Bookmark and Share

Rabu, 13 Januari 2010

PROSPEKTUS KEUANGAN ISLAM GLOBAL

Monday, 20 April 2009 15:02
Oleh: Ikhwan A Basri'

Selasa, 6 Januari 2009, publik Jerman dikejutkan dengan aksi bunuh diri Adolf Merckle, orang
terkaya nomor lima di negaranya atau orang terkaya nomor 94 di dunia versi majalah Forbes
pada 2008. Merckle menabrakkan dirinya ke kereta api yang sedang berjalan di Blaubeureun di
barat daya Jerman. Pihak keluarga sebagaimana dikutip Reuters menyatakan, penyebab bunuh
diri Merckle karena mengalami kerugian investasi di pasar saham akibat krisis finansial.
Kerugian yang dialaminya sebesar 400 juta Euro.
Kematian Merckle menambah daftar panjang pelaku bunuh diri selama krisis setelah sebulan
sebelumnya, manajer investasi asal Perancis Thierry Magon de la Villehuchet juga melakukan
hal yang sama. Thiery mengakhiri hidupnya akibat tertipu Madoff sebesar USD1,4 miliar. Di
Indonesia, ekses krisis juga telah membawa korban jiwa seperti yang dialami oleh Manager
Sarijaya Sekuritas, Afwan Surya Hendra. Afwan ditemukan tewas gantung diri digarasi mobil
rumahnya, di Jakarta Timur.
Kasus-kasus yang disebutkan menandakan betapa dahsyatnya dampak sosio-psikologis dari
krisis finansial global. Krisis tidak hanya mengakibatkan ribuan pekerja kehilangan
pekerjaannya, namun juga telah merenggut korban jiwa.
Krisis finansial yang episentrumnya berasal dari Amerika Serikat (AS) ini, kini telah menjalar ke
seantero jagad. Dalam dunia finansial modern, krisis semacam memang bukan barang baru
dan tidak kali ini saja datang. Menurut Roy Davies dan Glyn Davies, dalam The History of
Money From Ancient time oi Present Day, selama abad 20 telah terjadi lebih dari 20 kali krisis
besar, beberapa di antaranya bersifat global.
Hal itu menandakan terdapat something wrong dalam sistem keuangan konvensional modern.
Jika dicermati, krisis sekarang berawal dari credit crunch sektor properti.
Dampak credit crunch dengan cepat menjalar ke semua lembaga keuangan AS karena adanya
produk derivatif berbasis mortgage. Produk derivatif seperti CDO (Collateralized Debt
Obligation), dan Credit Default Swap (CDS) awalnya sangat digandrungi investor karena
memberikan imbal hasil (yield) tinggi daripada suku bunga perbankan. Namun ketika terjadi
gagal bayar nasabah perumahan, nilai produk tersebut menurun drastis sehingga
mengakibatkan kolapsnya banyak lembaga keuangan.
Sebelum terjadinya krisis, perbankan AS memang gemar mengucurkan uangnya di pasar
finansial daripada memberi kredit ke sektor riil. Hal itu mengakibatkan terjadinya gelembung
ekonomi atau 'bubble' di pasar finansial. Buktinya, nilai Produk Domestik Bruto (PDB) AS pada
tahun 2007 sebesar USD 14 triliun dolar AS. Sedangkan kapitalisasi produk-produk derivatif
mencapai USD 60 triliun.
Bangkrutnya industri keuangan AS juga tidak lepas dari disiplin pelaku pasar yang rendah
1 / 3
PROSPEKTUS KEUANGAN ISLAM GLOBAL
Monday, 20 April 2009 15:02
terhadap regulasi. Kasus Madoff yang merugikan investor hingga senilai USD 160 miliar
menjadi bukti hal itu. Dalam pengakuannya, Madoff dapat memalsukan laporan keuangan
perusahaan sekuritasnya karena dekat dengan lingkaran kekuasaan.
Krisis finansial yang terjadi sekarang juga tidak dapat dilepaskan dari tingkat konsumsi
masyarakat AS yang tergolong tinggi. Merujuk riset Morgan Stanley, pada 2007 tingkat
konsumsi AS mencapai 72 persen dari PDB. Daya konsumsi itu bukan dipicu dari pendapatan,
melainkan hasil utang. Dengan demikian, perekonomian AS sebenarnya tumbuh karena hasil
utang.
Akibat krisis pasar saham AS mengalami kerugian cukup besar hingga sebesar USD50 triliun.
Barang kali angka kerugian ini terbesar sepanjang sejarah umat manusia yang mendiami planet
bumi ini. Untuk mengatasi dampak krisis, pemerintah AS telah berkomitmen menyediakan dana
sebesar USD 8,5 triliun. Rinciannya dana sebesar USD 5,8 triliun uang The Fed untuk membeli
aset-aset finansial yang busuk. Selain itu dana sebesar USD 2 triliun untuk skema lain dan USD
700 miliar untuk bail out.
Jika dibandingkan dengan dana Marshal Plan (bantuan AS untuk pembangunan negara-negara
Eropa Barat usai Perang Dunia II) sebesar USD 115 miliar, maka nilai finansial untuk mengatasi
krisis sekarang jauh lebih besar. Sekali lagi, hal itu menunjukkan betapa kolosalnya krisis
keuangan yang terjadi sekarang.
Meskipun dunia sedang menghadapi krisis keuangan yang paling parah, namun sebagian
pakar ekonomi konvensional masih banyak yang merasa santai saja karena krisis semacam ini
merupakan bagian dari karakteristik ekonomi kapitalis. Dalam kapitalisme, adalah menjadi hal
biasa dunia perekonomian mengalami business cycle yang berputar dari krisis menuju
recovery, dari booming menjadi resesi. Dalam pandangan mereka mata rantai yang membentuk
lingkaran setan ini dianggap taken for granted, karena itu tidak perlu dirisaukan. Nanti juga akan
kembali menjadi normal lagi.
Akan tetapi sebagian dari para ekskutif dan pelaku bisnis keuangan konvensional mulai berpikir
lain. Mereka melihat sistem keuangan dengan paradigma yang berbeda yaitu sistem keuangan
Islam atau yang dikenal di Indonesia dengan keuangan syariah. Data menunjukkan bahwa di
saat terjadi krisis yang menimpa sistem finansial dunia, ada lembaga keuangan yang tidak
terkena dampaknya, terutama jika dilihat dari penyebab krisis tersebut.
Siapapun yang mencoba mempelajari sistem keuangan Islam secara jujur dan objektif akan
menemukan keunggulan sistem ini dibandingkan dengan sistem tradisional konvensional. Hal
ini diungkap oleh Joseph Yam, Kepala Eksekutif Otoritas Moneter Hongkong. Setelah
mempelajari secara sekilas, ia mengatakan "Keuangan Islam memberi dorongan kepada
aktivitas bisnis yang mampu menghasilkan keuntungan yang legitimat (halal) dan didasarkan
pada prinsip keadilan, berbagi risiko dan praktek moral yang baik.
Harapan Vatikan
Kini perhatian kepada sistem keuangan syariah tidak hanya menjadi monopoli para pakar dan
pelaku bisnis keuangan global belaka. Bahkan editorial mingguan milik resmi Vatikan L
2 / 3
PROSPEKTUS KEUANGAN ISLAM GLOBAL
Monday, 20 April 2009 15:02
Osservatore Romano telah menerbitkan sebuah artikel mengenai keunggulan keuangan Islam
pada tanggal 4 Maret 2009. Editorial mingguan itu menulis, kami yakin keuangan syariah dapat
memberi kontribusi untuk merombak dan memperbaiki aturan keuangan barat .... Pada bagian
lain ditulis Prinsip-prinsip etika yang menjadi basis dari keuangan Islam dapat membawa
perbankan lebih dekat kepada para nasabah dan ruh pelayanan yang tulus akan
membedakannya dari pelayanan perbankan (konvensional). Bahkan editorial mingguan Vatikan
ini berharap Sukuk dapat dipergunakan, umpamanya, untuk menolong industri mobil yang
paling parah terkena dampak (krisis) atau untuk membangun stadium olimpiade yang akan
datang di London.
Peraih nobel ekonomi tahun 1999, Joseph E Stiglitz, mengemukakan gagasan yang mirip
dengan konsep keuangan syariah. Stiglitz mengajukan tawaran perlunya sistem ekonomi baru
yang lebih memperhatikan keseimbangan antara sektor riil dan moneter.
Penulis: Anggota Dewan Syariah Nasional
Sumber: Harian Republika, Senin 20 April 2009
3 / 3

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Download Lagu Gratis, MP3 Gratis