Bookmark and Share

Senin, 25 Januari 2010

Prospek Studi Ekonomi Islam

Ahmad Dahlan*)

*) Penulis adalah Sarjana Agama dan Magister Studi Islam. Ia sebagai dosen-tetap di Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Purwokerto dan penulis buku Lembaga Mikro dan Pembiayaan Mudhârabah (2004).

Abstract:
The development of Islamic economy studies especially syari’ah’s financial institution in Indonesia in last 5 years is very fast. The growth indicator is visible from the growth of syariah banking in 2003: 2 Public Syariah’s Banks were emerged (Bank Syariah Mandiri and Bank Muamalat), more than 10 public bank opening syariah branch, 2 local public syariah’s banks (DKI and Jabar), and almost 84 BPRS, supported by 340 offices. Furthermore, Islamic Economy Studies or Syariah’s Financial Institution programs were founded on several university and Islamic college. This growth gain more strength when on 22 Syawal 1424 Hijriyah or 16 December 2003 Indonesian Moslem Scholar Council (MUI) releasing religious advices about the illegality of bank interest. Keywords: prospect, study, Islamic economy, lembaga-keuangan-syari’ah/syariah’s financial institution.
Pendahuluan
Salah satu yang direkomendasikan para peserta Seminar dan Lokakarya Nasional Ekonomi Syari’ah yang diselenggarakan oleh Fakultas Syari’ah IAIN Sunan Gunung Djati Bandung bekerjasama dengan BAGAIS DEPAG RI di Wisma Haji Departemen Agama Ciloto Puncak Bogor tanggal 29 November s.d. 1 Desember 2004 adalah: pertama, gairah perkembangan lembaga keuangan syari’ah yang sudah diterima oleh masyarakat dan mendapat sambutan politis harus diimbangi oleh peningkatan sumberdaya di lingkungan Perguruan Tinggi Agama, yaitu dengan membuka program studi ekonomi Islam atau lembaga keuangan Islam lain seperti Manajemen Perbankan Syari’ah. Kedua, standarisasi kurikulum ekonomi Islam secara nasional, dan implikasi gelar yang disandang oleh para sarjananya.
Dari dua item tersebut, tampaknya poin pertama menjadi urgen dan menarik diangkat karena beberapa hal: Pertama, tidak sedikit stakeholder, praktisi ataupun akademisi yang dapat meraih perkembangan studi ekonomi Islam dan menikmati perkembangan lembaga keuangan syariah khususnya perbankan yang sedang bergairah, justru diraih oleh para praktisi dan komunitas yang bukan alumni dari Perguruan Tinggi Agama.
Kedua, kurang responsifnya berbagai kalangan yang berbasis perguruan tinggi agama terhadap perkembangan perbankan syari’ah untuk dapat bekerjasama dalam berbagai transaksi dan program. Sebagai contoh, seluruh pekerja di Bank Muamalat Kantor Cabang Purwokerto
P3M STAIN Purwokerto | Ahmad Dahlan 2 Ibda` | Vol. 3 | No. 1 | Jan-Jun 2005 | 146-155
semuanya alumni Perguruan Tinggi Umum.1 Adapun beberapa session yang berkaitan dengan studi ekonomi Islam yang pernah ada di Purwokerto justru dilaksanakan kerjasama antara Bank Muamalat dengan pihak lain yang bukan dari STAIN (Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri) Purwokerto sendiri. Kemudian pertanyaannya adalah “Haruskah prospek studi ekonomi Islam dikembangkan dan ”direbut” oleh perguruan tinggi umum?”
Pengertian Ekonomi Islam
M. Abdul Mannan mendeskripsikan ilmu ekonomi Islam sebagai ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang diilhami oleh nilai-nilai Islam.2 Ekonomi Islam bukan ilmu yang mencegah kaum muslimin untuk mempelajari masalah-masalah ekonomi yang non-muslim (konvensional). Sebaliknya, dengan nilai-nilai Islam yang diletakkan pada dasar-dasar berekonomi akan mengilhami para muslimin dalam kebaikan (mashlahah).
Ekonomi Islam bukan aplikasi ilmu yang tertutup (eksklusif), tetapi sebagai suatu rangkaian kegiatan yang integral dengan ritual ubudiyah yang lainnya, dan sangat menunjang perikehidupan secara umum (inklusif). Ekonomi Islam bukan ekonomi konvensional yang paradigmanya didasarkan pada keduniaan belaka (weltanschauung), tetapi ekonomi Islam berorientasi pada perilaku dunia dan tujuan akhirat (goal of hereafter).
Mazhab-Mazhab Ekonomi Islam
Adiwarman Karim, salah seorang pakar Ekonomi Islam Indonesia, dan penggagas The International Intitute of Islamic Thought (IIIT) Indonesia, menuliskan bahwa ada 3 mazhab ekonomi Islam, sebagai berikut.
Mazhab Bâqir al-Shadr
Mazhab ini dipelopori oleh Bâqir al-Shadr dengan bukunya Iqtishâdunâ,3 berpendapat bahwa masalah ekonomi muncul karena adanya distribusi yang tidak merata dan tidak adil sebagai akibat sistem ekonomi yang membolehkan eksploitasi pihak yang lemah. Ilmu ekonomi (economics) tidak pernah bisa sejalan dengan Islam. Ekonomi tetap ekonomi, dan Islam tetap Islam. Keduanya tidak akan pernah dapat disatukan karena keduanya berasal dari filosofi yang saling kontradiktif. Oleh karena itu, al-Shadr menolak statemen bahwa masalah ekonomi muncul karena adanya keinginan manusia yang tidak terbatas, sedangkan sumber daya yang tersedia untuk memuaskan keinginan manusia tersebut jumlahnya terbatas. Hal tersebut sangat tidak relevan karena firman Allah SWT dalam surat QS. al-Qamar (54:49) dinyatakan “Sungguh telah Kami ciptakan segala sesuatu dalam ukuran yang setepat-tepatnya”.
P3M STAIN Purwokerto | Ahmad Dahlan 3 Ibda` | Vol. 3 | No. 1 | Jan-Jun 2005 | 146-155
Mazhab Mainstream
M. Umer Chapra, M. Abdul Mannan, M. Nejatullah Siddiqi, dan para pemikir ekonomi Islam dunia lebih banyak tergolong pada kelompok ini. Berbagai pendapat dari mazhab mainstream tidak begitu berbeda dengan pendapat konvensional, hanya saja yang membedakan adalah cara penyelesaian permasalahan (method of problem solving). Berbeda dengan penentuan skala prioritas dalam ekonomi konvensional yang tergantung pada individu dengan atau tanpa pendekatan agama, tetapi dengan “mempertuhankan nawa nafsu dan materi”, sedangkan mazhab ini berpendapat dalam ekonomi Islam, keputusan pilihan tidak dapat dilakukan semaunya saja. Perilaku manusia dalam setiap aspek kehidupannya, termasuk ekonomi, harus merujuk pada ajaran Allah lewat al-Qur’an dan Sunnah.
Mazhab ini juga setuju dengan kemunculan masalah ekonomi karena keterbatasan sumber daya yang dihadapkan pada keinginan manusia yang tidak terbatas. Namun, keterbatasan sumber daya tersebut, hanya terjadi pada berbagai tempat dan waktu saja, sebagaimana firman Allah dalam surat al-Baqarah (2:155), yang artinya: “Dan sungguh akan Kami uji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira bagi orang-orang yang sabar”.
Selain keterbatasan merupakan ujian dari Allah SWT, juga sifat manusia yang berkeinginan tidak terbatas dianggap sebagai sifat yang alamiah. Disebutkan dalam al-Qur’an surat at-Takâtsur (102:1-5), yang artinya: “Bermegah-megahan telah melalaikan kamu. Sampai kamu masuk ke liang kubur. Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu)”.
Mazhab Alternatif-Kritis
Dipelopori oleh Timur Kuran (Ketua Jurusan Ekonomi di University of Southern California). Kuran mengkritisi kedua mazhab di atas. Mazhab ini berpendapat bahwa yang perlu dikritisi tidak saja kapitalisme dan sosialisme, tetapi juga ekonomi Islam itu sendiri.4
Dari sekian literatur dan perkembangan perekonomian Islam di dunia, tampaknya mazhab Mainstream lebih fleksibel dan dominan dalam berkiprah karena seperti yang ditulis oleh Muhammad Muslehuddin bahwa sesungguhnya esensi dari ekonomi Islam adalah perilaku dan sistem ekonomi yang dibangun (established) dan ditegakkan berdasarkan syariah, dan (kemungkinan) menerima unsur ekonomi lainnya selama tidak bertentangan dengannya.5
Prinsip-Prinsip Umum Ekonomi Islam
Prinsip-Prinsip umum ekonomi Islam dapat dilihat pada rancang bangun ekonomi Islam didasarkan pada 5 (lima) nilai universal, yaitu at-tauhîd (keamanan), al-‘adl (keadilan), an-nubuwwah (kenabian), al-khilâfah (pemerintahan), dan al-ma’ad (hasil). Kemudian kelima nilai-nilai universal tersebut dibangun tiga prinsip derivatif yang menjadi ciri-ciri dan cikal bakal sistem ekonomi Islam, yaitu multiple ownership, freedom to act, dan social justice. Kelima nilai universal dan tiga prinsip derivatif tersebut semuanya dipayungi konsep akhlak, sesuai dengan
P3M STAIN Purwokerto | Ahmad Dahlan 4 Ibda` | Vol. 3 | No. 1 | Jan-Jun 2005 | 146-155
penyempurnaan dakwah Nabi.6 Bahkan, M. Anas Zarqa meyakini filter moral dapat menciptakan efisiensi dan keadilan.7
Adapun rangkaian rancang bangun dapat dilihat pada skema gambar berikut.
Ekonomi Islam sebagai Suatu Displin Ilmu
Banyak bukti sejarah yang meyakinkan bahwa Ekonomi Islam sebagai suatu disiplin ilmu bukan karena menjadi ekonomi alternatif pada dekade terakhir terhadap ekonomi sosialis yang tidak popular dan ekonomi kapitalis yang sarat ketidakadilan.
Banyak catatan yang membuktikan bahwa ilmu ekonomi Islam telah mempunyai sejarah panjang jauh sebelum ekonomi konvensional (klasik) tercatat. Ali Zaid bin Ali (80-120 H/699-738 M) telah menggagas tentang penjualan suatu komoditi secara kredit dengan harga yang lebih tinggi dari harga tunai.8 Abu Hanifah menggagas keabsahan dan kesahihan hukum kontrak jual-beli dengan apa yang dikenal dengan bay’ as-salam dan al-murabâhah.9 Abdurrahman al-Awza’i penggagas kebolehan peminjaman modal dalam bentuk tunai atau sejenis.10 Abu Yusuf Ya’qub Ibrahim (112-182 H/731-798 M) terkenal dengan perhatiannya atas keuangan umum (public finance) serta perhatiannya terhadap peran negara, pekerjaan umum dan perkembangan pertanian.11 Ia adalah peletak pertama dasar-dasar perpajakan yang terkodifikasi dalam Kitab al-Kharâj dan kemudian “dijiplak” oleh ahli ekonomi sebagai canon of taxation. Abu ‘Ubayd al-Qasim bin Sallam (157-224 H/774-738 M) penulis buku al-Amwâl yang secara garis besar mendeskripsikan tentang persoalan ekonomi yang berkaitan dengan property dan capital.12
Dari data-data tersebut di atas, dan masih banyak data-data yang lain, para tokoh ekonomi Islam jauh lebih dahulu jika dibandingkan dengan Adam Smith, lelaki Skotlandia yang didaulat sebagai Father of Classic Economics dengan bukunya An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations, atau biasa disingkat Wealth of Nations13 yang hidup pada abad XVIII (1723-1790 M) atau lebih lambat sepuluh abad jika diukur dari Ali Zaid yang hidup pada abad VIII (80-120 H/699-738 M). Bahkan, isi buku Wealth of Nations hampir menyerupai dengan al-Amwâl karya Abu ‘Ubaid, hanya Smith tidak mencantumkan dalil-dalil al-Qur’an dan Hadis. Bahkan, beberapa hal seperti tentang invisible hands (kekuasaan pasar yang tidak terlihat), Smith mencontohkan kepada perekonomian Arab Islam.
Dari data-data tersebut, ilmu ekonomi Islam tidak dapat dipungkiri sebagai suatu studi yang sudah lama berkembang. Namun, menjadi gerakan perekonomian Islam dalam konteks modern (global) baru kira-kira sejak seperempat abad yang lalu, yaitu pasca Perang Dunia II berakhir banyak pemuda mahasiswa Muslim belajar ekonomi di Barat dan mendapat wawasan ekonomi yang luas, kemudian berupaya menghidupkan kembali prinsip, nilai, moral dan hukum ekonomi Islam untuk dapat diaplikasikan.14
P3M STAIN Purwokerto | Ahmad Dahlan 5 Ibda` | Vol. 3 | No. 1 | Jan-Jun 2005 | 146-155
Studi Ekonomi Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional
Perkembangan yang menggembirakan di lingkungan sistem pendidikan nasional adalah telah maraknya pembukaan jurusan atau program studi ekonomi Islam di lingkungan Perguruan Tinggi Negeri berbasis Islam seperti Program Studi D-III Keuangan dan Perbankan Islam (KPI) STAIN Salatiga, Manajemen Syari’ah STAIN Surakarta, Keuangan Islam (KUI) UIN Yogyakarta, Ekonomi Islam UIN Jakarta; dan beberapa perguruan tinggi swasta yang khusus mengkaji disiplin ekonomi Islam seperti SEM Institute, Tazkia Institute, SEBI (Shari’ah Economics and Banking Institute), IMZ (Intitut Manajemen Zakat) di Jakarta, dan STIS (Islamic Business School) di Yogyakarta.
Perkembangan studi ekonomi Islam juga direspon oleh PTU (Perguruan Tinggi Umum) dengan membuka studi-studi yang mengkaji tentang ekonomi Islam seperti Program IIIT on Islamic Economics telah terselenggara di Universitas Indonesia Jakarta, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Universitas Airlangga Surabaya, Universitas Brawijaya Malang, dan Universitas Diponegoro Semarang. Bahkan, Universitas Indonesia telah membuka Program Pascasarjana Ekonomi dengan konsentrasi Ekonomi Syari’ah. Kemudian, dalam komunitas umum muncul telah terbentuk MES (Masyarakat Ekonomi Syari’ah), dan Fossei (Forum Studi Ekonomi Islam), yang banyak diikuti oleh para dosen dan mahasiswa.
Selain kemarakan studi-studi ekonomi Islam di lingkungan perguruan tinggi yang diperkuat dengan berbagai seminar dan lokakarya tentang ekonomi Islam, juga secara politis, terdapat perangkat perundang-undangan yang sangat mendukung perkembangan sistem ekonomi Islam khususnya yang berkaitan dengan lembaga keuangan syariah.
Pertama, UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1988 tentang Perbankan, dan UU RI Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Perangkat perudang-undangan tersebut dapat dikatakan sebagai tonggak legalitas dari kemajuan dan berdirinya berbagai lembaga keuangan yang berbasis produk-produk dengan prinsip syariah.
Kedua, PINBUK (Pusat Inkubasi Usaha Kecil) suatu LSM yang dibentuk oleh ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia), MUI (Majelis Ulama Indonesia), dan BMI (Bank Muamalat Indonesia), sebagai LPSM (Lembaga Pengembangan Swadaya Masyarakat) yang mendapat pengakuan Bank Indonesia sebagai pendukung PHBK-BI (Proyek Hubungan Bank dengan Kelompok Swadaya Masyarakat yang dikelola oleh Bank Indonesia) dalam Piagam Kerjasama Direktur Bank Indonesia dengan Ketua Umum PINBUK tanggal 27 September 1996, No. 003/MOU-PHBK-PINBUK/VIII/1995. Dari sini kemudian berimplikasi pada perkembangan pesat terhadap pendirian lembaga keuangan non-bank yang berlandaskan sistem syariah di tingkat akar rumput (grassroots), yaitu KSM-BMT (Koperasi Swadaya Masyarakat-Baitul Mal Wa Tamwil).
P3M STAIN Purwokerto | Ahmad Dahlan 6 Ibda` | Vol. 3 | No. 1 | Jan-Jun 2005 | 146-155
Kesimpulan
Hegemoni sistem ekonomi global (kapitalisme) yang sudah merasuk sedemikian rupa dalam setiap sendi kehidupan menjadikan ia menjadi rujukan (benchmark) dalam berbagai hal, termasuk dalam lingkar studi. Oleh karena itu, perkembangan studi ekonomi Islam yang terbukti telah mempunyai akar sejarah panjang dan mulai berkembang kembali, masih belum banyak direspon oleh perguruan tinggi agama. Padahal studi di lembaga pendidikan merupakan metode efektif dalam pemberdayaan keunggulan ekonomi Islam yang mencerminkan keadilan dan moral. Juga, prospek studi ekonomi Islam sangat tergantung pula kepada masyarakatnya (umat Islam), seberapa responsive-nya terhadap perkembangan studi ekonomi Islam.
Endnote
1 Wawancara dengan Tri Widdyanto, Operation Officer Bank Muamalat Kantor Cabang Purwokerto, tanggal 14 Februari 2005.
2 M. Abdul Mannan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, Terj. M. Nastangin (Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 1997), hal. 19.
3 Dasar-dasar pemikiran ekonomi Islam Muhammad Baqr al-Shadr dapat dilihat pada Iqtishâdunâ (Beirut: Dâr at-Ta’âruf Lilmathbû‘ât, 1401 H/1981 M), hal. 7-35.
4 Adiwarman Karim, Ekonomi Mikro Islam (Jakarta: IIIT Indonesia, 2002), hal. 13-16.
5 Muhammad Muslehuddin, Economics and Islam (New Delhi: Marzkazi Maktaba Islami, 1982), hal. 47.
6 Adiwarman Karim, Ekonomi Mikro Islam, hal. 17.
7 M. Umer Chapra, Islam dan Tangan Ekonomi, Terj. Nur Hadi Ihsan dan Fiqfi Amar (Surabaya: Risalah Gusti, 1999), hal. 10. Dikutip dari M. Anas Zarqa, “Capital Allocation, Efficiency and Growth in an Interest-free Islamic Economy”, Makalah, 1982, hal. 49.
8 Adiwarman Karim, Sejarah Ekonomi Islam (Jakarta: IIIT Indonesia, 2003), hal. 5-7, Muhammad Abu Zahrah, Al-Imam Zaid (Kairo: Dâr al-Fikr al-‘Araby, TT), hal. 539.
9 Muhammad Abu Zahrah, Abu Hanifah (Kairo: Dâr al-Fikr al-‘Araby, TT), hal. 404-410, 432-442, dan 539.
10 Shabhi Mahmashâni, Ta’lîm al-Insâniyah wa al-Qânûniyyah (Beirut: Dâr al-‘Ilm al-Malâyin, 1978), hal. 426, 314-318, 447.
11 Muhammad Abdul Mannan, Ekonomi Islam, hal. 24.
12 Djuhana S. Praja, “Perkembangan Pemikiran Ekonomi Islam”, Makalah pada Seminar dan Lokakarya Nasional Ekonomi Syari’ah, Kerjasama IAIN Sunan Gunung Djati Bandung dengan Bagais Depag RI, tanggal 29 November -1 Desember 2004, hal. 3-5.
13 Adiwarman Karim, Ekonomi Islam, Suatu Kajian Kontemporer (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), hal. 14-15.
14 Djuhana S. Praja, “Perkembangan”, Makalah, hal. 7.
P3M STAIN Purwokerto | Ahmad Dahlan 7 Ibda` | Vol. 3 | No. 1 | Jan-Jun 2005 | 146-155
Daftar Pustaka
Chapra, M. Umer. 1999. Islam dan Tangan Ekonomi. Terj. Nur Hadi Ihsan dan Fiqfi Amar. Surabaya: Risalah Gusti.
Karim, Adiwarman. 2001. Ekonomi Islam, Suatu Kajian Kontemporer. Jakarta: Gema Insani Press.
______. 2002. Ekonomi Mikro Islam. Jakarta: IIIT Indonesia.
______. 2003. Sejarah Ekonomi Islam. Jakarta: IIIT Indonesia.
Mahmashâni. Shabhi. 1978. Ta’lîm al-Insâniyah wa al-Qânûniyyah. Beirut: Dâr al-‘Ilm al-Malâyin.
Mannan, M. Abdul. 1997. Teori dan Praktek Ekonomi Islam. Terj. M. Nastangin Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa.
Muslehuddin, Muhammad. 1982. Economics and Islam. New Delhi: Markazi Maktaba Islami.
Praja, Djuhana S. 2004. “Perkembangan Pemikiran Ekonomi Islam”, Makalah pada Seminar dan Lokakarya Nasional Ekonomi Syari’ah, Kerjasama IAIN Sunan Gunung Djati Bandung dengan Bagais Depag RI, tanggal 29 November – 1 Desember.
Shadr, Muhammad Baqr ash-. 1401 H/1981 M. Iqtishâdunâ. Beirut: Dâr at-Ta’âruf Lilmathbû‘ât.
Widdyanto, Tri. 2005. Operation Officer Bank Muamalat Kantor Cabang Purwokerto, wawancara tanggal 14 Februari.
Zahrah, Muhammad Abu. TT. Abu Hanifah. Kairo: Dâr al-Fikr al-‘Araby.
______. TT. Al-Imam Zaid. Kairo: Dâr al-Fikr al-‘Araby.
Zarqa, M. Anas. 1982. “Capital Allocation, Efficiency and Growth in an Interest-free Islamic Economy”, Makalah. (tidak diterbitkan).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Download Lagu Gratis, MP3 Gratis