Bookmark and Share

Minggu, 08 Agustus 2010

MEMANTAPKAN STABILITAS EKONOMI UNTUK KEMAKMURAN BANGSA

Seorang Deputi Gubernur haruslah menjunjung tinggi
profesionalisme, memiliki integritas, kompetensi dan
hubungan interpersonal yang baik, sehingga mampu
bekerjasama secara harmonis dengan anggota Dewan
Gubernur lainnya. Ia juga dituntut mampu membantu dan
mendukung langkah dan kebijakan Gubernur sebagai pemegang mandat
tertinggi dalam mencapai arah dan tujuan organisasi sebagaimana
diamanatkan dalam Undang-undang No.3 tahun 2004 tentang Bank
Indonesia (BI)

Melewati lebih dari 25 tahun masa pengabdian di BI, saya meyakini BI dapat memberikan
makna atas keberadaannya, jauh melebihi apa yang telah digariskan dalam UU itu, yaitu
mencapai dan memelihara stabilitas rupiah. Sebagai lembaga pelayanan masyarakat, semua
kebijakannya harus didasari kepentingan pencapaian tujuan masyarakat dalam jangka panjang.
BI harus menjadi bagian dari concerted effort seluruh element bangsa, mencapai kesejahteraan
masyarakat Indonesia yang berkeadilan. Koordinasi dan pengintegrasian langkah dan kebijakan
dengan pemerintah merupakan salah satu faktor kunci dalam upaya mencapai tujuan itu.
Sebaliknya, pembatasan dan “pengotakan” peran BI dari keseluruhan kontelasi kebijakan
ekonomi dan pembangunan akan bersifat kontra produktif bagi upaya penyelesaian berbagai
permasalahan ekonomi.
Berbagai langkah dan kebijakan fiskal dan moneter untuk perbaikan dan penguatan ekonomi
terus dilaksanakan, tercermin pada pertumbuhan ekonomi yang semakin baik, nilai tukar
yang stabil, dan sektor keuangan yang semakin sehat. Meski demikian kita juga menyadari
perekonimian masih menghadapi berbagai permasalahan, seperti lemahnya investasi,
keterbatasan infra-struktur, dan belum optimalnya fungsi intermediasi perbankan dalam kondisi
ekses likuiditas.
Berdasarkan faktor itu, misi saya dalam mengemban amanah sebagai Deputi Gubernur,
khususnya di bidang Pengelolaan Moneter dan Devisa, yang tentunya tak terlepas dari misi dan
visi Gubernur adalah “melaksanakan secara konsisten pengelolaan moneter sesuai
best practices internasional serta mempercepat terciptanya pasar keuangan
yang efisien dan likuid”. Kedua hal strategis ini merupakan landasan visi saya ke depan, yaitu
“Menjadikan BI berperan aktif dan terdepan dalam implementasi dan integrasi
governance antar lembaga publik dalam kerangka ikut mewujudkan kemakmuran
bangsa yang lebih permanen”.
Dengan tekad dan semangat bangkit
dari segala permasalahan yang ada,
ada beberapa pandangan dan pikiran
mengenai hal-hal yang dapat dilakukan BI
untuk memantapkan kestabilan moneter
dan sistem keuangan dalam rangka
mendorong pertumbuhan ekonomi yang
mampu menebarkan kemakmuran. Tekad
dan semangat itu didasarkan pada dua
prinsip, yaitu pertama, BI harus dapat
dirasakan manfaatnya oleh seluruh rakyat
Indonesia yang menjadi pemilik hakikinya,
kedua, BI harus dapat menjadi bagian
dari solusi berbagai masalah yang terkait
dengan pembangunan ekonomi yang
berkesinambungan.
Pandangan ini dikaitkan dengan beberapa
isu strategis yang dihadapi BI terutama
di bidang moneter, perbankan, dan
manajemen internal. Adapun isu strategis
di bidang sistem pembayaran tidak akan
secara khusus saya elaborasi di sini.
Namun demikian saya melihat perlunya
antisipasi dan fasilitas BI dalam penyiapan
infrastruktur dan penguatan pengamanan
sistem pembayaran serta peningkatan
efektifitas sekaligus efisiensi dalam proses
pengadaan jumlah uang yang layak edar di
masyarakat.
Seorang Deputi Gubernur haruslah menjunjung tinggi
profesionalisme, memiliki integritas, kompetensi dan
hubungan interpersonal yang baik, sehingga mampu
bekerjasama secara harmonis dengan anggota Dewan
Gubernur lainnya. Ia juga dituntut mampu membantu dan
mendukung langkah dan kebijakan Gubernur sebagai pemegang mandat
tertinggi dalam mencapai arah dan tujuan organisasi sebagaimana
diamanatkan dalam Undang-undang No.3 tahun 2004 tentang Bank
Indonesia (BI)
“melaksanakan secara
konsisten pengelolaan
moneter sesuai best
practices internasional serta
mempercepat terciptanya
pasar keuangan yang efisien
dan likuid”
-Budi Mulya
Opini
edisi ke2 new size.indd 25 5/6/2008 3:08:59 PM
A K U N T A N I N D O N E S I A
m i t r a d a l a m p e r u b a h a n ai 26
Opini
Isu-isu Strategis
Mempertimbangkan tantangan ke depan,
kebijakan moneter harus diarahkan untuk
(i) mengatasi liquidity overhang, (ii)
mempercepat transmisi ke sektor
rill, serta (iii) antisipasif dan responsif
terhadap setiap gejolak atau krisis yang
mungkin terjadi. Semakin terintegrasinya
sistem ekonomi dan keuangan Indonesia
dengan pasar keuangan dan perekonomian
global telah menimbulkan tantangan
tersendiri bagi BI dalam mengelola stabilitas
moneter dan sistem keuangan. Kejadian
di belahan bumi lain, krisis sub-prime
mortgage securities di Amerika Serikat
pada 1-2 bulan terakhir, misalnya, dengan
cepat menjalar ke seluruh penjuru dunia dan
sulit dielakkan pengaruhnya terhadap pasar
domestik.
Sehubungan hal itu, strategi kebijakan
moneter pada dasarnya harus ditujukan untuk
secara bertahap menggeser orientasi pelaku
usaha dari yang selama ini terkonsentrasi di
jangka pendek ke jangka panjang, termasuk
mengubah karakteristik aliran masuk modal
asing yang selama ini berorientasi jangka
pendek (hot money) menjadi investasi
berjangka panjang, baik dalam bentuk
investasi portfolio (SUN atau obligasi
korporasi) maupun foreign Direct Investment
(FDI), dan mengurangi volatilitas di pasar
keuangan, karena volatilitas menimbulkan
tambahan biaya atau premi risiko bagi
pengusaha, termasuk pelaku sektor riil dan
meminimalkan dampak goncangan di sektor
keuangan karena berdampak negatif bagi
fundamental ekonomi yang mulai terbangun
kembali.
Pada dasarnya strategi itu memperbaiki
infra-struktur sektor keuangan agar mampu
efektif dan efesien memfasilitasi kebutuhan
sektor riil yang terutama dengan pembiayaan
jangka panjang, sehingga dikotomi dua
sektor itu dapat dihilangkan. Selain itu
perbaikan infra-struktur sektor keuangan
akan memperkuat stabilitas dan ketahanan
sistem keuangan yang tidak saja hasilnya
dapat dinikmati oleh pelaku pasar keuangan,
namun juga oleh industri dan pengusaha
sektor riil.
Terkait dengan hal itu, secara lebih
konkrit, langkah-langkah yang dapat
dilakukan BI mencakup: (i) penguatan
kerangka kebijakan moneter, (ii)
penguatan manajemen likuiditas,
dan (iii) peningkatan monitoring
dan penyiapan kontigency plan
untuk mengantisipasi kemungkinan
terjadinya krisis.
Guna meningkatkan akuntabilitas dan
transparansi kebijakan moneter, sejak Juli
2005 Bank Indonesia menerapkan Inflation
Targetting Framework (ITF) dengan
menggunakan policy rate (BI Rate) yang
mencerminkan arah kebijakan moneter.
Implementasi ITF juga mendorong keselarasan
kebijakan moneter dengan keseluruhan
strategi kebijakan makro ekonomi
pemerintah. Target inflasi rendah dan stabil
yang harus dicapai dalam jangka menengah
panjang ditetapkan oleh Pemerintah sesuai
target kebutuhan ekonomi. Terkait dengan
ini, implementasi ITF berbasis suku bunga
yang telah dilaksanakan secara bertahap
perlu terus diperkuat dan disempurnakan
sesuai (i) best practices internasional dan (ii)
perkembangan pasar keuangan dan kondisi
perekonomian Indonesia.
Manajemen likuiditas di pasar uang juga
dilaksanakan melalui Operasi Pasar
Terbuka (OPT) yang lebih efektif dan
efisien, yaitu dengan menjaga stabilitas suku
bunga jangka pendek (overnight) Pasar Uang
Antar Bank (PUAB) agar sejalan dengan
tingkat bunga kebijakan moneter (BI-Rate).
Sebagai tempat penyesuaian likuiditas bagi
investasi dan portfolio jangka panjang, dan
PUAB menjadi alat efektif dan efesien untuk
mengarahkan suku bunga jangka menengahpanjang
yang nantinya tercermin pada kurva
imbal hasil atau yield curve.
Langkah konkrit lain terkait dengan
manajemen likuiditas pasar uang adalah
dengan melakukan financial deepening,
yang dalam pelaksanaannya membutuhkan
dukungan dan koordinasi dengan Pemerintah.
Financial deepening, peningkatan peran
pasar keuangan terhadap perekonomian
yang antara lain dengan menyediakan lebih
banyak dan ragam produk pasar keuangan
yang dapat dimanfaatkan oleh berbagai
kalangan, sehingga memperbesar sumber
pembiayaan pembangunan yang saat ini
masih tergantung pada kredit perbankan.
Semakin beragamnya ketersediaan portfolio
akan mendorong peningkatan likuiditas pasar
uang dan percepatan transaksi keuangan
yang pada gilirannya menciptakan pasar
keuangan yang kompetitif. Implikasi dari
perkembangan tersebut adalah meningkatkan
kemampuan pasar keuangan dalm menyerap
berbagai guncangan karena pasar menjadi
lebih elastis sehingga cenderung lebih stabil
meski pemain pasar uang semakin banyak
dan beragam kepentingannya. BI financial
deepening akan meningkatkan
efektifitas kebijakan moneter, karena
reaksi pasar terhadap perubahan
sinyal kebijakan moneter semakin
cepat dan kesempatan untuk
mengembangkan instrumen alternaif
pengendalian moneter di luar SBI
semakin terbuka.
edisi ke2 new size.indd 26 5/6/2008 3:09:02 PM
A K U N T A N I N D O N E S I A
m i t r a d a l a m p e r u b a h a n
27 ai
Opini
Manajemen likuiditas pasar uang juga
harus dapat dilakukan melalui peningkatan
sinergi antara pasar rupiah dan pasar
valas yang sekaligus ditujukan untuk menjaga
stabilitas kedua pasar tersebut. Langkah ini
dilakukan misalnya, melalui transaksi swap
(valas rupiah) di pasar valas, dengan jangka
waktu sesuai profile dan proyeksi likuiditas
pasar rupiah. Bagi perbankan, terjaganya
stabilitas pasar uang akan mengurangi
risiko likuiditas atas kredit, sehingga
suku bunga kredit dapat ditekan.
Upaya ini juga akan menggeser orientasi
pelaku pasar ke pembiayaan atau investasi
jangka panjang, termasuk kredit kepada
sektor riil.
Menggenapi langkah-langkah di atas,
peningkatan monitoring dan penyiapan
contigency plan untuk mengantisipasi
kemungkinan terjadinya krisis penting
pula dilakukan, mengingat sebagian besar
transaksi pasar keuangan dilakukan secara
bilateral di luar bursa (over the counter atau
OTC), dan peningkatan kualitas monitoring
aktivitas tersebut akan memberi peringatan
dini terjadinya perubahan persepsi dan
perilaku pelaku pasar sehingga langkah
antisipasi dapat lebih cepat dilakukan. Terkait
in, diperlukan kesamaan pandang dan kerja
sama yang erat antara Bank Indonesia,
lembaga terkait lainnya, dan pelaku pasar.
Selain itu, untuk peningkatan disiplin pasar,
terbentuknya Indonesian financial
Market Association (IFMA) merupakan
salah satu upaya yang harus dilaksanakan.
Selain dapat menjadi mitra diskusi dalam
pengembangan dan sinkronisasi ketentuan
dan pengawasan pasar keuangan, IFMA
diharapkan dapat membantu meningkatkan
kedisiplinan anggotanya (market dicipline).
Upaya tersebut menjadi lebih efektif apabila
dikerjakan secara simultan, terintegrasi dan
selaras dengan Pemerintah dan pemangku
kebijakan lainnya. Terkait dengan hal
tersebut, Forum Stabilitas Sistem
Keuangan (JPSK) perlu menjadi
prioritas bersama. RUU JPSK mendesak
untuk segera di selesaikan, sehingga
memberikan kejelasan landasan hukum dan
filosofi terkait pencegahan dan penanganan
krisis serta mekanisme implementasinya.
Di tingkat regional, BI juga perlu terus
meiningkatkan kerja sama dengan bank-bank
sentral lainnya, di antaranya melalui Bilateral
Swap Agreement (BSA) yang saat ini telah
disepakati dengan Bank Sentral Jepang,
China, dan Korea dengan total
komitmen sebesar USD 12 milyar.
Tujuan utama dari BSA adalah mendorong
terbentuknya regionalself-help mechanism
yang mengalami kesulitan likuiditas jangka
pendek dan kesulitan neraca pembayaran.
Strategi kedua yang saya kemukakan
terkait dengan beberapa isu penting di bidang
perbankan. Strategi dan langkah-langkah
yang dilakukan oleh Bank Indonesia harus
lebih fokus untuk peningkatan intermediasi,
di antaranya pembiayaan sektor kunci yang
dapat mendukung pertumbuhan ekonomi
ke level yang lebih tinggi dan berkualitas.
Beberapa hal yang dapat dilakukan adalah:
(i) revitalisasi keberadaan dan
pelaksanaan peran bank-bank BUMN
serta (ii) pengembangan Usaha Mikro
Kecil dan Menengah (UMKM).
Dalam rangka mendorong fungsi
intermediasi, khususnya dari sisi penawaran,
perlu dilakukan penataan kembali perbankan
secara menyeluruh, termasuk bank-bank
BUMN. Dengan mengakomodasi struktur
perbankan dan perekonomian pasca krisis
yang telah mengalami banyak perubahan
akan tercipta suatu industri perbankan yang
lebih kredibel, tahan gejolak, efisien, dan
bermanfaat bagi peningkatan kesejahteraan
masyarakat. Salah satu alternatif yang
dapat dilakukan adalah melalui revitalisasi
keberadaan dan peran bank-bank BUMN. Hal
ini sejalan pula dengan penerapan Arsitektur
Perbankan Indonesia (API), yang pada
hakekatnya meletakkan posisi masingmasing
kelompok bank sesuai dengan
peran dan fungsinya. Hal yang ingin saya
sampaikan disini adalah kebijakan tersebut
haruslah terimplementasikan dengan baik,
bersifat win-win bagi semua pihak, tanpa
harus menimbulkan masalah atau bahkan
merugikan pihak-pihak tertentu.
Saya memandang keberadaan dan peran
bank-bank BUMN tetap diperlukan, terutama
untuk membiayai sektor-sektor tertentu yang
menjadi target pembangunan pemerintah.
Hal ini sejalan pula dengan konsep policy
bank, yaitu lembaga keuangan yang
menyediakan pembiayaan jangka
panjang atau untuk sektor tertentu
yang segera akan disiapkan dan
dilaksanakan dalam koordinasi antara
Pemerintah dan BI. Terkait dengan
hal tersebut, Bank Ekspor Indonesia (BEI)
Persero, misalnya, tidak lagi sebagai bank
umum namun menjadi Lembaga Pembiayaan
Ekspor (Export Credit Agency). Sementara
itu, meski masih menunggu langkah dan
kebijakan Pemerintah lebih lanjut, menurut
hemat saya, bank BRI dan bank BTN sesuai
misi dan fokus bisnisnya dapat diarahkan
menjadi policy bank yang mengemban
misi pembangunan, seperti mendukung
UMKM dan pertanian (untuk bank BRI) dan
perumahan (untuk bank BTN).
Sementara itu, untuk bank Mandiri dan bank
BNI yang berorientasi komersial, terbuka
beberapa alternatif yang dapat ditempuh
Pemerintah sebagai pemiliknya dalam rangka
memperkuat aspek kelembagaan maupun
operasional bank-bank itu, misalnya dengan
melakukan merger atas kedua bank tersebut.
edisi ke2 new size.indd 27 5/6/2008 3:09:04 PM
A K U N T A N I N D O N E S I A
m i t r a d a l a m p e r u b a h a n ai 28
Opini
Langkah ini akan mengantarkan bank
hasil merger tersebut sebagai bank
yang besar, sehat, dan kuat serta
mampu berfungsi sebagai flag carrier
perbankan Indonesia untuk bersaing
dengan industri perbankan global.
Dengan jaringan kantor yang luas,
kemampuan manajemen yang profesional,
pola profesional yang berstandar
internasional, dan governance yang solid,
bank BUMN ini diyakini akan menang dalam
persaingan dengan bank-bank asing di
Indonesia. Selain itu, bank hasil merger dapat
menjadi pionir dalam penerapan universal
banking terutama untuk mendukung financial
deepening dalam rangka menjaga stabilitas
sistem moneter dan sistem keuangan.
Terbuka pula pilihan untuk
mengkombinasikan alternatif itu dengan,
misalnya, langkah mengkonversikan
salah satu bank BUMN dalam ukuran
aset tertentu untuk menjadi bank umum
berdasarkan prinsip syariah. Langkah
ini saya nilai sangat strategis dalam
rangka mendorong pengembangan
perbankan syariah di Indonesia. Dengan
total aset, jaringan kantor, kemampuan
SDM, dukungan IT dan berbagai hal positif
yang dimiliki bank-bank BUMN, akses
masyarakat kepada perbankan syariah akan
semakin mudah. Pada akhirnya hal ini akan
mendorong minat gairah masyarakat untuk
memanfaatkan jasa pelayanan perbankan
syariah.
Hal lain, terkait dengan pengembangan
UMKM dapat dikatakan semakin penting
dan strategis, selain terbukti lebih resisten
terhadap krisis keuangan karena tidak
tergantung pada bahan baku impor dan
berorientasi pada pasar dalam negeri, UMKM
memiliki potensi menyerap banyak tenaga
kerja. Terkait dengan ini, bank Indonesia
dapat berperan melalui berbagai langkah dan
kebijakan seperti, refocusing BPR untuk
melayani UMKM; penerapan pilot
project kluster ke seluruh kantor Bank
Indonesia (KBI); dan peningkatan
peran KBI sebagai mitra strategis di
daerah.
Terkait keberadaan industri BPR dan
sektor UMKM, langkah yang harus ditempuh
adalah mengembalikan keadaan dan
fungsi BPR kepada khitahnya, yaitu
melayani masyarakat kecil dan
UMKM, terutama yang berada di
pedesaan. BI juga perlu lebih mendorong
pendirian BPR di luar jawa, Bali dan Sumatera,
sebagai upaya mendukung program Pemda
dalam mengembangkan ekonomi daerahnya
dan mengurangi ketimpangan distribusi
pendapatan.
Terkait dengan pengembangan UMKM
adalah peningkatan peran Kantor
Bank Indonesia (KBI) sebagai mitra
strategis bagi seluruh stakeholders di
daerah. Penerapan otonomi daerah,
di satu sisi tertentu telah membatasi
hubungan kerjasama horizontal antardaerah,
ataupun antar-instansi di daerah
yang satu dengan daerah lainnya. Disinilah,
peran Bank Indonesia menjadi pivotal untuk
menghubungkan dan mendiseminasikan
data, informasi dan berbagai fasilitas lain yang
menjadi kekuatan di suatu daerah kepada
daerah lain
Last but not least, saya berpendapat bahwa
pembenahan terhadap manajemen intern
Bank Indonesia perlu dilakukan dengan
lebih terencana dan seksama. Peningkatan
kompetensi sumber daya manusia, perbaikan
manajemen informasi, dan kesiapan
organisasi menjadi sangat penting artinya
untuk mempertahankan kesinambungan
kinerja jangka panjang.
Terkait aspek kepemimpinan, dalam
rangka menumbuhkan intelectual and moral
leadership, pemilihan level pimpinan di BI
pada semua jenjang jabatan perlu ditekankan
pada terciptanya kepemimpinan yang
memiliki wawasan jauh ke depan (forward
looking), yaitu wawasan yang lebih luas dalam
memandang suatu permasalahan.
Pandangan dan pikiran di atas adalah
refleksi dari keinginan dan concern saya untuk
memberikan kontribusi dan bakti saya untuk
BI dalam mencoba menyelesaikan berbagai
permasalahan ekonomi kita saat ini. Namun
demikian saya menyadari sepenuhnya, upaya
kita untuk menghadapi tantangan tersebut
memerlukan pentahapan yang rasional
agar segala sesuatunya berjalan dalam
keseimbangan. Kesabaran dan keuletan
untuk memperbaiki kondisi ekonomi bangsa
dan yang lebih mensejahterakan, adalah suatu
virtue yang saya yakini pada akhirnya akan
menuai berbagai manfaat bagi peningkatan
kesejahteraan negeri ini.
Disarikan dari pidato Budi Mulya saat fit
and proper test di Depan Komisi XI DPR RI
tanggal 17 September 2007. (MY)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Download Lagu Gratis, MP3 Gratis