syafi'i menguraikan alasan ketidakterikatnya pemesan
disebabkan janji walaupun sudah memesan barang (pemesan dapat
menerima atau membatalkan barang tersebut) disaat perjanjian, yaitu:
menghindari peraktek jual-beli barang/ komoditas apapun yang
belum dimiliki oleh penjual dan unsur spekulasinya.
Sama halnya pada referensi para Ulama Malikiyyah seperti : At-Taaj karya
Ibnu Qasim, Syareh Al-kabir karya Addardir, Mawahib al-Jalil karya Ibnu
Abdurrahman. Begitu juga pada referensi Ulama Hanafiyah, yaitu Ilamul
muwaqqi'in karya Ibnu Qayyim.
Dari semua referensi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa di antara
karakteristik murabahah itu:
• bagi masing-masing yang melakukan transaksi –baik pihak pemesan
maupun yang diberi pesanan– memiliki hak khiyar (memilih)
membeli atau tidak setelah barang pesanan dimiliki oleh yang
dipesan.
• tidak ada unsur keterikatan dalam perjanjian dan janji, seandainya
sepakat kedua untuk saling mengikat maka jual-beli murabahah
menjadi rusak.
• boleh membuat kesepakatan pada saat kontrak perjanjian dalam
menentukan: jenis barangnya, sumbernya, harganya, spespikasi
khususnya, dan memberikan kebebasan penuh bagi yang diberi
pesanan dalam pengadaannya.
• begitu juga boleh menentukan keuntungan (margin) dan
tenggangwaktu di saat kontrak perjanjian.
• boleh sistem pembayaran dalam murabahah dengan cara tunai/cash
atau tunda/ cicil.
Setelah penulis memaparkan pengertian murabahah, baik dari pengertian
klasik maupun pengertian kontemporer, ada beberapa poin-poin penting
yang penulis ambil kesimpulan, di antaranya :
6
• Sistem jual-beli murabahah yang diaplikasikan di lembaga keuangan
syariah sekarang ini berbeda dari murabahah yang diperkenalkan
oleh para ulama klasik, di mana murabahah dalam LKS terdiri dari
tiga pelaku transaksi, yaitu :
1. Al-amiri bi syira (pemesan/ nasabah)
2. Lembaga Keuangan Syariah
3. Baai'i (pemasok).
• Sedangkan murabahah kelasik hanya terdiri dari dua pelaku, yaitu:
1. Pembeli, dan
2. Penjual.
Landasan Syariah Murabahah
Seluruh umat Islam mengakui dan mengimani Al-Quran dan sunnah
Rasulullah adalah sumber hukum, maka segala sesuatunya seharusnya
dikembalikan kepada kedua sumber hukum tersebut, sebelum
menggalakkan Ijtihad (mumarast al-ijtihad) yaitu memahami Al-Quran secara
kreatif dan kontekstual agar dapat diterapkan (tatbiq) pada kondisi kekinian
yang selalu berubah.
Secara langsung Alqur'an tidak pernah membicarakan tentang murabahah,
hanyalah sejumlah acuan tentang jual beli, laba, rugi dan perdagangan.
Begitu pula halnya dengan referensi hadist, tidak ditemukannya ada hadist
yang memiliki rujukan langsung kepada murabahah.
Bahkan seorang ulama kontemporer Syed Al-Kaff 11 menyimpulkan bahwa
murabahah adalah salah satu jenis jual beli yang tidak dikenal pada zaman
Nabi atau para sahabatnya. Murabahah mulai dikomentari oleh para ulama
pada seperempat pertama abad kedua Hijriyah atau bahkan lebih akhir lagi.
Maka Para Ulama membenarkan murabahah berdasar yang lain, seperti
Imam Malik membenarkan keabsahannnya dengan merujuk kepada 'amalu
ahli madinah (praktek penduduk Madinah) dan Para Ulama Klasik dari
mazhab empat membenarkan keabsahan murabahah dengan ijma' Ulama',
seperti Imam Ibnu Rusydi (Ulama Malikiyah)12, Imam Al-Kasani (Ulama
Hanafiyah)13, Imam Nawai (Ulama Syafi'iyah)14, Ibnu Qudamah (Ulama
Hambali )15 yang mengklaim bahwa murabahah adalah bentuk jual beli yang
dibolehkan (halal) oleh mayoritas Ulama dalam bentuk Konstitusi (Ijma'),
11 . Does Islam assign any Value, syed Al kaff 118
12 . Bidayatul mujtahid, ibnu rusyd : 213 / 2
13 . Bada'I sanai' , Al-Kasany : 220 / 5
14 .Raudlat al-Thalibin : 526
15 . Al-Mugni, Ibnu Qudamah : 199: 4
7
namun tidak seorangpun dari mereka secara khusus memperkuat pendapat
mereka dengan satu Hadits apalagi dari Al-Qur'an.
Kesalahan fatal LKS dalam aplikasi murabahah
Dianggap suatu penyimpangan yang tidak bisa ditolelir dalam aplikasi
murabahah pada LKS, seperti sering ditemukan berulang-ulang adalah
Pengadaan/ pembelian barang pesanan tidak dilakukan oleh pihak LKS, tapi
cukup nasabah menyerahkan bukti pembelian barang yang akan di
murabahah-kan, di mana hakikatnya nasabah sendiri yang telah membeli
barang tersebut atas nama nasabah di faktur. LKS hanya tinggal membayar
senilai yang tertera di faktur ditambah keuntungan (margin) seperti yang
disepakati bersama (antara LKS dan nasabah).
Alasan penyimpangan dalam aplikasi ini adalah terjeratnya dalam praktek
yang melanggar rambu-rambu syariah:
• Unsur . بيع العينه
karena LKS telah membeli barang dari nasabah dengan kontan ,lalu
dalam waktu yang bersamaan LKS menjualnya kembali barang
tersebut ke nasabah dengan tempo/ jangka waktu dan dengan harga
yang lebih tinggi dari harga pembelian. Peraktek ini dikatagorikan بيع
العينه di mana para ulama sepakat akan keharamanya.
• Unsur الربا
Karena LKS meminjamkan uang senilai barang yang dibeli kepada
nasabah di saat itu lalu LKS mengharapkan pengembaliannya dengan
tempo, dengan jumlah nominal yang lebih tinggi dari nominal
pinjaman.
Maka bukan alasan dispensasi yang dapat diterima kalau ternyata melanggar
rambu-rambu syariah, apalagi merubah nilai-nilai substansi syariah ( مقاصد
الشريعة ), cukuplah Bani isra'il ditegur oleh Allah subhanu watala melalui
bencana dan azab karena merubah substansi syariah dengan ucapan istilah
خطة menjadi حطة lihat QS: Al-A'raf : 61.
Kiat menjaga kesyariahan بيع المرابحه للآمر بالشراء (Murabahah)
Sistem jual-beli murabahah tidak dapat dipungikir akan banyaknya manfaat
nya bagi LKS, yaitu mudahnya diimplementasikan pada aktivitas
pembiayaan LKS (finacing) karena sederhana, dan pendapatan yang dapat
dipredeksi. Maka itulah alasan kenapa LKS yang ada di seluruh dunia
didominasi produknya oleh murabahah.
8
Dengan demikian murabahah tetap harus dipertahankan eksistensinya dan
yang lebih penting dijaga kesyariahannya, di antaranya adalah:
• Transaksi jual-beli murabahah dilaksanakan di saat barang pesanan
statusnya menjadi milik penuh pihak LKS dan penguasaan standar
syariah terhadap barang tersebut.
• Adanya tanggung jawab penuh terhadap barang pesanan oleh LKS
dari sisi kerusakan, kadaluarsa, cacat dan lain-lain sebelum barang
tersebut diterima oleh nasabah.
• Dihindari unsur kesamaran dan ketidak jelasan dalam transaksi
seperti; spesifikasi barang pesanan, harga pokok barang, biaya-biaya,
tenggang waktu pembayaran dan nominal cicilan
Penutup
Penulis menyadari, bahwa sesungguhnya terdapat banyak kekurangan dalam
makalah ini, kekurangan ini semata karena keterbatasan kemampuan
penulis, karena itu saran dan kritik konstruktif dari ikhwan fillah sangat
diharapkan untuk penyempurnaan selanjutnya.
Wa Allahu 'alaam bisshawab
Ciganjur 27 Juli 2007
Tidak ada komentar:
Posting Komentar