Bookmark and Share

Senin, 25 Januari 2010

DESENTRALISASI FISKAL

I. PENDAHULUAN

Arus dinamika global, menyusul berakhirnya perang dingin sepuluh tahun yang lalu kini ditandai oleh bergeser dan berubahnya sistem otoritarianisme menuju sistem demokrasi, pergeseran dan perubahan sistem ini menimbulkan suatu perubahan tatanan negara diseluruh dunia yang mengakibatkan terjadi perubahan paradigma sehingga tidak ada suatu negarapun di dunia ini yang dapat berdiri sendiri artinya seluruh negara saling mempengaruhi yang akhirnya terjadi suatu kesetaraan yang berkeadilan atau “a level and fair playing field”. Di Amerika Serikat kita kenal “Declaration of independence, The America Constitutional, and the Bill of Rights” yang sarat dengan nilai, pesan-pesan moral dan cita-cita bangsa Amerika. Di Perancis, setelah mengalami revolusi besar yang bersejarah, dikenal tiga nilai dan pesan politik yaitu liberti, egaliti dan fraterniti yang berarti kebebasan, persamaan dan persaudaraan. Negara-negara lain tentu memiliki nilai dan cita-cita kebangsaannya masing-masing.

Pengaruh arus dinamika global ini telah membuat suatu wacana tentang makna dan hakikat Indonesia baru telah hadir dengan semaraknya sejak awal tahun 1998. Perbincangan dan peraturan tentang perlunya membangun Indonesia Baru ini kemudian makin mengemuka ketika di negeri kita mengalami perubahan yang amat dramatis, yang ditandai dan diawali oleh turunnya Presiden Soeharto dari tampuk kekuasaan. Bangsa Indonesia mengalami guncangan (shock) dan sejarah negeri ini mengalami diskontinuitas. Pada beberapa saat, rakyat mengalami disorientasi ketidakpastian, yang segera disusul dengan gerakan “pembebasan”, pencerahan dan euforia yang luas. Di tengah-tengah semangat dan tuntutan reformasi inilah pada wacana intelektual muncul pikiran kuat dari banyak orang yang ingin mendekonstruksi Indonesia masa lampau dan kemudian membangunnya kembali menjadi Indonesia baru yang didambakan bersama. Salah satu usul adalah melalui otonomi daerah.

Pemerintah dengan persetujuan DPR-RI telah menerbitkan Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Kemudian ditindaklanjuti dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Propinsi sebagai Otonomi Daerah dan PP Nomor 104 tahun 2000 tentang Dana Perimbangan.

Dalam rangka mendukung pelaksanaan otonomi daerah Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral telah melakukan penyusunan bahan masukkan untuk RPP Undang-undang Nomor 22 tahun 1999, menerbitkan pedoman teknis melalui Keputusan Menteri dan telah melakukan penyuluhan di 14 titik wilayah di seluruh Indonesia mulai tanggal 20 – 24 November 2000 serta menyiapkan Rancangan Keputusan Presiden yang mengatur kewenangan penyelenggaraan otonomi daerah di bidang energi dan sumber daya mineral.


II. DESENTRALISASI FISKAL

1. Proses peraturan perundang-undangan melalui :
• Undang-undang Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
• PP Nomor 104 tahun 2000 tentang Dana Perimbangan.
2. Pokok-pokok pengertian
• Penerimaan negara dari sumber daya alam sektor energi dan sumber daya mineral/pertambangan dan energi dibagi dalam perimbangan (Pasal 6 ayat 5 dan 6 Undang-undang Nomor 25 tahun 1999) :
– Pertambangan Umum :
20% Pemerintah Pusat : 80% Daerah
– Minyak Bumi :
85% Pemerintah Pusat : 15% Daerah
– Gas Alam :
70% Pemerintah Pusat : 30% Daerah

• Bagian daerah dari penerimaan sumber daya alam sektor pertambangan umum dan minyak bumi dan gas alam (Pasal 10 dan 12 PP Nomor 104 tahun 2000) :
– Pertambangan Umum :
 Penerimaan Iuran Tetap (landrent)
 Propinsi yang bersangkutan 16%
 Kabupaten/Kota penghasil 64%
 Royalti/iuran eksplorasi dan iuran eksploitasi :
 Propinsi yang bersangkutan 16%
 Kabupaten/Kota penghasil 32%
 Kabupaten/Kota lainnya dalam propinsi yang bersangkutan 32%
– Minyak bumi (15%) :
 Propinsi yang bersangkutan 3%
 Kabupaten/Kota penghasil 6%
 Kabupaten/Kota lainnya dalam propinsi yang bersangkutan 6%.
– Gas alam (30%) :
 Propinsi yang bersangkutan 6%
 Kabupaten/Kota penghasil 12%
 Kabupaten/Kota lainnya dalam propinsi yang bersangkutan 12%.

3. Permasalahan yang timbul
• Adanya permintaan khusus yaitu penambahan pendapatan daerah dari Propinsi Riau, Daerah Istimewa Aceh dan Propinsi Irian Jaya.
• Keinginan Pemerintah Daerah untuk meminjam dana dari luar negeri secara langsung (local borrowing).

4. Upaya yang dilakukan
• Hanya akan dipenuhi melalui kepemilikan saham bagi BUMD-nya.
• Pemerintah Pusat untuk sementara waktu tidak mengijinkan Pemerintah Daerah untuk meminjam dana dari luar negeri sampai siapnya perundang-undangan serta mekanisme dari local borrowing benar-benar telah siap. Hal ini dilakukan untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama seperti negara Cina pada saat awal melakukan pelaksanaan desentralisasi yang akhirnya Pemerintah Pusat Cina terpaksa harus mengambil alih pinjaman-pinjaman luar negeri dari daerah-daerah tersebut.

III. PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH

1. Proses peraturan perundang-undangan melalui :
• Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.
• PP Nomor 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom.

2. Pokok-pokok pengertian
• Peletakan kewenangan daerah berada di Kabupaten/Kota (Pasal 11 ayat 2 Undang-undang Nomor 22 tahun 1999).
• Kewenangan yang masih di pusat meliputi : bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peralihan, moneter dan fiskal, agama dan bidang lain (Pasal 7 Undang-undang Nomor 22 tahun 1999).
• Kewenangan propinsi sebagai wilayah administrasi mencakup kewenangan dalam bidang pemerintahan yang dilimpahkan kepada Gubernur selaku wakil Pemerintah Pusat (Pasal 9 ayat 3 Undang-undang Nomor 22 tahun 1999).
• Pembagian kewenangan di bidang energi dan sumber daya mineral/pertambangan dan energi (Pasal 2 ayat 3 PP Nomor 25 tahun 2000).
– 11 (sebelas) kewenangan di pusat
– 5 (lima) kewenangan di Propinsi dan Kabupaten/Kota
3. Permasalahan yang timbul
• Penempatan pegawai pusat (21 Kanwil Departemen Pertambangan dan Energi sebagai konsekuensi desentralisasi dan dekonsentrasi pengalihan kewenangan pusat ke daerah, terutama dalam hal kesetaraan jabatan dan pendanaan serta kelangsungan gaji PNS.
• Pengalihan kewenangan pengelolaan sumber daya alam, terutama pertambangan dan kehutanan dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah (KK dan PKP2B).
• Timbul friksi pelimpahan kewenangan antara Propinsi dan Kabupaten/ Kota.
• Kabupaten/Kota yang tidak memiliki sumber daya mineral dan migas cenderung tidak ingin melaksanakan otonomi daerah.
• Sebagian besar daerah baik Propinsi maupun Kabupaten/Kota dalam pelaksanaan otonomi daerah sangat berorientasi kepada Pendapatan Asli Daerah (PAD) tanpa menghiraukan kewajiban yang harus ditanggungnya.

4. Upaya yang dilakukan
• DESDM terus menyelesaikan administrasi dan memantau pelaksanaan pemindahan PNS ke daerah-daerah terutama menjaga agar PNS yang dipindahkan tetap mendapat gaji pada waktunya.
• Dalam rangka percepatan pelaksanaan otonomi daerah, DESDM telah ikut menyusun bahan masukan untuk RPP sebagaimana tercantum dalam UU No.22 Tahun 1999 di bidang Pertambangan dan Energi. Rancangan Peraturan Pemerintah ini telah ditetapkan kedalam Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000.
• Sebagai tindak lanjut pasal 6 PP No. 25 Tahun 2000, DESDM telah menerbitkan pedoman teknis melalui Keputusan Menteri dan telah melakukan penyuluhan di 14 titik wilayah di seluruh Indonesia pada tanggal 20 s.d 24 November 2000 yaitu : Aceh dan Sumatera Utara, Sumatra Barat dan Jambi, Bengkulu, Lampung dan Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Bali, NTB dan NTT, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah, Maluku dan Maluku Utara, Irian Jaya, DKI dan Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Daerah Istimewa Yogyakarta
• Dalam rangka memperjelas dan memudahkan Propinsi maupun Kabupaten/Kota saat ini, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral sedang menyiapkan Rancangan Keputusan Presiden yang mengatur kewenangan Penyelenggaraan otonomi daerah di bidang energi dan sumber daya mineral, misalnya pelimpahan kewenangan dari pola KK dan PKP2B dilakukan secara bertahap sejak 1 Januari 2001 sampai Pemerintah Daerah benar-benar dapat memahami dan melaksanakannya sendiri.
• Sebagai konsekuensi desentralisasi dan dekonsentrasi pengalihan kewenangan pusat ke daerah, fungsi pusat berubah menjadi pengambil kebijakan dan regulator. Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral telah melakukan perampingan struktur organisasi melalui reorganisasi departemen.





D A F T A R I S I


I. PENDAHULUAN 1

II. DESENTRALISASI FISKAL 3
1. Proses peraturan perundang-undangan 3
2. Pokok-pokok pengertian 3
3. Permasalahan yang timbul 4
4. Upaya yang dilakukan 4

III. PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH 5
1. Proses peraturan perundang-undangan 5
2. Pokok-pokok pengertian 5
3. Permasalahan yang timbul 6
4. Upaya yang dilakukan 6

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Download Lagu Gratis, MP3 Gratis