Bookmark and Share

Rabu, 13 Januari 2010

PENGEMBANGAN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH MENUJU PEMBERDAYAAN EKONOMI RAKYAT

Oleh :
Noer Soetrisno

I. Tinjauan Umum
1. Pada dasarnya perbuatan muamalat yang ditujukan untuk kebaikan hubungan
berekonomi sesama manusia harus mengandung ciri untuk kemaslahatan umum.
Oleh karena itu seharusnya kita melihat kehadiran sistem syariah dalam transaksi
antar individu dan lembaga harus kita tempatkan dalam kontek pasar, yaitu karena
adanya kebutuhan dan ketersediaan serta dipilih atas dasar pertimbangan rasional
dan moral untuk mencapai kehidupan yang lebih sejahtera lahir dan batin. Karena
perekonomian syariah dilandasi atas prinsip kesempurnaan kehidupan diantara
kebutuhan lahiriah dan rohaniah dalam bertransaksi sesama hamba Allah maupun
lembaga yang mereka buat, maka kerelaan atau “ridho” menjadi fundamen dasar
setiap transaksi dua pihak atau lebih.
2. Perdebatan ekonomi syariah sering dipersempit dalam konteks pada “bunga
bank” sebagai riba atau bukan, sementara dimensi lain selain “riba” kurang diberikan
pembahasan secara seimbang. Selain “riba” terdapat dua aspek penting yakni unsur
ada tidaknya judi atau “maisir” yang sangat berkaitan dengan aspek resiko dan
ketidakpastian serta ada tidaknya unsur kecohan (tipuan) yang dikenal sebagai hal
yang mengandung unsur “gharar”. Ketiga unsur yang menjadi dasar perbuatan
transaksi atau “baia” mempunyai arti yang penting untuk menilai subtansi suatu
transaksi dapat digolongkan memenuhi syarat syariah atau tidak.
3. Pengkajian ekonomi syariah secara umum masih didominasi oleh kupasan dari
dimensi “fiqih” dan ”administrasi pembangunan” bukan kupasan ilmu ekonomi dan
nilai subtansi ajaran islam dalam menjelaskan perilaku individu muslim sebagai pelaku
ekonomi. Padahal beberapa kajian empiris oleh para ahli ekonomi juga telah banyak
menemukan adanya perbedaan perilaku masyarakat muslim yang tercermin dalam
tingkah laku ekonominya (Metwali). Tantangan besar bagi para ekonom adalah terus
mengkaji kedudukan moral ekonomi islam atau sistem ekonomi syariah dan
bagaimana interaksi dengan sistem yang lain dalam dunia global.
4. Apabila kita simak secara mendalam ajaran berekonomi dalam Al-qur’an
dilandasi oleh suatu sikap bahwa tiada pemisahan antara ekonomi dan
keberagamaan seseorang. Mencari nafkah adalah bagian dari ibadah dan tiada
pemisahan antara agama dan kehidupan dunia. Dari titik tolak ini akan melahirkan dua
konsekuensi yaitu : pertama, perlunya pembentukan sikap oleh seorang individu akan
penguatan hidup dan pencarian kebaikan di dunia atau dalam hubungannya dengan
bumi dan alam; kedua, soal pemilihan pribadi, sampai dimana batas dan tujuannya.
* Disampaikan pada Silaturrahim Nasional Kedua, 30-31 Agustus 2004 Graha Wisata Mahasiswa, Rasuna Said,
Jakarta.
2
Konsekuensi dasar pertama memerlukan pada sikap keharusan hidup bersahaja
yang menjadi dasar hidup seorang muslim untuk menghindari sikap hidup yang boros
dan bermewah-mewahan. Dengan demikian prinsip kemanfaatan didasarkan atas
pemenuhan kesejahteraan lahiriyah dan rohhaniah.
5. Jika prinsip ekonomi syariah sebagai dasar muamalat, maka seharusnya kita
jangan buru-buru terpaku pada institusi. Institusi dengan berbagai karakter dan
prinsip yang mengawal prakteknya pada akhirnya akan memberikan pilihan kepada
masyarakat selaku pengguna untuk memilihnya. Dalam jual beli seorang calon
pembeli mempunyai kesempatan untuk melakukan “khiyar” atau memilih. Pilihan
dalam hal jasa institusi sudah barang tentu selain pertimbangan rasional juga atas
dasar kaidah-kaidah syariah yang bersumber dari Wahyu Illahi yang ditujukan bagi
kebaikan umat manusia.
II. Peran Strategis Kelembagaan Keuangan Syariah dalam Pemberdayaan
UKM
6. Mengenai peran penting UKM dalam menyangga kehidupan ekonomi kita
sudah tidak ada keraguan lagi, baik dilihat dari dukungan politik maupun reliatas
kehidupan perekonomian kita karena unit-unit UKM lah tempat mereka bekerja dan
meningkatkan taraf kehidupan mereka. Namun patut disadari bahwa lebih dari 97%
usaha kecil kita adalah usaha mikro yang omsetnya berada dibawah Rp. 50 juta
pertahun dan sering terabaikan oleh pelayanan perbankan komersial biasa. UKM
dalam dirinya adalah produsen bagi barang dan jasa tetapi juga pasar bagi produkproduk
jasa untuk mendukung kegiatan usahanya. Oleh karena itu thema
pengembangan lembaga keuangan syariah ini menjadi penting ketika kita menyadari
keterkaitan pembiayaan dan pembangunan UKM.
7. Di sisi lain dalam persefektif pengertian UKM yang dianut oleh UU 9/1995 juga
termasuk sektor jasa keuangan yang dilaksanakan dengan mengambil kegiatan di
sektor perbankan, perkreditan dan jasa keuangan lainnya. Dalam kaitan ini maka
bertambah lagi dimensi yang harus kita lihat. Dalam persfektif hubungan ini,
Perbankan dengan pengembangan usaha berskala kecil dan menengah. Demikian
pula dalam kontek Badan Hukum Koperasi juga dapat menjalankan usaha
pembiayaan dalam sistem syariah.
8. Dalam kontek institusi, kita posisi penting perbankan dan LKM syariah dalam
pengembangan UKM di Indonesia. Sebagaimana dimaklumi sektor usaha UKM pada
umumnya berada di sektor tradisional dengan perkiraan resiko yag tidak lazim
tersedia pada pengalaman perbankan konvensional. Sementara sistem bagi hasil
justru menghindari prinsip mendapatkan untung atas kerjasama orang lain. Maka
amatlah tepat jika format pengembangan lembaga keuangan dan Perbankan Syariah
dapat diarahkan untuk mendukung pengembangan UKM. Dilihat dari pelakunya
sistem perbankan syariah memberikan keyakinan lain akan terjaminya keamanan
batin mereka. Hal yang terakhir ini sudah barang tentu memperkuat tingkat
pengharapan dan keyakinan mereka akan keberhasilan usahanya.
3
9. Ekonomi syariah sangat pas untuk bisnis yang mempunyai ketidakpastian
tinggi dan keterbatasan informasi pasar, apalagi apabila berhasil dibangun
keterpaduan antara fungsi jaminan dan usaha yang memiliki resiko. Oleh karena itu
berbagai dukungan untuk mendekatkan UKM dengan perbankan syariah adalah
sangat penting dan salah satu strateginya adalah bagimana kita mampu menjalin
keterpaduan sistem keuangan syariah. Hal inilah yang harus kita cari jawabnya.
Keterpaduan sistem keuangan syariah menjadi unsur penting dalam menjadikan LKsyariah
menjadi efektif, memiliki kemaslahatan tinggi terutama dalam kontek
globalisasi dan otonomi daerah.
10. Sebagaimana sistem konvensional dalam sistem keuangan syariah juga
terdapat pelaku kecil dan menengah, termasuk perbankan. Dengan demikian
kerjasama dan keterkaitan antara perbankan syariah skala besar dan bank syariah
skala kecil dan menengah harus mendapatkan perhatian. Lebih jauh akan menjadi
semakin produktif apabila peran lembaga keuangan Syariah Non-Bank juga mendapat
perhatian yang sama. Dari berbagai data yang disajikan oleh BPS, sektor jasa
keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, adalah sektor yang paling produktif
disbanding sektor lainnya, bahkan tidak ada perbedaan nilai tambah/tenaga kerja
antara LK kecil dan besar.
III. Format Pengembangan LKM Syariah
11. Dalam sejarah perkembangannya di Indonesia sudah dapat mengembangkan
berbagai macam LK-syariah yaitu bank syariah; “LKM”-syariah, Gadai syariah,
Asuransi syariah, dan Koperasi syariah. Dalam rumpun LKM-syariah yang non bank
telah berkembang tiga model : BMT (Baitulmal Wa Tamwil) yang menyatukan Baitul
Mal dan Baitul Tamwil; BTM (Baitul Tamwil) yang menyempurnakan “Sponsored
Financial Institution” dan “sirhkah”. Ketiga model ini ada telah berkembang dan
kebanyakan sudah mengambil bentuk “Badan Hukum” koperasi dan hanya sebagai
kecil yang tidak terdaftar dalam format perijinan dan pendaftaran institusi keuangan di
Indonesia.
12. LK-syariah sekarang sudah menjadi nama dari institusi keuangan, sehingga
secara legal sudah terbuka untuk dijalankan oleh setiap warga negara Indonesia,
bahkan perusahaan asing. Jika syariah menjadi “Brand” dan orang yang percaya
kepada Brand menjadikan konsumen fanatik, maka LK-syariah adalah ladang
investasi sektor keuangan yang menjanjikan. Maka sebentar lagi perdebatan format
LKS berubah menjadi kancah perdebatan pasar biasa. Sangat boleh jadi akan muncul
pertanyaan mengapa lembaga yang bukan berbasis islam juga menjual produk
syariah ? Sehingga sebenarnya LK-syariah saja belum menyelesaikan persoalan
membangun sistem ekonomi yang islami.
13. Meskipun Fatwa MUI sudah dikeluarkan tugas pencerahan tentang
kedudukan moral islam dalam berekonomi masih akan semakin diperlukan.
Pertanyaan dasar apakah konsep bunga sebagai harga uang juga berlaku bagi
“nisbah bagi hasil” dalam sistem syariah. Bagaimana jika nisbah bagi hasil secara
4
mengejutkan berlipat dibanding bunga komensional ?. Apa masih memenuhi kaidah
“Baia” yang dapat dicerna oleh akal sehat (tiada agama tanpa akal). Harus dipikirkan
pula jika dalam perebutan pasar LK-konvensional dapat merubah persyaratan akad
semakin dekat dengan moral islam. Sehingga unsur “ridho” menonjol dan prinsip tidak
boleh mengambil keuntungan atas kerugian orang lain dikembangkan. Apakah dalam
kedudukan seperti itu fatwa masih mempunyai kedudukan yang sama ? Inilah
pekerjaan berat para ekonom untuk ikut menyumbangkan pikirannya agar tidak terjadi
jalan buntu. Pada dasarnya ilmu ekonomi juga berkembang diluar batas neo classic
yang relevan dengan prinsip-prinsip berekonomi secara islami. Mengenai kritik
terhadap ekonomi neo classic di Indonesia sudah sering kita dengar1, namun
penjelasan cara pandang dan pengembangan kerangka analisa baru yang dianggap
sesuai juga masih terbatas.
14. Format pengembangan LKM syariah ke depan harus bertumpu pada basis
kewilayahan atau daerah otonom, karena tanpa itu tidak akan ada sumbangan yang
besar dalam membangun keadilan melalui pencegahan pengurasan sumberdaya
dari suatu tempat secara terpusat pada “the capitalist sector”. Bentuk LKM menurut
hemat penulis harus berjenjang, pada basis paling bawah kita butuh LKM-informal
yang hak hidupnya dapat diatur oleh PERDA. Pada skala ekonomi kaum yang layak
berusaha, baru membangun format koperasi dan pemusatan pada tingkat daerah
otonom dalam bentuk bank khusus, sehingga secara hirarki dapat dilihat seperti
bangunan pyramid. Pada skala yang lebih tinggi BPRS dan kaum pemilik modal
dapat bersatu dalam bank umum syariah yang berfungsi sebagai APPEX Bank.
15. Dukungan pengaturan kearah itu sudah sangat terbuka dan sebagian
sedang dipersiapkan. Secara umum pada saat ini tidak ada halangan untuk
mengembangkan LKM-syariah. Dan pilihan kelembagaan yang sesuai tergantung
pada keputusan para pemodal dan prinsip akan pengembangannya.
IV. Kebijakan dan Program Pemberdayaan Koperasi dan UKM
16. Visi kita ke depan dalam pemberdayaan UKM adalah terwujudnya UKM
yang menjadi pemain utama arus perkonomian nasional yang mandiri dan berdaya
saing dalam menghadapi persaingan global.
17. Secara khusus peran pemerintah untuk mendorong tumbuh dan
berkembangnya UKM yang paling mendasar adalah menyediakan kerangka regulasi
yang menjamin lapangan permainan yang sama atau level playing field. Sehingga
pengaturan harus menjamin persaingan yang sehat dan apa yang dapat dilakukan
usaha lain juga terbuka bagi UKM. Dan dalam persfektif otonomi daerah terdapat
masalah keterpaduan yang harus terus menerus dikembangkan. Pada akhirnya
UKM sebagai pelaku bisnis akan berada dalam lingkup pembinaan di daerah,
kecuali pengaturan di enam bidang. Koordinasi lintas sektor dan dengan daerah
akan menjadi agenda penting untuk mewujudkan harmonisasi pengaturan dan
5
prosedur perijinan pada berbagai tingkatan agar mampu mendorong pertumbuhan
UKM. Bagaimana program pemberdayaan UKM dan koperasi dijabarkan dapat
digambarkan dalam 7 butir berikut ini.
Pengembangan Kebijakan Pemberdayaan KUKM
18. Program ini dimaksudkan sebagai upaya untuk penciptaan iklim usaha yang
kondusif bagi KUKM. Dalam kenyataannya persoalan iklim bagi KUKM seringkali
sangat terkait atau tergantung dengan sektor lainnya. Oleh sebab itu perlu dukungan
penciptaan iklim yang kondusif melalui dukungan kebijakan-kebijakan yang responsif
terhadap persoalan dan kepentingan KUKM, sehingga KUKM dapat tumbuh dan
berkembang baik dari sisi lembaga maupun usahanya.
Sedangkan koordinasi diperlukan untuk mensinergikan dan memadukan berbagai
kebijakan dan program agar berjalan padu dan berkelanjutan, bersama-sama
dengan stake holders, dalam upaya untuk lebih memantapkan pencapaian hasil
yang optimal dalam pemberdayaan KUKM.
Revitalisasi Kelembagaan Koperasi
19. Program ini dimaksudkan untuk menumbuhkan koperasi yang sesuai
dengan jatidiri koperasi, dengan menerapkan nilai-nilai dan prinsip perkoperasian. Di
dalam pengembangan koperasi juga didorong berkembangnya koperasi yang
dijalankan dengan sistem bagi hasil akan pola pembagian sistem syariah.
Penyempurnaan UU yang ada dalam perkiraannya juga sudah menampung hal itu.
Peningkatan Produktivitas KUKM
20. Program ini dimaksudkan untuk mendorong kegiatan produktif KUKM
sehingga tumbuh dan berkembangnya wirausaha-wirausaha yang berkeunggulan
kompetitif dan memiliki produk yang berdaya saing melalui pemanfaatan teknologi
tepat guna, peningkatan mutu, dan lain-lain.
Pengembangan Sentra/Klaster UKM dan Lembaga Keuangan Non Bank Bagi KUKM
21. Program ini dimaksudkan untuk menjaga dinamika perkembangan sentra
menjadi klaster bisnis UKM melalui perkuatan dukungan finansial dan non finansial.
Diharapkan sentra-sentra yang ada selanjutnya dapat berkembang menjadi pusatpusat
pertumbuhan, dan menjadi penggerak atau lokomotif dalam pengembangan
ekonomi lokal. Keberadaan BDS diharapkan dapat memberikan layanan kepada
UKM secara lebih fokus, kolektif dan efisien, karena dengan sumberdaya yang
terbatas mampu menjangkau kelompok UKM yang lebih luas. Pelayanan jasa BDS
sesuai bidang yang dikuasai dengan pendekatan best practises, dan berorientasi
pada pasar, cekatan (responsiveness) dan inovatif.
Disamping dukungan BDS, maka penumbuhan sentra juga didukung dengan
perkuatan finansial yaitu melalui penyediaan modal awal dan padanan bagi
KSP/USP-Koperasi di sentra.
6
Pemberdayaan dan Penataan Usaha Mikro/Sektor Informal
22. Program ini dimaksudkan untuk memfasilitasi dan memperkuat keberadaan
serta peran usaha mikro dan sektor informal terutama pedagang kaki lima (PKL) di
perkotaan, perkuatan usaha mikro pada daerah pasca kerusuhan, bencana alam,
dan kantong-kantong kemiskinan.
Kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan melalui program ini, antara lain
dukungan iklim kepastian usaha dan perlindungan melalui penerbitan Perda,
dukungan perkuatan permodalan melalui dana bergulir, sarana usaha, pelatihan,
bimbingan manajemen, sosialisasi, dan monitoring dan evaluasi.
Pengembangan Lembaga Diklat SDM KUKM
23. Program ini bertujuan untuk mengintensifkan peranan lembaga-lembaga
diklat bagi peningkatan kualitas SDM KUKM yang berada di masyarakat, di bidang
peningkatan keterampilan, manajerial, perkoperasian dan kewirausahaan yang
responsif terhadap tuntutan dunia usaha dan perubahan lingkungan strategis
Penguatan Jaringan Pasar Produk KUKM
24. Program ini dimaksudkan untuk memfasilitasi KUKM dalam memperluas
akses dan pangsa pasar melalui pengembangan dan penguatan lembaga
pemasaran KUKM, serta pengembangan jaringan usaha termasuk kemitraan,
dengan memanfaatkan teknologi (teknologi informasi). Bagian dari kemitraan adalah
bentuk-bentuk kerjasama yang inovatif, dengan prinsip yang saling menguntungkan
antara KUKM dengan usaha besar. Termasuk dalam kegiatan ini adalah
memperkuat jaringan warung masyarakat kedalam pola grosir, sehingga dapat
memperkuat daya tawar dalam pengadaan produknya serta dapat diefektifkan
sebagai outlet dan sekaligus inlet dari produk-produk KUKM.
V. Penutup
25. Pengembangan model ekonomi islami harus menjadi agenda pengkajian
yang terus menerus oleh ekonom dan ulama untuk menemukan prinsip-prinsip
berekonomi yang baik demi kebaikan hidup umat manusia. Pengembangan LKsyariah
penting, tetapi belum menjadi jaminan untuk mewujudkan sistem
perekonomian yang islami. Sistem LKM-syariah terpadu yang berbasis daerah
otonom akan menjamin kinerja yang efektif dan adil bagi pemberdayaan ekonomi
rakyat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Download Lagu Gratis, MP3 Gratis