Bookmark and Share

Senin, 25 Januari 2010

Bank Syariah Sebagai solusi Yang Berkeadilan dan Berkerakyatan

oleh : A. Riawan Amin,
Direktur Utama Bank Muamalat Indonesia

Pengantar
Krisis perekonomian yang melanda berbagai kawasan Asia, Eropa, Amerika Latin,
bahkan Amerika Serikat, menyisakan pertanyaan besar, apakah sistim ekonomi yang
berlangsung saat ini merupakan sistem satu–satunya yang mampu menjawab persoalan
umat manusia? Apakah kapitalisme?, liberalisme yanmg mengusung gagasan pasar
bebas, mekanisme pase uang berbasis interes dan usuary, serta dominasi mata uang
sebagai komoditas yang diperjual belikan merupakan jawaban tunggal bagi ekonomi
masyarakat dunia?
Apakah sosialisme sepenuhnya dapat menggantikan ? apakah umat manusia hanya
dapat memilih salah satu dari keduanya? Mengapa cara lain yang sepatutnya digunakan
dalam menyelesaikan pekerjaan rumah dalam tatanan ekonomi mikro maupun makro,
yaitu sistim nilai dan kelembagaan yang berbasis ajaran agama, khususnya dalam Islam
belum menyentuh banyak kalangan pemikir, pelaku pasar maupun tokoh-tokoh
pemerintahan didunia?
Banyak jawaban dan spekulasi atas pertanyaan-pertanyaan ini. Namun, secara nyata
jawaban-jawaban yang ditempuh untuk mengatasi krisis perekonomian justru semakin
memperkuat peran lembaga-lembaga ekonomi kapitalis, melalu design kelembagaan
pasar bebas, peran lembaga-lembaga multilateralistik seperti, World Bank, International
Monetary Fund (IMF), WTO (world trande organisation), Asia Development Bank
(ADB), dan para pelaku pasar dunia lain , yang saling terintegrasi menciptakan
sistemnya sendiri, baik untuk kepentingan negara-negara yang mendominasi lembagalembaga
tersebut, maupun kepentingan pelaku pasar yang telah menginvestasikan
dananya melalui atau atas pengaruh lembaga-lembaga tersebut.
Adakah jalan dari institusi-institusi ekonomi kapitalistik ini terbukti benar? Fakta
menunjukkan, bahwa hingga saat ini, baik kasus amerika Selatan (Argentina, Brasil,
Mexsico, Peru, dan lainnya), Asia Tenggara (Indonesia,Thailand, Korea Selatan,
Philipina), bahkan di Rusia yang mencoba mengadopsi pasar bebas Eropa Barat
berbasis kapitalisme, kegagalan demi kegagalan masih terus berlangsung.
Kegagalan-kegagalan itu, secara tragis telah meningkatkan utang dan ketergantungan
financial yang semakin besar dari negara yang mengalami krisis, serta berkurangnya
asset-asset Negara tersebut karena beralih pemilikan untuk membayar utang dan
memenuhi anggaran belanja masing-masing.
Dalam proses ini, salah satu instrumen penting yang digunakan adalah lembaga
keuangan dan perbankkan. Mengingat lembaga inilah yang dapat menjadi media
transaksi keuangan dengan berbagai portofolio produk maupun jasanya, termasuk
instrumen-instrumen yang menfasilitasi utang antar negara maupun jual beli asset antar
Tulisan ini disebarkan oleh agus syafii, agussyafii@yahoo.com
pelaku pasar dunia, serta transaksi antar mata uang, yang tidak sepenuhnya dapat
menggerakkan perekonomian sector riil sebagai instumen untuk pemerataan
kemakmuran umat manusia.
Mengapa banyak yang terlena dan tidak segera memperkuat sistim perekonomian dan
perbankan Islam untuk meraih kembali ketertinggalan dan keterpurukan saat ini?
istrumen negara maupun umat menusia dalam mengelola semberdayanya? Sebagai
mungkin akibat kurang memahami, sebagian lagi karena mungkin belum cukup
mengimani, sebagian lain mungkin tak peduli.
Ditengah keraguan atau mungkin ketidak fahaman, dan pengalaman yang ada, makalah
pendek ini, ingin mengulas sedikit peristiwa dari pengalaman masa krisi perbankan
nasional, dengan harapan semoga menambah energi dan inspirasi untuk mewujudkan
sistim ekonomi ilahiah, dan mewujudkan kebenaran Islam sebagai sistem dan
mekanisme universal bagi umat manusia, melalui perbankkan syariah.
I KRISIS EKONOMI DAN RESRTUKTURISASI PERBANKKAN DI
INDONESIA
A. Krisis Perbankkan Nasional
Banyak pihak mencatat bahwa krisis ekonomi yang terjadi sejak medio 1997 di
Indonesia memberikan danpak sangan luas yang mempengaruhi seluruh sendi –sendi
perekonomian nasional. Pada tahun 1998, kinerja perekonomian yang tercinta dari
indikator makro menunjukkan tanda-tanda kearah penurunan yang tajam, misalnya
pertumnbuhan ekonomi menunjukkan kontraksi yang dalam, yaitu sebesar 13,2%
dengan trend negative pada semua sektor ekonomi, sementara laju kenaikan hargaharga
melonjak sangat tinggi hingga mencapai 77,6%. Pada sisi lain angka
penggangguran dari jumlah penduduk miskin meningkat tajam sebagai akibat dari
semakin banyaknya perusahaan yang mengurangi bahkan menghentikan produksinya.
Memburuknya situasi perekonomian Indonesia akibat kebijakan suku bunga tinggi dan
depresiasi nilai tukar mata rupiah membawa akibat yang sangat buruk pada dunia
perbankkan. Kontraksi output sector perbankkan pada tahun 1998 mancapai 35% atau
sekitar 3 kali lebih parah dibanding sector lainnya. (lihat misalnya : restrukturisasi
perbankkan di Indonesia: pengalaman bank BNI, Indef, Jakarta Juli 2003).
Dari berbagai catatan, setidaknya selama krisis, dunia perbankan nasional mengalami
lima masalah sebagai berikut:
1. Negatif spread. Masalah ini terjadi karena bank harus membayar biaya bunga
kepada deposan (cast of fund) dengan suku bunga tinggi, sedangkan suku bunga
pinjaman tidak bisa disesuaikan sepenuhnya.
2. Likuiditas masalah likuiditas terutama dirasakan oleh bank swasta. Mobilitas
dana masyarakat yang masuk-keluar perbankan menjadi sangat tinggi, dan sebagai
akibatnya bank-bank terpaksa memerlukan suku bunga tinggi agar dana masyarakat
dapat terhimpun. Masalah likuiditas terjadi akibat rush terhadap bank swasta, sementara
bank-bank yang mengalami kelebihan likuiditas tidak mau menolong bank-bank
Tulisan ini disebarkan oleh agus syafii, agussyafii@yahoo.com
lainnya. Nasabah cenderung mengalihkan dana ke bank-bank yang dianggap aman
(flight to safety), terutama ke bank asing dan bank BUMN.
3. NOP (net open position) terjadi fluktuasi nilai tukar yang tajam menyebabkan
bank-bank devisa mengalami kesulitan dalam menglola asset dan kewajiban yang
didominasi dalam mata uang asing. Implikasinya, setiap terjadi pergerakan dalam nilai
rupiah, maka bank-bank mengalami kerugian valas (foreign exchange loss). Sebagai
akibat mudahnya bank-bank memperoleh pinjaman luar negeri untuk memenuhi
kebutuhan atau likuiditas valuta asingnya, yang ironisnya sebagian besar tidak
dilakukan lindung nilai (hadging), pada saat terjadi gejolak nilai tukar kewajiban bank
meningkat secara drastis.
4. NPL (Non-Performing Loan). Masalah ini muncul sebagai akibat terjadinya
kontrakso output disatu pihak dan meningkatnya beban utang perusahaan karena
meningkatnya suku bunga di lain pihak, maka kemampuan perusahaan membayar kredit
menjadi berkurang. Konsekuensinya, bank harus menaggung jumlah NPL yang lebih
besar. Dengan demikian bank diharuskan menyediakan PPAP yang pada gilirannya
memperberat posisi keuangan bank.
5. permodalan (Capital). Beban negative spread, meningkatnya biaya
pencadangan/PPAP karena meningkatnya NPL, penyelesaian utang luar negeri yang
terkait dengan NOP, serta melonjaknya beban biaya overhead dan biaya operasional
lainnya secara terakumulasi perlahan-lahan menggerogoti modal bank.
B. Kebijakan Restrukturisasi Perbangkan Nasional
Suatu sistem perbankan yang kuat merupakan hal mendasar bagi pertumbuhan dan
perkembangan ekonomi suatu negara. Sistim keuangan yang efesian akan membantu
suatu negara tumbuh, melalui upaya mobilisasi sumber daya keuangan dan
pengalokasian penggunaannya secara tepat.
Untuk itu, sebagai upaya pemilihan perbankan nasional, pemerintah telah menempuh
berbagai cara, di tengah alternative yang terbatas, bahkan disebut oleh banyak kalangan
ahli sebagai solusi terbaik dari alternative-alternative penyelesaan yang buruk (the best
choice from the worst solution). Stategi yang ditempuh oleh pemerintah antara lain
infuse atau suntikan modal baru ke bank-bank yang lemah melalui program
rekapitalisasi meggabungkan bank-bank yang lemah melalui program rekapitalisasi,
menggabungkan, bank (merjer), serta menutup bank-bank yang tidak layak
Pertama, kategori A: Bank dengan CAR (Capital Adequacy Ratio -ratio Kecukupan
modal) 4% keatas tidak diikutsertakan dalam program rekapitalisasi. Bank kategori ini
hanya diwajibkan menyusun rencana bisnis. Dalam kategori ini terdapat 73 Bank.
Termasuk diataranya Bank Muamalat Indonesia, sebagai satu-satunya bank syariah
dimasa itu.
Kedua Kategori B: Bank CAR lebih kecil dari 4% sampai minus -25%, wajib ikut serta
dalam progam rekapitalisasi. Batas CAR terbesar -25% untuk bank kategori B ini
karena Bank dengan CAR lebih rendah memerlukan penyertaan modal pemerintah yang
mendekati nasionalisasi. dalam kategori ini tredapat 30 Bank.
Ketiga, Kategori C: Bank dengan CAR lebih kecil dari minus 25% diberi waktu selama
30 hari untuk menambah modal atau memperbaiki kwalitas aktiva produktifnya
sehingga mencapai CAR minus 25% atau masuk Bank kategori B, sehingga dapat ikut
Tulisan ini disebarkan oleh agus syafii, agussyafii@yahoo.com
program rekapitalisasi. Apabila dalam batas waktu 30 hari bank tidak dapat
memenuhinya, maka penyelesaian masalah bank akan di dikoordinasikan antara bank
Indonesia dengan BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Basional). Dalam kategori ini
terdapat 24 Bank.
Dalam perkembangannya, pada sector perbankan swasta, setelah banyak
mempertimbangkan banyak hal, antara lain pertimbangan selain CAR, yaitu jaringan
cabang yang luas dan dampak atas ekonomi terkait, maka dikeluarkan keputusan
pemerintah, yaitu : 73 bank dipadang sehat dan dapat terus beroprasi, 8 bank diambil
alih oleh BBPN, 8 Bank berada dalam program rekapitalisasi dan 38 Bank ditutup.
Sedangkan untuk perbankan BUMN dilakukan Merger dan privatisasi, dengan
mempertimbangkan beberapa faktor. Khusus bank BUMN ini tidak ada kreteria CAR
dan hanya pertimbangan ekonomi untuk 7 bank BUMN dan 27 BPD. Selain itu,
langkah yang ditempuh adalah integrasi oprasi dan manegemen bank yang di marger,
rekapitalisasi, resolusi atas kredit macet dan program prifatisasi. Hasilnya adalah: 4
bank BUMN besar dimerger, 12 BPD direkapitalisasi. Sedangkan perifatisasi ditempuh
pasca merger dan hingga saat ini belum juga rampung.
C. Biaya Rekapitalisasi
Berdasarkan catatan INDEF dalam buku restruturisasi perbankan di Indonesia, Juli
2003, total dana yang dibutuhkan untuk menaggulagi biaya tahap awal rekapitalisasi
mencapai jumlah sebesar Rp. 240 Triliun, yang ditanggulangi melalui Obligasi
pemerintah. Estimasi biaya rekapitalisasi ini, antara lain Bank BUMN dan BPD: USD
12,50 Milyar, pengambil alih Bank: USD 12,00 Milyar, 8 Bank Kategori B: USD 3
Milyar, dan Bank Dilikuidasi : USD 2,35 Milyar. Sampai dengan akhir 2001, ternyata
total obligasi rekapitalisasi yang telah diterbitkan membengkak sampai dengan Rp. 660
Triliun.
Obligasi ini terdiri dari 3 jenis, yaitu: Variable rate (jangka waktu 3-10 tahun, dengan
tingkat suku bunga SBI tiga bulan): fixed rate (jangka waktu 5-10 tahun,dengan tingkat
suku bunga 12%-14%), dan tingkat suku bunga yang dikaitkan dengan indeks harga
konsumen atau CPI- linked rate (jangka waktu 20 tahun, dengan tingkat suku bunga 3
% di atas inflansi).
Banyak pihak berpendapat bahwa memang program ini dapat mengurangi resiko
ekonomi. Namun banyak pihak memandang sebagai pemborosan dan menjadi beban
rakyat yang harus dipenuhi melalui APBN setiap tahunnya.
D. fungsi Intermediasi Pasca Restrukturisasi-Loan to Deposit Ratio (LDR)
Meskipun program restrukturisasi sudah berlangsung selama 5 tahun ini, namun fungsi
intermediasi perbankan nasional belum pulih. Hal itu dapat terlihat dari loan to deposit
ratio (LDR) atau Ratio Kredit terhadap simpanan dari tahun 1998-2002.pada tahun
1998, rata-tara pemenuhan MDP perbankkan di Indonesia adalah sebesar 77,95 %. Nilai
ini berada di bawah ketentuan Bank Indonesia yang sebesar 94,75%. Kemudian tahun
1999 terjadi penurunan yang lebih tajam, yaitu LDR rata-rata hanya 44,90% atau
menurun 42,39%. Pada tahun 2000 rata-rata LDR naik sedikit menjadi 45,83%. Namun
Tulisan ini disebarkan oleh agus syafii, agussyafii@yahoo.com
demikian tahun 2001 rata-rata LDR kembali menurun pada level 44,97%, pada akhir
tahun 2002 rata-rata LDR yaitu 49,09%
No. ndikator 998 999 000 001 002
DR (%) 7,95 4,90 5,83 4,97 9,09
aju LDR (%) .a 42,39 ,07 1,88 ,16
Kredit (Loan) (Rp. Miliar) 87,42677,30020,60058,60010,300
impanan (Deposit) (Rp. Miliar)72,52425,61620,31909,12645,015
aju Kredit (%) 8,90 43,11 5,54 1,92 4,42
aju simpanan (%) 0,38 ,08 5,14 2,33 ,44
Dari data ini menunjukkan bahwa solusi pemerintah untuk menciptakan sistem
perbankan nasional yang sehat, khususnya sebagai lemabaga intermediasi dalam
menggerakkan sektor riil belum memperoleh hasil. Sebaliknya beban pemerintah yang
harus membayar bunga dan cicilan obligasi setiap tahun terus meningkat dan menjadi
beban APBN, yang juga beban rakyat dan para pembayar pajak nasional.
II. Perbankan Syariah Sebagai Solusi Berkeadilan dan Kerakyatan
A. Perspektif Ekonomi Islam
Islam merumuskan sistem ekonomi berbeda dari sistem ekonomi lain, karena memiliki
akar dari syariah yang menjadi sumber dan panduan setiap muslim dalam menjalankan
setiap kehidupannya. Dalam hal ini Islam memiliki tujuan-tujuan syariah (maqosid asysyariah)
serta petunjuk untuk mencapai maksud tersebut.
Dalam Al-Mustasyfa, Imam al-Ghazali mengemukakan bahwa tujuan utama syariah
adalah meningkatkan kesejahteraan manusia yang terletak pada pemeliharaan 5 hal,
yaitu: Imam (hifz al-iman), hidup, akal, keturunan dan harta benda (hifz al-maal).
Segala tindakan yang berupaya meningkatkan kelima maksud tersebut merupakan
upaya yang memang seharusnya dilakukan serta sesuai kemaslahatan umum.
Sebagai sebuah keyakinan yang bersifat rahmatan lil ‘alamin (universal), Islam mudah
dan logis untuk difahami, serta dapat diterapkan, termasuk didalam kaidah-kaidah
muamalahnya (tat hubungan sosial ekonomi). Dalam hal ini ekonomi Islam sebagai
bagian kegiatan muamalah sesuai kaidah syariah, adapat diartikan sebagai ilmu
ekonomi yang dilandasi ajaran-ajaran Islam yang bersumber dari al-Quran, as-Sunnah,
Ijma’ (kesepakatan ulama) dan qias (analogi). Al-Quran dan as-Sunnah merupakan
sumber utama, sedangkan ijma’ dan Qias merupakan pelengkap untuk memahami al-
Quran dan as-Sunnah
Ekonomi Islam memiliki pandangan yang khusus terhadap uang sebagai alat tukar
pembayaran dan itu pun dalam konteks terbatas. Uang tidak akan bernilai tanpa
digunakan sebagai alat pembayaran. Oleh karena itu uang yang bertumpuk (idle) tidak
sama dengan uang yang beredar. Jika kita menganggap uang yang disimpan memiliki
nilai, berarti kita telah menyalahi fungsi uang sebenarnya. Menumpuk uang berarti
menganggap bahwa harta itu kekal dan orang itu cenderung berbuat sewenang-wenang
denganya. Hal inilah yang membuat orang terangsang untuk membungakan uang,
Tulisan ini disebarkan oleh agus syafii, agussyafii@yahoo.com
karena merasa memiliki power (kekuasaan) terhadap pihak lainnya. Tindakan ini
merupakan suatu bentuk eksploitasi suatu pihak terhadap pihak lainnya dan dapat
dikategorikan sebagai kejahatan sosial.
Selain soal pandangan terhadap uang, Islam juga memandang bahwa salah satu upaya
merealisasikan nilai-nilai ekonomi Islam secara nyata adalah dengan mendirikan
lembaga-lembaga keuangan dan perbankkan yang sesuai kaedah syariat Islam. Dari
berbagai jenis lembaga keuangan, perbankan merupakan sektor yang paling besar
pengaruhnya dalam aktivitas ekonomi masyarakat modern.
Tujuan bank syariah secara umum adalah untuk mendorong dan mempercepat
kemajuan ekonomi suatu masyarakat dengan melakukan kegiatan perbankan, financial,
komersial dan infestasis sesuai kaidah syariah. Hal ini berbeda dengan bank
konvensional yang tujuan utamanya adalah pencapaian keuangan yang setinggitingginya
(profit maximization)
Sedangkan prinsip utama bank Islam terdiri dari larangan atas riba pada semua jenis
transaksi. Menrut Badrad-Dien al-Ayni dalam kitab umdatul Qori, prinsip utama adalah
penambahan dan menurut syriah riba berarti penambahan atas harta pokok tanpa adanya
transaksi yang riil. Sedangkan menurut Imam Sarakhsi dalam kitab al-mabsut, riba
adalah tambahan yang disyaratkan dalam transaksi bisnis dalam kitab al- Mabsut, Riba
adalah tambahan yang disyaratkan dalam transaksi syariah atas penambahan tersebut.
Dalam pelaksanaan aktifitas bisnisnya, bank Islam dilakukan atas dasar kesetaraan,
keadilan, dan keterbukaan, pembentukan kemitraan yang paling menguntungkan, serta
laba yan diperoleh dari usaha yang halal. Hal pokok yang juga menjadi pembeda adalah
kewajiban bank Islam untuk mengeluarkan dan mengadministraikan zakat guna
mengembangkan lingkungan masyarakat (social conduct).
B. Perbankan syariah sebagai solusi
“allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”.
(QS. – Al Baqarah :257)
Makna dan Pemahaman
Bank menurut bahasa arab berasal dari kata “Mashrif yang artinya pertukaran
(exchange), yaitu penjualan mata uang dengan mata uang yang lain. Kata mashrif
sendiri merupakan istilah nama untuk suatu tempat. Namun demikian artinya dengan
kata bank. Manurut bahasa Eropa (Itali, bank bersal dari kata “Banco” yang arinya
bangku atau counter. Kata tersebut dipopulerkan karena segala aktifitas pertukaran
uang orang-orang Itali menggunakan bangku atau counter. Meskipun demikian
perkembangan perkembangan perbankan agak tersendat bahkan sampai zaman Eropean
Renaissance.
Bank pertama yang sudah berdiri di Itali pada waktu itu adalah kota Venice tahun 1157,
kemudian bank yang secara resmi menggunakan deposito adalah di Barcelona 1401.
Tulisan ini disebarkan oleh agus syafii, agussyafii@yahoo.com
Sebelum masa kenabian nabi Muhammad SAW, kota Mekkah merupakan kota pusat
perdagangan dan para pedagang berdatangan dari segala penjuru bahkan dari luar kota
Mekkah. Perjalanan para saudagar menuju pasar Mekkah dilakukan sekaligus ibadah
haji (waktu itu masih menyembah berhala) sebagaimana yang digambarkan oleh Allah
sebagai perjalanan kaum Quraiys yang aktif berdagang sesuai musim waktu itu, yaitu
miusim panas dan musim dingin (QS. 106:1-2).
Karena sifat Muhammad yang jujur, adil dan dapat dipercaya, para penduduk Mekkan
(kaum Quraisy dan para pedagang) sepakat untuk memberikan penghargaan kepada
Muhammad dengan predikat al- Amin. Pemberian gelar ini belum pernah dialami oleh
orang lain, sehingga Muhammadlah orang pertama dan yang terakhir mendapatkan
gelar al-Amin.
Karena gelar yan diberikan al-Amin, maka banyak orang mendepositokan atau
menitipkan hartanya yang berharga kepada nabi Muhammad SAW, dan beliau
menunjuk Ali untuk mengembalikan seluruh harta yang diterimanya kepada pemilik
masing-masing.
Dari sejarah diatas maka secara tidak langsung menunjuk bahwa penduduk Mekkah
(pra Islam) telah mengetahui metode pengguanan harta (uang), yaitu pertama:
menyerahkan harta kepada orang untuk diniagakan (commendan) dan mendapatkan
pembagian keuntungan dari hasil peniagaan tersebut. Kedua, memberikan harta tersebut
dengan atas dasar riba (usury).
Kemudian setelah Islam datang, maka segala prinsip-prinsip yang berlaku pada saat itu
dan bertentangan dengan syariah harus diubah, dan semenjak itulah parasahabat mulai
mengerti pentingnya aturan tersebut. Salah satu contoh adalah az-Zubair bin al Awwam,
yaitu beliau adalah salah seorang yang dipercaya Rasul untuk sebagai tempat
penyimpanan uang , namun Zubair menolak menerima uang simpanan tersebut. Zubair
mensyaratkan bahwa dirinya mau menerima uang simpanan apabila uang tersebut bisa
digunakan olehnya (diterima sebagai pemberian pembiayaan) bukan hanya sekedar
tempat penyimpanan. Kemudian Zubair juga memberikan secure guarantee kepada
setiap pemilik modal bahwa uang tersebut akan aman apabila tidak digunakan olehnya
namun akan mengalami pengurangan atau kerugian apabila digunakan; begitu pula
halnya apabila uang tersebut dijadikan sebagai modal pembiayaan maka dana tesebut
dijamin oleh sipeminjam (bukan oleh Zubair).
Awal Perkembangan
Awal berdirinya bank Islam dimulai dinegri Mesir, dengan nama Mit Ghamr pada tahun
1963, kemudian untuk meningkatkan peranannya maka didirikan satu lagi pada tahun
1973 dengan nama Nasir Social Bank. Tak lama kemudian Arab Saudi turut
mnegembangkan peranan bank Islam dan bagaimana pula mengalang dana-dana untuk
membantui negara-negara Islam yang miskin, kerena itu berdirilah Islamic
Development Bank, Jeddah pada tahun 1973. menyusul kemudian Dubai Islamic Bank,
di kota Dubai 1975.
Untuk mengimbangi adanya bank dunia konvensional, maka berdirilah DMI (Darul
Mal al-Islam), al Barkah, al Rajihi, dan Kuwait Finance House. Kelompok ini terus
Tulisan ini disebarkan oleh agus syafii, agussyafii@yahoo.com
berkembang seiring dengan perkembangan zaman dan mengajak negara-negara lain
untuk membuka bank Islam.
Secara ringkas, negara-negara yang sudah memili bank Islam adalah: Pakistan Bahrain,
Kuwait, Dubai, Abud Dhabi, Saudi Arabia, Iraq, Qatar, Iran, Jordan, Palestia, Yaman,
Libanon, Malaisya, Indoneisa, Bangladesh, Turki, Albania, Brunei, Mesir, Senegal,
Sudan, Nigeria, Tunisia, Jibauti, Ghuinea, Mauritania.
Saat ini, bahkan dalam masa-masa mendatang, bank Islam bukan hanya didirikan dan
dimiliki oleh negara atau kelompok muslim, tetapi juga perbankan Barat yang cukup
besar ikut terlihat dalam pendirian bank Islam seperti: United Kindom, USA, Canada,
Luxembourg, Switzerland, Denmark, Afrika Selatan, Australia, India, Sri Langka,
Philipina, Cyprus, Bahmas, Virgin Islands, Cayman Islands. Setidaknya ada tiga
lembaga keuangan Barat menginvestasikan dananya untuk pendirian lembaga keuangan
Islam, Citibank (dari paman Sam) ABN Amro (Eropa) Dan ANZ dari Australia.
Citibank mendirikan City Islamic Investmen Bank dan ABN mendirikan ABN Amro
Global Islamic Financial Services di Bahrain.
Bank Anz mendirikan first ANZ International mudaraba, ltd, yang sasaran
operasionalnya adalah kawasan timur tengah, Afrika Utara, dan Tasia. Ada juga bankbank
konvensional yang mempunyai unit tersendiri dan menggunakan konsep syariah
seperti: Citibank, USA, ANZ (Australia dan New Zealand), ABN AMRO (Dutch),
Goldman Sachs (United Kingdom), Kleinwort Benson (German), Hong Kong Shanghai
Bank in UK, Saudi Amerika Bank (USA-Saudi), Saudi British Bank (UK- Saudi)
Perbedaan Perbankan Syariah dan Bank Konvensional
Menurut undang-undnag no. 7 tahun 1992 yang diubah menjadi undang-undang no. 10
tahun 1998 tentang perbankan yang dimaksud dengan perbankan adalah segala sesuatu
yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan
proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya (pasal 1 ayat 1). Kemudian dilanjutkan
dengan ayat 2 menyatakan bahwa bank adalah bandan usaha yang menghimpun dana
dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkannya kepada masyarakat
dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf
hidup rakyat banyak.
Undang-undang nomor 10 tahun 1998 juga mempertegas eksistensi prinsip usaha bank
berlandaskan syariah, yaitu dalam ayat 3 yang berbunyi “Bank umum adalah bank yang
melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah
yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran”.
Pengerahan dana dari masyarakat dan penyalurannya kembali pada masyarakat dalam
bentuk kredit atau pembiayaan (financing) merupakan dua fungsi utama bank yang
tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Dalam hal ini, fungsi pembiayaan (financing)
tidak mungkin ada tanpa fungsi pengerahan dana atau investasi masyarakat melalui
perbankan (syariah).
Berdasarkan kedua fungsi tersebut, nampak adanya dua hubungan hukum antara bank
dan nasabah yaitu: pertama, hubungan hukum antara bank dan nasabah pembiayaan.
Melalui perbankan syaraiah hubungan kedua pihak itu tidak saling dirugikan akan
Tulisan ini disebarkan oleh agus syafii, agussyafii@yahoo.com
tetapi sama-sama mendapatkan manfaat yang lebih (laba) dan tidak didasarkan atas
kezhaliman.
Hubungan antara bank syariah dengan nasabah sebagai pemilik sebagai rekening
investasi tidaklah mencerminkan hubungan kreditor-debitor. Bank syariah tidak
memberikan janji atau memastikan keuntungan diawal transaksi, tetapi
keuntunganganya ditentukan sesuai sifat , jangka waktu investasi dan sesuai dengan
hasil oprasional investasi sebagai objek, atau proses investasi yang dilakukan bank pada
berbagai jenis pembiayaan, pengelola produk dan jasa-jasa lainnya.
Pada prinsipnya cara kerja bank syariah meliputi menerima dana dari masyarakat dan
menyalurkan pada pihak yang memerlukan serta memberikan jasa-jasa keuangna pada
masyarakat. Perbedaannya dengan bank konvensional adalah dalam bank syariah
pendapatan dari penyimpan dana tidak didasarkan dalam bentuk prosentasi terhadap
dana simpanan yang ditetapkan diawal (bunga), namun ditentukan dalam bentuk nisbah
bagi hasil terhadap pendapatan bank yang akan didapatkan (bagi hasil).
Konsekwensinya adalah nasabah penyimpan akan mendapatkan hasil dari dana yang
disimpannya tergantung dari pendapatan yang diperoleh bank. Hal ini sangat berbeda
dengan sistim perbankan konvensional, yang menjanjikan nasabah penyimpan akan
mendapatkan bunga yang sudah ditetapkan diawal dan tidak secara langsung,
berhubungan dengan besarnya pendapatan bank.
Dalam sistim perbankan konvensional, selain berperan sebagai jembatan antara pemilik
dana dan dunia usaha, perbankan juga masih menjadi penyekat antara keduanya karena
tidak adanya transferability risk dan.
Sedangka dalam sistim perbankana syari’ah bank syari’ah menjadi manajer investasi,
wakil atau pemegang amanat (pengelola) dari pemilik dana (sebagai investor) atas
investasi di sektor riil. Dengan demikian, seluruh keberhasilan dan resiko usaha secara
langsung didistribusikan kepada pemilik dana sehingga menciptakan keseimbangan
(hegemoni).
Dalam konteks makro, modus ini menghindarkan terjadinya gap antara sumber dana
dengan investasi sehingga menciptakan landasan pertumbuhan yang kuat.
Hal-hal itu, mengingat skema produk perbankan syari’ah secara alamiah merujuk
kepada dua kategori kegiatan ekonomi yakni produk dan distribusi. Pertama difasilitasi
melalui skema profit sharing dan partnership, sedangkan kegiatan distribusi manfaat
hasil-hasil produk dilakukan melalui skema jual-beli dan sewa menyewa. Berdasarkan
nature tersebut maka kegiatan keuangan syari’ah dapat dikategorikan sebagai
investment banking dan merchant/commercial banking.
Perbedaan-perbedaan pokok antara bank syariah dan bank konvensional:
No erbedaan Bank Konvensional Bank Syariah
alsafah isitim bunga (interest) isitim bangi hasil (revenue/profit
rist sharing)
andasan
ukum
Hanya perundang-undangan dan
etentuan bank
l-Quran dan hadist nabi
muhammad SAW
Tulisan ini disebarkan oleh agus syafii, agussyafii@yahoo.com
Koridor bisnis Memiliki aspek maysir, riba dan
harar Anti maysir, riba dan gharar
Organisasi
engawasan
idak memiliki dewan pengawas
yariah Memiliki dewan pengawas syariah
Operasional
Dana masyarakat yang harus
ibayar bunganya pada saat jatuh
empo
Penyaluran dana pada sektor yang
menguntungkan, tanpa
mempertimbangkan aspek halal –
aram
Dana masyarakat berupa titipan
an investasi yang akan
mendapat hasil sesui hasil dikelola
saha.
Penyalur hanya pada usaha yang
alal, anti maysir, riba dan gharar,
erta menguntungkan.
1. Produk Perbankan Syariah
Secara umum produk-produk simpanan bank syari’ah menggunakan prinsip titipan
(wadi’ah), yang diaplikasikan dalam produk “giro wadiah” dan prinsip investasi
(mudharabah), yang diaplilkasikan dalam produk “tabungan dan deposito
mudharabah”.
No rinsipil roduk Aplikasi
itipan
wadi’ah
adhomanah)
Giro dan
abungan
Nasabah menyimpan dana di bank, dengan akad bank
apat menggunakan dana tersebut, dengan syarat bank
apat menyediakan dana jika sewaktu-waktu nasabah
mengambil dananya
nvestasi umum
mudharabah
mutlaqoh)
Deposito
an
abungan
Nasabah menginvestasikan dananya kepada bank dengan
isbah bagi hasil dan jangka waktu ditetapkan diawal.
egi hasil akan dihitung berdasarkan nisbah yang
isepakati, dihitung dari pendapatan bank yang akan
idapat.
nvestasi khusus
mudharabah
muqoyyadah)
Deposito/
ana khusus
Nasabah menginvestasikan dananya kepada bank dengan
isbah bagi hasil dan jangka waktu ditetapkan diawal
ntuk membiayai proyek tertentu sesuai dengan keinginan
asabah. Bagi hasil akan dihitung berdasarkan nisbah yang
isepakati, dihitung dari pendapatan bank yang akan
idapat dari proyek yang secara khusus dibiayai oleh
eposito tersebut.
Untuk produk-produk jasa seperti transfer, kliring, inkaso, pembayaran rekening listrik,
telefon dan lain-lain, menggunakan prinsip ujrah.
Sedangkan produk pembiayaan secara umum terbagi dalam dua prinsip, yaitu jual-beli
termasuk sewa-beli dan pembiayaan dengan skema bagi hasil. Skema pembiayaan jualbeli
terdiri dari murabahah, salam, istishna’ dan pembiayaan sewa beli yaitu ijarah
muntahiyyah bi tamllik. Sedangkan pembiayaan dengan metode bagi hasil juga
mempunyai dua produk yaitu musyarakah dan mudharabah termasuk mudharabah
muqayyad (restricted investmen).
Tulisan ini disebarkan oleh agus syafii, agussyafii@yahoo.com
Metode, produk dan tujuan pengunaan pembiayaan bank syariah di sajikan berikut ini:
NoM etode
embiayaan roduk -Aplikasi pembiayaan
ual beli
Murabahah - modal kerja seasonal/project atau investasi
. Salam -modal kerja atau investasi terutama untuk produkroduk
pertanian
Istisna’ -modal kerja atau investasi, terutama project dengan
embayaran per termin
ewa beli arah - investasi (fixed asset)
agi hasil
Mudharabah - modal kerja atau investasi
. Musyarakah modal kerja atau investasi
Secara prinsip mudharabah merupakan bagian dari musyarakah, dengan perbedaan
sebagai berikut:
Kreteria Mudharabah Musyarakah
. Prinsip dasar
Sumber modal hanya berasal
ari shohibul maal
Kepercayan penuh (trusty
nancing)
Sumber modal berasal dari
shohibul maal dan mudharib.
Adanya keterlibatan shahibul maal
oint financing)
. Manajemen Hanya pengusaha, pemilik
modal tidak telibat
Dapat trelibat atas kesepakatan
ersama
.Penanggung
kerugian emilik modal ersama-sama
. Jenis modal Uang tunai Uang dan harta benda dinilai dalam
ang
C. Kinerja Perbankan Syari’ah
Bank syaria’ah pertama-tama dioperasikan di Indonesia adalah PT. bank Muamalat
Indonesia Tbk, pada tanggal 1 Mei tahun 1992, 11 tahun lalu, atau empat tahun setelah
paket deregulasi Oktober 1998 (pakto 88). Perkembangan perbankan syariah pada
asalnya berjalan lebih lambat tahun 1998 hanya terdapat satu bank umum syaria dan 78
BPRS.
Kehadiran perbankkan syariah dalam sistim perbankan nasional bukanlah semata-mata
mengakomodasi kepentingan penduduk Indonesia yang mayoritas muslim. Namun lebih
kepada adanya faktor keunggulan atau manfaat lebih dari perbankan syariah dalam
menjebatani kegiatan ekonomi dan lebih umum terhadap krisis. Seiring dengan itu,
telah tumbuh sebuah kecenderungan spiritual yang mulai melihat mudharatnya sistim
bunga (interes based banking), bersamaan dengan keyakinan yang semakin luas bahwa
bunga bank adalah haram. Walaupun bagi sebagian kalangan masih dipandang subhat
Tulisan ini disebarkan oleh agus syafii, agussyafii@yahoo.com
(ragu-ragu), mengingat alasan dharurat dan belum adanya keberanian majlis ulama
Indonesia dalam memberikan fatwa haram atas bunga bank.
Pada awal operasinya, bank muamalat belum mendapat perhatian optimum dalam
industri perbankan nasional. Landasan hukum operasinya sebagai bank syariah hanya
dikategorikan sebagai “bank dengan sistim bagi hasil “, sebagai tercermin dalam UU
No. 7/1992 yang meletakkan pembahasan perbankan bagi hasil hanya sepintas.
Namun demikian, meskipun sendirian peran yang ditempuh bank Muamalat Indonesia,
telah meningkatkan kesadaran masyarakat, bahwa perbankan syariat telah menunjukkan
keberadaan dan kebenarannya, serta teruji dalam krisis yang menimpa Indonesia. Ujian
itu berhasil dilewati dan menempatkan bank Muamalat Indonesia pada progran
restrukturisasi perbankan nasional pada tahun 1998 dalam kategori A (CAR di atas 4 %)
sehingga tidak memerlukan bantuan suntikan modal pemerintah dan hanya harus
menyampaikan bisnis plan, sebagai wajarnya. Hal ini terjadi karena beberapa hal, antara
lain:
Pertama, beroprasi atas dasar prinsip syariah melalui bagi hasil, tidak beroprasi atas
dasar bunga /riba, gharar, dan maisyir, dan karenanya tidak mempraktekkan pemberian
bunga kepada deposan maupun penarikan bunga dari para pemimpin dana / nasabah
pembiayaan.
Kedua, tidak mengalami negative spread. Hal ini terjadi karena bank muamalat tidak
memberikan bunga, dalam hal ini bagi hasil lebih besar dari yang diperoleh, melainkan
revenue sharing dari hasil usaha nyata atas penyaluran dana masyarakat kepada sector
usaha yang dibiayai bank.
Ketiga, tidak mengambil posisi untuk melakukan spekulansi mata uang (gharar)
sehingga tidak mengalami problem NOP (net Open Position). Dan keempat, bertumpu
pada pemikan terhadap usaha kecil dan menegah (UKM) yang terbukti tangguh dan
tahan dalam menghadapi krisis perekonomian nasional.
Pertumbuhan bank Muamalat sejak 1998 pun amat mengembirakan. Hal ini tanpak dari
asset yang terus tumbuh, FDR (Financing to Deposit Ratio atau LDR) yang selalu lebih
dari 80 % setiap tahunnya, dan laba yang terus meningkat, dari sisi Asset, dari tahun
1998 sehingga saat ini mengalami pertumbuhan rata-rata per tahun 48.31%. dari Rp.
446,9 Milyar pada akhir tahun 1998 menjadi Rp. 2.139 Triliun pada akhir tahun 2002.
Pembiayaan yang diberikanpun mengalami peningkatan rata-rata pertahun sebesar
60.33%. dari Rp. 318 Milyar pada akhir tahun 1998, menjadi 1.734 Triliun pada akhir
2002. begitupun dengan dana pihak ketiga meningkat rata-rata pertahun 44.79%, dari
Rp. 319,9 Milyar pertahun pada akhir tahun 1998 menjadi Rp. 1.713 Triliun pada akhir
2002.
Bahkan dalam 2 tahun terakhir ini, Bank Muamalat Indonesia telah memperoleh
berbagai penghargaan. Berdasarkan rating majalah Infobank 2003, bank Muamalat
masuk sepuluh besar dengan predikatr “sangat bagus” dan menempati rangking ketujuh
dalam kategori asset Rp. 1 Triliun-Rp 20 Triliun, serta termasuk dalam “sepuluh
besar bank devisa terbaik di Indonesia, dengan predikat “sanngat bagus”. Penghargan
lain adalah dari majalah Pilar Bisnis, yang menempatkan bank Muamalat Indonesia
Tulisan ini disebarkan oleh agus syafii, agussyafii@yahoo.com
dalam “sepuluh bank devisa teraman di Indonesia”. Bank Muamalat pun telah menjadi
bank syariah pertama yang melakukan emisi obligasi syariah sub-ordinasi pertama di
Indonesia, senilai Rp. 200 Milyar, dengan tenor 7 tahun, dan bagi hasil 91:9, dengan
rate indication berkisar setara dengan 17 %, sehingga berhasil menambah permodalan
dan memperbaiki CAR-nya melalui obligasi syariah ini.
Problem yang dialami bank Muamalaht pada masa krisis, terjadi karena industri secara
keseluruhan mengalami krisis, sehingga berimbas pada pendapatan bank. Dari
keberhasilan bank Muamalat Indonesia melawati krisis ini, apalagi sejak UU perbankan
No. 1 tahun 199, pertumbuhan bank syariah di Indonesia begitu penting dan signifikan.
Berdasarkan statistik perbankan syariah Mei 2003, dari bank Indonesia, jumlah bank
Syariah di Indonesia, sampai akhir april 2003 tercatat, bank umum syariah baru 2, yaitu
bank Muamalat dan bank Syariah Mandiri, 8 bank umum yang membuka unit atau
kantor cabang syariah yaitu: bank IFI, BNI Syariah, BRI Syariah, Danamon Syariah,
JABAR Syariah, Bukopin Syariahdan BII Syariuah serta 89 bank Perkreditan Rakyat
Syariah (BPRS). Beberapa bank konvensional dalam negri maupun asing yang
beroprasi di Indonesia juga telah mengajukan izin dan menyiapkan diri untuk segera
beroprasi, diantaranya bank Syariah Indonesia (BSI).
Sampai akhir Mei 2003, total asset perbankan syariah telah mencapai lebih dari Rp.
5,09 Triliun atau 0,46% dari total asset perbankan nasional. Sedangkan dana pihak
ketiga (DPK) sampai April 2003 telah mencapai lebih Rp. 3,6 Triliun, yang terdiri dari
Giro Wadiah Rp. 382,5 Miliar, Tabungan mudharabah Rp. 1,19 Triliun dan deposito
mudharabah Rp. 2,03 Triliun.
Pada sisi penyaluran dana, komposisi penyaluran dana perbankan syariah (dalam jutaan
rupiah), sampai Mei 2003, adalah sebagai berikut:
Rincian Pembiayaan Yang Diberikan
Items of Financing)
Nilai (Rp)angsa (%)
Dalam rangka pembiayaan bersama
sindicated financing)
9.165 .73
Dalam rangka restruturisasi pembiayaan
Restructurized financing)
49 .01
Penyaluran pembiayaan melalui lembaga lain
Chanelling)
.00
Pembiayaan musyarakah (musharakah financing) .05
Pembiayaan mudharabah (mudharabah financing)62,888 4.07
Piutang murabahah (murabahah receivable) ,874,676 1.84
Piutang salam (salam receivable) .00
Piutang istishna (istishna receivable) 40,708 .02
Lainnya (others) 11,641 .29
Tulisan ini disebarkan oleh agus syafii, agussyafii@yahoo.com
Total 00%
III. TANTANGAN DAN INISIATIF YANG PERLU DITEMPUH
I. Tantangan Yang Dihadapi
Peranan perbankan syariah dalam perekonomian relatif masih sangat kecil
dibandingkan porsi perbankkan konvensional. Berdasarkan pengalaman dan catatan
dalam Blueprint pengembangan perbankan syariah (blueprint 2002-2011) yang
dikeluarkan bank Indonesia, Januari 2003, beberapa kendala pengembangan perbankan
syariah selama ini adalah:
jaringan kantor bank syariah dan pangsa pasar yang masih terbatas
pemahaman masyarakat dan sosialisasi yang belum tepat mengenai produk, jasa dan
kegiatan operasional bank syariah. Hal ini disebabkan antara lain oleh pandangan ulama
MUI yang belum tegas mengenai bunga, yang kurangnya perhatian ulama atas kegiatan
ekonomi di Indonesia. Padahal kalangan ulama international telah menyatakan, bahwa
bunga bank sama dengan riba, dan riba hukumnya haram.
Sumber daya manusia profesional perbankan syariah masih terbatas.
Permodalan yang masih kecil
Belum konsisten antara pemahaman dengan pilihan perbankan syariah, misalnya
banyak tokoh masyarakat Islam dan institusi Islam, rekeningnya diperbankan
konvensional.
f. Ketentunan perundangan, peraturan-peraturan serta institusi pendukung yang
belum lengkap dan efektif.
Persaingan dengan perbankan konvensional domestic maupun luar negri yang jor-joran
dalam berpromosi.
Seiring dengan upaya bank Indonesia untuk memantapkan blueprint pengembangan
perbankan syariah di Indonesia, sosialisasi perbankan syariah kedepan dan strategi
pengembangan pengembangan syaraiah perlu diarahkan untuk meningkatkan pansa
pasar (market share) perbankan syariah, meningkatkan kompetensi usaha dan level of
playing field yang sejajar dengan sistim perbankan konvensional, serta memperkuat
peranan perbankan syariah dalam memberikan solusi terbaik bagi perekonomian
nasional.
Mengingat keunggulan perbankan syariah dan demand side (sisi kebutuhan) ready
market dari mayoritas umat di Indoensia, dalam jangka panjang, untuk memenuhi
kebutuhan tersebut, pada supply side (sisi penawaran) bukan tidak mungkin dilakukan
kebijakan dan proses perubahan yang lebih fundamental dalam pengembangan bank
syariah di Indonesia, antara lain dengan memberikan ruang seluas-luasnya kepada bankbank
konvensional untuk membuka layanan, termasuk melalui sistim windaw pada
bank konvensional maupun konvensional maupun bank-bank konvensional besar
menjadi bank syariah.
Tulisan ini disebarkan oleh agus syafii, agussyafii@yahoo.com
2. Inisiatif Ynag Perlu Ditempuh
Beberapa upaya yang perlu dilakukan pemerintah bersama para pelaku ekonomi
syariah untuk merealisasikan hal tersebut ditempuh melalui beberapa langkah utama:
a. Memberi kemudahan pengembangan jaringan pelayanan dan pembukaan kantorkantor
bank syariah untuk memperluas jangkauan pasar dan memberikan pelayanan.
b. Mengupayakan peningkatan modal dan kemudahan dalam memperolah modal
bagi bank syariah.
c. Melengkapi kerangka hukum dan penyempurnaan ketentuan perbankan syrariah.
Dalam hal ini isu perlu tidaknya UU perbankan syariah harus segera dituntaskan oleh
pemerintah, dalam hal ini bank Indonesai dan DPR.
d. Melengkapi istitusi pendukung yang lebih efektif, antara lain Auditor Syariah,
Pasar Keungan Syariah International, Lembaga Penjaminan Pembiayaan Syariah, dan
Badan Arbitrase Syariah.
e. Menyiapkanpusan informasi dan komunikasi keuangan syariah, yang berfungsi
menghubungkan sector riil dengan sektor pembiayaan syariah.
f. Melanjutkan sosialisasi dan edukasi publik yang didukung olah bank Indonesia,
para ulama diseluruh pelosok maupun melalui majelis ulama, asosiasi dan masyarakat,
yang didukung anggaran bank Indonesia.
g. Menyiapkan special purpose company/vehicle (SPC/V), untuk membantu
melakukan sekuritisasi asset bagi bank syariah yang ingin meningkatkan likuiditasnya
(misalnya melalui asset backed securitisation-ABS).
h. Mendorong kekuatan bank syaraih local untuk menjadi pemain pasar global dan
berdaya asing international.
IV. EPILOG
EKONOMI Islam dan perbanknan syariah merupakan solusi bagi peningkatan
kemakmuran, kesejahteraan dan keadilan ekonomi di muka bumi, termasuk di
Indonesia.
Merupakan kewajiban bagi umat Islam sebagai “khalifah” di muka bumi untuk
meningkatkan kemakmuran, kesejahteraan dan keadilan melalui kegiatan muamalah
(berekonomi dan berniaga) yang sesuai kaidah-kaidah syariat Islam.
Saat ini peran perbankan syariat masih sangat kecil ditengah ready market umat Islam
Indonesia yang amat besar jumlahnya.
Tulisan ini disebarkan oleh agus syafii, agussyafii@yahoo.com
Banyak tantangan yang harus diselesaikan bersama oleh para pelaku, pemerintah dan
masyarakat, termasuk keberanian ulama Indonesia untuk bersepakat dan mengeluarkan
fatwa bahwa “bunga bank sama dengan riba dan karenanya haram hukumnya”
Para pelaku usaha masih harus diyakinkan bahwa bank syariah mampu memberikan
manfaat ekonomi langsung secara praktis maupun spiritual yang menjamin kehalalan
dan keberkahan, sehingga mampu memurnikan jiwa, razqi, hata dan keturunan dari
kemungkinan yang haram maupun yang syubhat.
Jakarta, 12 Agustus 2003

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Download Lagu Gratis, MP3 Gratis