ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENENTUAN
NISBAH BAGI HASIL SISTEM PEMBIAYAAN MUDHARABAH PERBANKAN SYARIAH
(Studi Kasus Pada PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk.
Cabang Medan)
TESIS
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas
dan Memenuhi Persyaratan
untuk Memperoleh Gelar Magister Ekonomi Islam (M.EI)
Dalam Program Studi Ekonomi Islam
Oleh:
ISMUL AZHARI
08 EKNI 1348
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SUMATERA UTARA
MEDAN
2009
LEMBAR PENGESAHAN
Tesis Berjudul:
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENENTUAN N!SBAH BAGI HASIL SISTEM PEMBIAYAAN MUDHARABAH PERBANKAN SYARIAH
(Studi Kasus Pada PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Cabang
Medan)
Oleh: Ismul Azhari
NIM :08 EKNI 1348
Dapat Disetujui dan Disahkan Sebagai Persyaratan Untuk
Memperoleh Gelar Magister Ekonomi Islam (M.EI) dalam
Program Studi Ekonomi Islam
Pascasarjana lAIN Sumatera Utara - Medan
Medan, 20 Juni 2009
Pembimbing I Pembimbing II
Diketahui Oleh:
Direktur Program Pasca Sarjana
IAIN Sumatera Utara
ABSTRAKSI
Judul : Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penentuan Nisbah Bagi Hasil Sistem Pembiayaan Mudharabah Perbankan Syariah
(Studi Kasus pada PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Cabang Medan)
Oleh : Ismul Azhari
Nim : 08 EKNI 1348
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penentuan nisbah bagi hasil serta mengevaluasi tingkat efektivitas penentuan nisbah bagi hasil sistem pembiayaan mudharabah yang dipraktekkan oleh PT. Bank Muamalat Indonesia, Thk. Cabang Medan.
Penelitian mi merupakan jenis penelitian lapangan (field research) dengan menggunakan data primer dan data sekunder yang diperoleh dan PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Cabang Medari mulai tahun 2004 sampai dengan pertengahan tahun 2009. Estimasi terhadap data penelitian dilakukan dengan menggunakan teknik analisis regresi metode kuadrat terkecil (Ordinary Least Square).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penentuan nisbah bagi hasil sistem pembiayaan mudharabah dipengaruhi oleh faktor-faktor yang tidak secara dominan dan nyata saling mempengaruhi karena adanya faktor lain yang cukup sulit terukur. Hal mi terbukti misalnya dengan pemberian nominal pembiayaan yang sama, waktu pembiayaan yang juga sama serta jenis usaha yang sama pula tetapi nisbah bagi hasil yang diterapkan berbeda.
Hasil penelitian juga mengungkapkan bahwa variable nominal pembiayaan berpengaruh positif walau tidak begitu signifikan mempengaruhi penentuan nisbah bagi hasil pembiayaan mudharabah pada PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Cabang Medan.
ii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaanirrahiim.
Fabiayyi aalaai robbtkumaa tukadzdzibaan
Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?”
Allah ya Robbi, hamba memuji-Mu dengan pujian seluas langit dan bumi, yang mengandung kebaikan dan berkah, sebagaimana pantas dan selayaknya terucap. Engkau, Ar-Rahman, yang telah menganugerahkan berjuta nikmat berupa limpahan rahmat dan karunia yang takkan mungkin terbilang, juga kasih sayang tak bertepi hingga terselesaikannya penyusunan tesis yang merupakan salah satu syarat guna memperoleh gelar Magister Ekonomi Islam pada Program Pasca sarjana Institut Agama Islam Negeri Sumatera Utara ini, Semoga setiap niat dan langkah memiliki arti. Sholawat dan salam semoga selalu tercurah pada Rosul mulia yang diutus untuk menjadi rahmat bagi alam semesta dan hujjah bagi seluruh manusia. Semoga tetap ada keistiqomahan dan kekuatan untuk selalu mampu mengikuti seluruh risalahnya sampai akhir. Amin.
Peneliti amat sangat menyadari bahwa penyusunan tesis ini merupakan tugas yang cukup berat, dan sangat banyak yang harus berkorban dan terkorbankan karenanya. Namun karena limpahan nikmat dan kasih sayang Allah swt kepada peneiti, akhirnya penyusunan tesis ini dapat terselesaikan dengan balk. Alhamduliilahirobbil’alamin.
Secara khusus, penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dede Ruslan, selaku Pembimbing I yang telah mengarahkan penulisan materi dan metodologi penulisan. tesis ini. Kiranya Allah swt berkenan membalas kemurahan hati keduanya karena telah meluangkan waktu bagi peneliti untuk dapat membimbing dan mengarahkan penyusunan tesis ini hingga selesai.
Dalam kesempatan ini peneliti juga ingin menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasib kepada:
1. Keluarga besar Program Pascasarjana lAIN Sumatera Utara, para dosen, pegawai administrasi dan teman-teman mahasiswa yang dengan tulus memberikan dukungan kepada peneiti untuk menyelesailcan tesis ini.
2. Bapak Pimpinan serta seluruh staf PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Cabang Medan, yang berkenan dan bermurah hati meluangkan waktu menerima peneliti untuk berkonsultasi serta membantu dalam memberikan data-data yang diperlukan dalam penyusunan teals hii.
3. Kedua orang tua peneliti: Ayahanda Mustafa Kamal yang sering memberikan pesan nasehat kepala peneiti dalam penyelesaian tesis ini, dan juga Ibunda tercinta Salbiah, yang dengan sabar serta sayangnya yang tak berbatas menjadi penguat dan pendorong peneliti dalam menjalani studi hingga saat ini. Sernoga Allah selalu melimpahkan rahmatNya sampai akhir. Amin.
4. Kepada guru-guru kehidupan yang telah begitu banyak mengajarkan dan mengenalkan peneliti akan makna hidup yang sebenarnya, akan keindahan ber-Ukhuwah, kelezatan ber-Iman dan kemanisan ber Islam semoga Allah mengumpulkan dan meinpertemukan kita kembali dijannahNya. Amin.
5. Kepada saudari-saudari peneliti di Pasca Sarjana : Fitri, Suntoro, Malahayati dan lain-lain. Semoga Allah kekalkan ukhuwah indah ini selamanya.
6. Saudara-saudara “seperjuangan” yang amat sangat disayang karena Allah kita, di AAC WARNET, KEEP SPIRIT IN THIS WAY’ FOREVER. in tanshurullaha yanshurkum wayutsabbit aqdamakum”. Jika kamu menolong agama Allah, niscaya Allah akan menolong kalian dan meneguhkan pendirian kaki kalian.
Akhir kata, atas segala jasa dan budi baik semua pihak, peneliti serahkan kepada Allah untuk mcmbalasnya dan berharap selalu melimpabkan kasih sayang-Nya pada kita semua.
Jazakumullah Khoiron Katsiron Jaza.
Medan, 20 Juni 2009
Peneliti,
Ismul Azhari
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN ……………………………………………………………. i
ABSRAKSI ………………………….…………….…………………………………… ii
KATA PENGANTAR ………………………………………………………………… iii
DAFTAR ISI ………………………………………………………………………….. v
x
BAB I: PENDAHULUAN ………………………………………………………………1
1. Latar Belakang Penelitian ……………………………………………………1
2. Perumusan Masalah ………………………………………………………...14
3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ……………………………………………..14
3.1. Tujuan Penelitian ……………………………………………………..14
3.2. Manfaat Peneitian …………………………………………………….15
4. Hipotesis Penelitian ………………………………………………………...16
5. Anaiisis Data ………………………………………………………………..17
BAB II: STUDI KEPUSTAKA.AN …………………………………………………19
1. KerangkaTeoritik ………………………………………………………. 19
1.1. Bunga, Riba, dan Sistem bagi Hasil ………………………………….19
1.2. Permintaan dan Penawaran Uang dalam Islam ………………………23
2. Pembiayaan dan Sisteni Pembiayaan …………………………………... 28
2.1. Pengertian Pembiayaan Perbankan …………………………………. 28
2.2. Pengertian Sistem dan Sistem Pembiayaan ………………………… 29
2.3. Jenis-jenis Pembiayaan ………………………………………………30
3. Prinsip Dasar Pembiayaan Bank Syariah ………………………………. 33
3.1. Pembiayaan A1-Mudharabah ……………………………………….. 34
3.2. Landasan Syariah …………………………………………………… 34
3.3. Jenis-jenis A1-Mudharabah ……………………………………….... 36
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Bagi Hasil ………………………… 39
4.1. Pengertian Sistem Bagi Hasil ……………………………………….. 39
4.2. Faktor Langsung ……………………………………………………. 40
4.3. Faktor Tidak Langsung ……………………………………………... 40
5. Mekanisme Perkreditan Perbankan ……………………………………. 41
5.1. Perencanaan Kredit ………………………………………………… 41
5.2. Analisis atas Permohonan Kredit ………………………………….. 45
5.3. Prosedur Operasional Pembiayaan ………………………………… 53
BAB III. METODE PENELITIAN ………………………………………………… 65
1. Ruang Lingkup Penelitian ………………………………………………. 65
2. Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data ……………………………… 65
3. Objek Penelitian dan Jenis Data ………………………………………… 66
4. Analisis Data ……………………………………………………………. 67
5. Defenisi Operasional Variabel ………………………………………….. 69
6. Kajian Terdahulu ……………………………………………………….. 70
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
L.ampiran 1
Tabel:
IV. 1. Tingkat Laba yang Diperoleli PT. Bank Muamalat Indonesia, TblC. Cabang
Medan Tahun 2001 s/d 2002 (dalam Jutaan Rupiah) ………………………………...
IV.2. Perkembangan Jumlah Modal Usaha pada PT. Bank Muamalat Indonesia,
Tbk. Cabang Medan …………………………………………………………………..
IV.3. Perkembangan Produk Perbankan pada PT. Bank Muamalat Indonesia,
Tbk. Cabang Medan Tahun 2001 - 2002 ………………………………………….…
IV.4. Perkembangan Jumlah Nasabah pada PT. Bank Muamalat Indonesia, Thk.
Cabang Medan ……………………………………………………………………….
Lampiran 2
Data Penelitian serta Hasil Regressi dengan Program SPSS ver- 11 …………………
vii
PEDOMAN TRARSLITERASI
A. Konsonan
Fonem konsonan bahasa Arab yang dalarn sistem tulisan bahasa Arab dilambangkan dengan huruf, dalam tesis ini sebagian dilambangkan dengan sebagian dengan tanda, dan sebagian lainnya dilambangkan dengan dan tanda. Di bawab ini dicantumkan daftar huruf Arab dan transliterasinya dalam huruf latin.
viii
B. lokal
Vokal bahasa Arab sebagaimana juga bahasa Indonesia terdiri dari vokal tungga1, vokal rangkap, dan vokal panjang.
1. Vokal Tunggal
Vokal tunggal thbm bahasa Arab yang dilambangkan dengan harkat, transliterasinya dalam bahasa Indonesia adalah sebagai berikut
2. Voka1 Rangkap
Vokal rangkap yang dalam bahasa Arab benipa gabungan harkat dan huruf transliterasinya dalam bàhasa Indonesia sebagai berilcut:
3. Vocal Panjang
Vocal panjang yang dalam bahasa Arab berupa gabungan huruf dan harkat transliterasinya dalam bahasa Indonesia sebagai berikut:
C. Kata Sandang
Kata sandang yang dalam bahasa Arab ditulis dengan ditulis menurut lafalnya. Jika termasuk qamariyah “al’ seperti menjadi al-qalam. Sedangkan syamsiyah ditulis sesuai dengan bunyi huruf sesudahnya seperti ditulis menjadi ar-rahim dan ditulis menjadi asy-syams.
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Keberadaan perbankan syariah di Indonesia menjadi hal yang cukup menarik untuk diteliti seiring dengan terjadinya krisis yang melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 lalu. Hal ini disebabkan karena kemampuannya yang tetap bisa bertahan dl tengah situasi krisis sekaligus oembuktian eksistensinya yang semakin teruji dengan adanya peristiwa tersebut. Institusi perbankan yang dimaksud bukan berbasis pada bunga atau riba tetapi berbasis syariah dengan sistem bagi hasil yang diterapkannya.
Ketika hampir semua perbankan konvensional negeri ini mengalami collaps dengan tingginya negative spread karena kewajiban membayar bunga simpanan masyarakat yang jauh lebih tinggi (cost concept) daripada bunga kredit yang diberikan kepada masyarakat, ditambah lagi dengan kredit macet yang membengkak hingga hariya dalam masa lebih setahun terdapat 64 (enam puluh empat) bank yang harus dilikuidasi dan 45 (empat puluh lima) lainnya ‘bermasalah’ hingga masuk dalam kategori Bank Beku Operasi (BBO) yang hams berada di bawah pengawasan BPPN, saat itu pulalah bank-bank syariah yang sudah berjumlah 78 (tujuh puluh delapan) buah bisa bertahan dari goncangan badai krisis dan bahkan mampu untuk tetap eksis. Fenomena menarik tersebut disebabkan karena bank syariah tidak dibebani oleh pembayaran bunga simpanan nasabah. Bank syariah hanya membayar bagi hasil yang jumlahnya sesuai dengan tingkat keuntungan yang diperoleh perbankan syanah. Jika banyak mendapat keuntungan, maka banyak pula yang diberikan kepada penyimpan atau nasabah. Sebaliknya, jika sedikit keuntungan yang diperoleh bank karena terjadinya krisis misalnya, maka sedikit pula bagi hasil yang diberikan kepada penyimpan atau nasabah sesuai dengan nisbah bagi hasil yang telah disepakati. Dengan sistem bagi hasil tersebut, maka dapatlah dipahami kenapa bank-bank syariah selamat dan ancaman negative spread ketika terjadi gejolak moneter. (Agustianto, 2002 : 90)
Sisi lain dan terjadinya negative spread seperti yang dialanii oleh perbankan konvensional selain tingginya beban bunga yang harus dibayar kepada nasabah adalah rendahnya tingkat bunga yang terpaksa diterapkan akibat krisis yang mereka terima dan para peminjam kredit pada sektor pembiayaan yang merupakan salah satu sumber pendapatan terbesar bagi perbankan konvensional. Sebaiknya hal ini tidak terjadi pada perbankan yang menerapkan sistem bagi hasil. Alasannya persis sama seperti metode yang diterapkan pada pendistribusian bagi hasil antara pihak perbankan syariah dengan nasabah penabungnya, yakni dengan menerapkan sistem bagi hasil berdasarkan jumlah keuntungan yang diperoleh atau biasa disebut dengan metode profit sharing ataupun metode revenue sharing. Yang dimaksud dengan metode profit sharing adalah metode Dendistribusian bagi basil yang mendasarkan perhitungan bagi hasil dan jumlah pendapatan bersih (net income). Pembagian (sharing) dilakukan terhadap jumlah pendapatan maupun biaya-biaya yang ada. Sedang yang dimaksud dengan metode revenue sharing adalah metode pendistribusian bagi hasil yang mendasarkan pada perhitungan bagi hasil dan jumlah pendapatan kotor (gross profit). Pembagian (sharing) hanya dilakukan terhadap jumlah pendapatan, sedangkan biaya-biaya sepenuhnya ditanggung oleh pengelola (mudharib). (Antonio, 1999 : 237-238)
Kebangkrutan negara liii, yang salah satunya diakibatkan oleh penerapan sistem riba dapat dilihat secara lebih kongkrit lagi pada tahun 1999 yang lalu, dimana hutang luar negeni Indonesia berjumlah US$ 110 miliyar dengan bunga rata-rata 7% per tahun. Artinya negara Indonesia harus membayar bunganya saja sekitar US$7 milyar atau Rp. 57,7 tnilyun atau sekitar ¼ APBN 1999 (APBN 1999 sekitar 219,6 trilyun rupiah). Dalam hal ini bangsa Indonesia merupakan salah satu bangsa yang terzholimi atau teraniaya karena sistem riba atau bunga bank yang dapat menghancurkan kesejahteraan suatu bangsa.
Kejadian yang lebih tragis sebagaimana yang dialami oleh perbankan nasional sekitar tahun 1998. Biaya rekapitalisasi perbankan akibat negative spread karena tingkat suku bunga sangat tinggi yang mengakibatkan bank- bank kekurangan dana, mencapai trilyunan rupiah. Pemerintah harus menyuntikkan dana dalam jumlah yang sangat besar.
Kondisi mi memang tidak menjadi persoalan bagi pemerintah apabila pemerintah memiliki banyak tabungan, artinya tidak perlu mencetak uang rupiah, namun ternyata kebijakan yang ditempuh oleh pemerintah dalam hal mi adalah dengan mencetak uang baru.
Penambahan jumlah uang beredar dalam masyarakat pada saat tingkat inflasi sedang naik akan lebih memperburuk kondisi ekonomi itu sendiri. Tingkat inflasi yang memang sudah tinggi sebelumnya akan lebih meningkat lagi karena peningkatan money supply (Tambunan, 1998: 65). Nilai ril dan mata uang rupiah jatuh terpuruk pada tingkat yang sangat rendah, daya belinya menurun drastis sehingga menyebabkan demand for goods masyarakat yang merupakan motor penggerak pembangunan, bergeser ke bawah.
Melihat kenyataan seperti ini, pelaksanaan sistem ekonomi Islam dan praktek perbankan non bunga merupakan suatu alternatif yang baik di samping merupakan suatu keharusan dan kewajiban yang mesti dilaksanakan. Kehadiran perbankan syariah di Indonesia cukup berarti bagi kaum Muslim Indonesia sebagai bank alternatif tempat melakukan transaksi perdagangan dan keuangan yang sejalan dengan ajaran Islam. Apalagi dengan dikeluarkannya Undang-undang No. 10 tahun 1998 tentang rubahan UU No. 7/1992 tentang perbankan, dimana undang-undang tersebut telah mengatur semua kegiatan perbankan berdasarkan prinsip Syariah. Undang-undang ini telah memberikan peluang besar untuk pendirian kantor-kantor bank syaniah baru dan pembukaan kantor bank Syariah dengan cara konversi dan bank konvensional.
Sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa negara-negara Islam sudah mulai mempraktekkan sistem perbankan non-bunga, namun harus diakui jumlah tersebut masih dalam porsi yang sangat kecil apabila dibandingkan dengan jumlah umat Islam itu sendiri. Praktek perbankan konvensional masih mendominasi kegiatan perekonomian mereka. Kegiatan perbankan dengan sistem bunga masih sangat diminati oleh penduduknya.
Seperti negara Indonesia, sekitar 80% (delapan puluh persen) lebih penduduk Indonesia beragama Islam, namun tidak sampai 10% (sepuluh persen) perbankan yang beroperasi di Indonesia menganut sistem syariah. Mayoritas perbankan mempraktekkan sistem konvensional dimana suku bunga adalah variabel yang tak dapat dipisahkan. Dalam beberapa tahun belakangan ini, pihak perbankan sudah mulai melirik kepada sistem perbankan syariah, lebih lagi ketika sudah dikeluarkannya Undang-Undang No. 10 tahun 1998 yang mengatur semua kegiatan perbankan berdasarkan prinsip syari’ah.
Pada saat sekarang baik di negara Islam sendiri maupun di negara negara non muslim sistem bunga merupakan hal yang wajar dalam kegiatan perbankan. Masyarakat muslim sepertinya tidak mempersoalkan lagi masalah bunga dan tidak mengindahkan akan pengharaman praktek bunga atau riba. Bahkan sebagian besar mereka tidak mengetahui hukum bunga bank yang sebenarnya.
Kondisi tersebut disebabkan oleh kesalahan cara berpikir umat Islam sendiri. Mereka menganggap bahwa sistem bunga atau praktek perbankan knrivensional yang berlaku sekarang di samping praktis juga dapat menghasilkan profit yang besar apabila dibandingkan dengan sistem perbankan syariah. Sehingga wajar saja apabila metode mudharabah, musyarakah, murabahah, ba’i bitsaman ajil, sistem qardhul hasan atau produk perbankan Islam dalam sistem ekonomi Islam lainnya kurang mendapat tempat dalam kehidupan perekonomian umat Islam sekarang.
Namun realitas yang terjadi adalah apabila seseorang berpijak kepada nilai-nilai intrinsik Islami, maka akan didapati bahwa setiap anjuran ataupun larangan agama mengandung hikmah dan manfaat yang besar, tetapi kadang-kadang pemikiran manusia tidak sanggup menjangkaunya, Seperti halnya dengan larangan praktek bunga atau anjuran bermudharabah, ini dapat membawa kepada kemaslahaatan dan mendatangkan profit yang besar bagi dunia perekonomian. (Chapra, 1997: 49) Tetapi karena hanya segelintir orang yang mengetahui sekaligus mempraktekkannya maka teori-teori dan praktek-praktek sistem ekonomi Islam seolah-olah sudah tidak berarti sama sekali.
Realita sebagaimana yang diuraikan di atas, dapat dilihat seperti apa yang terjadi di daerah Sumatera Utara. Pelaksanaan sistem perbankan di daerah Sumatera Utara yang dapat dikatakan hampir sama dengan daerah daerah lain di Indonesia. Mulai dan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tahun 1945 sampai sekarang, sistem perbankan yang berlaku di Sumatera Utara tetap saja berkiblat pada sistem perbankan konvensional. Bank-bank atau lembaga-lembaga keuangan yang beroperasi di daerah ini masih menganut sistem bunga.
Setelah beberapa tahun belakangan ini, tepatnya pada awal-awal dekade sembilan puluhan terutama dengan adanya dukungan dan sosialisasi yang dilakukan Forum Kajian Ekonomi dan Perbankan Islam (FKEBI) lAIN Sumatera Utara sehingga masyarakat di Propinsi Sumatera Utara sudah mulai mempraktekkan sistem ekonomi Islam. FKEBI IAIN-SU adalah lembaga yang bergerak dalam kajian ekonomi dan bank Islam yang bertujuan untuk melahirkan sumber daya insani terdidik, memiliki pemahaman dan kemampuan praktis dalam bidang ekonomi dan bank Islam (Tarigan, 2002 : xu-xiii). mi dapat dilihat dan banyaknya didirikan bank-bank syariah, seperti Bank Perkreditan Rakyat Syaniah (BPRS), Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri, yang mulai mempraktekkan sistem mudharabah, musyarakah, dan murabahah atau sistem-sistem lain yang termasuk dalam model ekonomi Islam.
Sistem bagi hasil yang diterapkan oleh perbankan syariah yang terbukti mampu bertahan menghadapi krisis ternyata mendapat tanggapan yang cukup positif dan banyak kalangan termasuk pemerintah sendini. Hal irn terbukti dengan lahirnya Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 sebagai perubahan atas Undang Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 yang membuka peluang seluas-luasnya kepada bank-bank konvensional untuk menerapkan sistem perbankan syariah.
Pada Bab III pasal 6.m dan pasal 13.c Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992, masing-masing disebutkan bahwa kegiatan usaha bank umum dan bank perkreditan rakyat meliputi juga penyediaan pembiayaan bagi nasabah dengan prinsip bagi basil. Selanjutnya uraian tentang prinsip bagi hasil sebagaimana yang dikehendaki Undang-undang Nomor 7 di atas didapati dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 1992, tentang bank berdasarkan prinsip bagi basil yang sesuai syaniat dalam. pasal 2, ayat 1 adalah sebagai berikut:
1. Menetapkan imbalan yang akan diberikan kepada masyarakat sehubungan dengan penggunaan/pemanfaatan dana masyarakat yang diberikan kepadanya;
2. Menetapkan imbalan yang akan diterima sehubungan dengan penyediaan dana kepada masyarakat dalam bentuk pembiayaan baik untuk keperluan investasi maupun modal keija;
3. Menetapkan imbalan sehubungan dengan kegiatan usaha lainnya yang lazim dilakukan oleh bank dengan prinsip bagi hasil. (UU No. 7 Tahun 1992)
Untuk lebih mendorong perkembangan bank syariah dan merestrukturisasi perbankan di Indonesia, maka diberlakukanlah Undang undang Nomor 10 Tahun 1998 yang merupakan perubahan terhadap Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992. Pada pasal 1 ayat 13 undang undang mi secara lebth terperinci disebutkan bahwa prinsip syariah adalah aluran peijanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah. Kegiatan lainnya sesuai syariah, seperti:
1. Pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah);
2. Pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musyarakah);
3. Prinsip jual bell barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah);
4. Pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan ( atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dan pihak bank oleh pihak lain. (UU No. 10 Tahun 1998)
Penelitian ini hanya dikhususkan pada kegiatan pembiayaan perbankan syariah dengan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penentuan tingkat nisbah bagi hasil sistem pembiayaan mudharabah, karena mengingat sistem bagi hasil pada sektor pembiayaan perbankan syariah inilah yang cukup banyak diterapkan oleh bank-bank syaniah dan inenjadi salah satu produk perbankan yang cukup populer. Selain itu juga pembiayaan perbankan syariah ini juga menjadi salah satu sumber pemasukan atau pendapatan yang cukup besar bagi perbankan syariah.
Prinsip-prinsip dalam perbankan syanah memiliki inti bahwa sistem bagi hasil yang mengatur hubungan bank dengan debitur adalah sebagaimana layaknya hubungan mitra usaha, demikian juga hubungan bank dengan deposan atau nasabah. Bank menerima bagian dan untungan nil kegiatan usaha yang dijalankan oleh debitur dan selanjutnya dan keuntungan riil inilah bank melakukan bagi hasil atau pendistribusian keuntungan kepada nasabah deposan. Hal mi digambarkan pada skema-1 berikut yang menjelaskan mengenai aliran dana dan distribusi keuntungan.
Sebagai lembaga yang masih dalam pertumbuhan, pedoman pedoman yang 1ebih bersifat teknis dan operasional untuk kebutuhan praktisi bank syariah masih amat terbatas. Wajar apabila Gubernur Bank Indonesia mengemukakan bahwa pengembangan bank syariah di Indonesia masih terkendala karena kurangnya pemahaman anggota masyarakat mengenai kegiatan operasional bank syariah karena mereka belum memahami sepenuhnya produk, mekanisme, sistem dan seluk beluk bank syariah. (Antonio, 1999 x).
Sebagai objek penelitian dalam thesis ini adalah PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Cabang Medan Pra riset yang dilakukan pada bank t diperoleh gambaran bahwa PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Cabang Medan mulai beroperasi pada tahun 2000, dengan asset awalnya besar 27,8 milyar rupiah. Pada awal berdirinya PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Cabang Medan mengalami kerugian sekitar 50 juta rupiah karena banyaknya biaya-biaya yang harus ditutupi. Kemudian pada tahun 2001 assetnya mengalami perkembangan menjadi 44,7 milyar rupiah dan ternyata PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Cabang Medan memperoleh keuntungan dan hasil operasionalnya sekitar 2 milyar rupiah lebih.
Kemudian sampai sekarang ini, asset PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Cabang Medan terus meningkat dan tingkat keuntungan yang diperolehnya juga bertambah. Dan penelitian yang dilakukan penulis, jumlah nasabah sainpai saat ini sekitar 8000 (delapan ribu) orang.
Sebelum didirikannya Bank Muamalat Indonesia Cabang Medan, terlebih dahulu dibentuk sebuah Tim yang diberi nama Muamalat Service Centre pada tanggal 4 November 1999. Adapun tugas Tim yang bekerja selama 6 (enam) bulan ini antara lain adalah:
1. Memberikan layanan informasi secara rasional.
2. Mengadakan sosialisasi tentang Bank Muamalat Indonesia kepada masyarakat kota Medan, Pemerintah Daerah, Pengusaha maupun Alim Ulama.
3. Mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan rencana berdirinya Bank Muamalat Cabang Medan baik operasional maupun izin-izinnya.
4. Melakukan kajian-kajian mengenai potensi pasar baik dari segi funding (menghimpun dana) maupun lending (penyaluran dana).
Setelah melakukan kajian-kajian akhirnya Bank Muamalat Indonesia Cabang Medan resmi beroperasi pada tanggal 17 April 2000 dengan modal 1 Rp. 500.000.000,- dan 16 orang karyawan dengan struktur organisasi seperti dapat dilihat pada lampiran. Bank Muarnalat Indonesia Cabang Medan berlokasi di Jl. Gajah Mada No. 21 Medan. Dalam tempo 10 bulan, Bank Muamalat Cabang Medan telah menghimpun asset lebih dan Rp. 23 milyar dengan LDR/loan to deposit ratio (perbandingan antara dana yang diluncurkan kepada masyarakat dengan dana yang dihimpun) sebesar 109 persen. Padahal cabang-cabang bank di Medan saat mi rata-rata LDR-nya hanya berkisar 50 persen, karena banyak yang ditanam di SBI (Sertifikat Bank Indonesia) ketimbang disalurkan kepada masyarakat.
Bank Mua.malat Indonesia Cabang Medan, cepat sekali mengalami perkembangan. Sejak beroperasi pada bulan April 2000 sampai dengan sekarang sudah banyak para nasabah yang menyimpan dan mempercayakan dananya kepada Bank Muamalat Indonesia. Bukan saja dan segi pengumpulan dana, bahkan melalui penyaluran dananya Bank Muamalat Indonesia juga telah banyak menyalurkan. Ini dilihat dan data pembiayaan yang dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Berikut data pembiayaan yang telah disalurkan oleh Bank Muamalat Indonesia sampai dengan Juli 2001 terhitung sejak awal Bank Muamalat Indonesia Cabang Medan beroperasi yaitu pada bulan April 2000: total pembiayaan yang telah disalurkan kepada nasabah pengguna pembiayaan adalah sebesar Rp. 36.573.229.765,-
Bank Muarnalat Indonesia Cabang Medan mulai tanggal 19 Oktober 2001 meningkatkan statusnya dan bank umum menjadi bank devisa seiring dengan penambahan janingan layanannya dengan membuka satu Kantor Pelayanan Kas (KPK) di JL. Prof. H. M. Yamin Medan yang merupakan KPK Bank Muanialat Indonesia ke- 50 di Indonesia.
Dengan peningkatan statusnya sebagai bank devisa, Bank Muamalat Indonesia (selanjutnya disingkat BMI) Cabang Medan telah dapat melayani pembiayaan ekspor-impor dan menerima dana pihak ketiga dalam bentuk mata uang asing. Mengenai kinerja BMI Cabang Medan sampai dengan posisi September 2001 rasio perbandingan jumlah dana pihak ketiga dengan pembiayaan yang diberikan BMI Cabang Medan sudah mencapai 114,5 %. Kemudian tentang asset, terhitung sejak dimulainya operasional BMI Cabang Medan hingga posisi September 2001 pertumbuhannya telah mencapai sebesar Rp. 36,6 miliar. Angka ini sejalan dengan keberhasilan Bank Muainalat Indonesia dalam menghimpun dana masyarakat sampai dengan posisi September 2001 telah mencapai Rp. 32,9 milyar. Sisi pembiayaan BMI Cabang Medan juga turut mengalami perkembangan yang telah mencapai Rp. 35,6 milyar denganjangka waktu yang sama.
Bank Muamalat Indonesia Cabang Medan juga concern terhadap perkembangan industri kecil, menengah dan koperasi. Portofolio pembiayaan Bank Muamalat yang saat ini 75%-nya adalah sektor Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dan Koperasi, selebihnya disalurkan untuk kegiatan jasa, perdagangan dan distribusi. Keseluruhan pembiayaan yang diberikan tersebut kondisinya sangat lancar. Ini terlihat dan bad debt ratio (rasio hutang tak tertagih) angkanya mencapai 0%. Menyangkut laba usaha, hingga bulan September 2001 secara akumulatif BMI Cabang Medan telah berhasil membukukan laba sebesar Rp. 1,8 miliar.
Karena beberapa alasan itulah, peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dalam bentuk karya ilmiah berupa tesis yang mencoba menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penentuan nisbah bagi hasil sistem pembiayaan mudharabah pada perbankan syariah antara bank sebagai shahibul mal atau pemilik dana dan nasabah peminjam atau debitur sebagai mudharib.
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan yang telah diuraikan pada latar belakang di atas, maka diharapkan penelitian ini dapat mengungkap “faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penentuan nisbah bagi hasil sistem pembiayaan mudharabah pada perbankan syariah” dimana PT. Bank Muamalat Indonesia, Thk. Cabang Medan sebàgai studi kasus penelitian dengan merumuskan beberapa permasalahan berikut:
1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penentuan nisbah bagi hasil sistem pembiayaan mudharabah pada perbankan syariah tersebut?
2. Bagaimana evaluasi dan efektivitas penerapan bagi hasil sistem pembiayaan mudharabah yang dipraktekkan oleh PT. Bank Muamalat Indonesia, Thk. Cabang Medan?
3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
3.1. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan pokok-pokok tujuan sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penentuan nisbah bagi hasil sistem pembiayaan mudharabah pada perbankan syariah seperti yang dipraktekkan oleh PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Cabang Medan.
b. Untuk mengetahui dan mengevaluasi tingkat efektivitas penentuan nisbah bagi basil sistem pembiayaan mudharabah yang dipraktekkan oleh PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Cabang Medan.
3.2. Manfaat Penelitian
Dengan hasil yang diperoleh dan pelaksanaan penelitian dalam bentuk tesis mi diharapkan dapat memberi manfaat dan berguna bagi kalangan perbankan Islam khususnya dan ilmu pengetahuan umumnya, antara lain yaitu:
a. Sebagai bahan masukan bagi dunia perbankan dan masyarakat pada umumnya yang berkecimpung dalam perbankan terutama bagi umat Islam sendiri. Dan semoga dapat menjadi salah satu bahan pemikiran sekaligus suatu perenungan akan khazanah intelektualitas muslim.
b. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah, terutama Bank Indonesia dalam melaksanakan kebijakan moneternya di bidang perbankan khususnya bank syariah.
c. Diharapkan akan bermanfaat bagi para pembaca atau siapa saja yang berminat mengetahui dan mendalami masalah perbankan, terutama sekali bagi praktisi-praktisi yang setiap han bekerja di bidang perbankan khususnya perbankan syariah.
d. Sebagai bahan informasi dan referensi serta sumbangan pemikiran untuk memperkokoh landasan bagi pengembangan penelitian perbankan syaniah bagi dunia perbankan atau masyarakat peneliti lainnya yang ingin membahas dan meneliti secara lebih comprehensive terhadap studi atau kajian yang sama.
e. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Ekonomi Islam (M.EI) dalam konsentrasi Ekonomi Islam pada Program Pascasarjana lAIN Sumatera Utara, sehingga rampungnya penelitian ini akan berguna bagi penulis untuk memenuhi persyaratan tersebut.
4. Hipotesis Penelitian
Sesuai dengan masalah dan tujuan penelitian, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian ini yaitu:
1. Penentuan nisbah bagi hasil sistem pembiayaan mudharabah pada perbankan syariah dipengaruhi oleh faktor-faktor nominal pembiayaan, waktu berlakunya pembiayaan dan jenis usaha yang akan terkait dengan prospek dan resiko usaha tersebut.
2. Penentuan nisbah bagi hasil sistem pembiayaan mudharabah pada perbankan syariah belum sepenuhnya memiliki pola yang baku karena lebih banyak menerapkan kebijakan-kebijakan yang dianggap lebih menguntungkan pihak perbankan syariah.
5. Analisis Data
Untuk keperluan analisa yaitu menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penentuan nisbah bagi hasil sistem pembiayaan mudharabah pada perbankan syariah dilakukan dengan metode statistik,
1. Analisa Statistik Deskriptif, yaitu yang berkaitan dengan pengumpulan data, menyusun ke dalam bentuk yang mudah dibaca dan dipahami serta menghitung nilai-nilai statistik.
2. Analisa Statistik Induktif, yaitu yang berkaitan dengan korelasi dan regresi yang didapat melalui metode kuadrat terkecil ‘Ordinary Least Square’ (OLS) dengan meminimumkan kesalahan pengganggu.
3. Analisa Statistik Inferensial, yaitu yang berkaitan dengan kegiatan analisis penarikan kesimpulan atas hasil penelitian sebagai dasar bagi pengambilan kesimpulan, yang diuji melalui probabilitas, estimasi, dan hipotesa.
Satuan analisa yang dipergunakan untuk variabel dependen (variabel terikat) dan variabel independen (variabel bebas) adalah satuan unit. Pengukuran unit-unit ini didapat melalui penilaian skor dari masing-masing variabel. Dan variabel-vaniabel tersebut dapatlah dibentuk suatu regresi linier sebagai berikut:
Y = a + β1X2 + β2X2 + β3X3
dimana:
Y = Nisbah Bagi Hasil Pembiayaan Mudharabah
α = Konstanta/ Intercept
β1 β2 β3 = Koefisien Regresi
X1 = Jumlah Nominal Pembiayaan
X2 = Waktu Berlakunya Aqad Pembiayaan
X3 = Jenis Usaha Pembiayaan
Dari model regresi linier di atas dapat diambil suatu hipotesa model sebagai berikut:
a. > 0, jumlah nominal pembiayaan, semakin tinggi nominal pembiayaan yang disetujui akan semakin mempengaruhi penentuan tingkat nisbah bagi hasil, ceteris paribus.
b. > 0 , waktu berlakunya aqad pembiayaan, semakin lama waktu berlakunya aqad akan semakin mempengaruhi penentuan tingkat nisbah bagi hasil, ceteris paribus.
c. > 0, jenis usaha pembiayaan, semakin prospek jenis usaha yang dilakukan akan semakin mempengaruhi penentuan tingkat nisbah bagi hasil, ceteris paribus.
BAB II
STUDI KEPUSTAKAAN
1. Kerangka Teoritik
1.1. Bunga, Riba dan Sistem Bagi Hash
Sebutan suku bunga tidak dikenal dan ditemui dalam kitab suci Al Quran, baik itu dalam bentuk larangan, anjuran ataupun lainnya. Tetapi dalam A1-Qur’an dikenal dan bahkan sekaligus telah menjadi perkataan yang ma’ruf khususnya di bidang perekonomian adalah riba. Banyak ayat Al-Qur’an atau hadits Rasulullah saw yang menerangkan tentang eksistensi riba, dalam bentuk larangannya atau memaparkan kemudharatannya.
Adapun model ijtihad ulama dalam mengisti’nbathkan hukum terhadap suku bunga adalah dengan cara qiyas/rasio, yang membandingkan nilai-nilai hukum yang terdapat pada riba dengan nilai-nilai hukum yang terdapat pada bunga. Oleh karena kesesuaian illat (sebab) pada kedua variabel tersebut, maka ulama menetapkan bahwa suku bunga bank sama dengan tiba, artinya hukum bunga bank sama dengan hukum riba.
Menyangkut ketentuan hukum riba, para ulama sudah sepakat bahwa hukumnya haram. Di antara nash-nash pengharaman nba, seperti yang terdapat dalam Al-Qur’an surat Au lmran ayat 130:
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah, mudah-mudahan kamu mendapat keberuntungan. (Ali Imran: 130)
Atau hadits yang diriwayatkan oleh Muslim (Al-Asqallani, t.t: 850):
Artinya : Dan Jabir, Rasulullah saw melaknat orang-orang penerima dan pemakan riba, orang-orang yang mencatat dan para saksi- saksinya. Rasulullah bersabda, mereka semua adalah sama. (HR. Muslim)
Secara lughah atau bahasa, riba bermakna ziyadah (tambahan). Dalam pengertian lain, riba juga berarti tumbuh dan membesar. Sedangkan menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara bathil (Antonio, 1999 : 59). Meskipun demikian tidak semua peningkatan atau penambahan itu dilarang dalam Islam, pengharaman terhadap hal-hal tersebut hanya disebabkan karena mengacu pada premi premi yang wajib dibayar oleh si peminjam.
lbnu Hajar Al-Asqalani mengatakan bahwa inti dari nba adalah kelebihan baik itu kelebihan dalam bentuk barang atau uang. Shah Waliuilah mengatakan bahwa unsur riba juga terdapat dalam hutang yang diberikan dengan persyaratan bahwa peminjam akan membayar lebih dari apa yang ia teriima dan pemberi pinjaman (Rahman, 1996: 83).
Maulana Abu Ala Maududi (Rahman, 1996 : 85) lebih tegas lagi mengatakan bahwa riba itu tidak hanya identik dengan bunga yang tinggi saja, artinya apakah bunga itu tinggi atau rendah tetap dinamakan dengan riba. Menurut beliau sudah termasuk riba apabila seseorang meminjarnkan modalnya kepada orang lain dengan persyaratan tertentu, dimana setelah suatu periode tertentu sebagai imbalan atas modalnya, dan tidak mesti apakah imbalan itu besar atau kecil.
Riba (Chapra, 1997 : 98) terbagi dalam dua bentuk, pertama riba nasi’ah dan kedua riba fadhl. Riba nosi’ah adalah penetapan keuntungan positif atas uang yang harus dikembalikan dan suatu pinjaman sebagai imbalan karena menanti pengembalian pinjaman tersebut. Menyangkut dengan hal itu Rasuluilah saw bersabda:
Artinya : Dan Usamah bin Zaid, bahwa Nabi SAW bersabdw sesungguhnya nba hanya pada nasi’ah (HR. Bukhari)
Sedangkan riba fadhl (Rahman, 1996 : 89) adalah kelebihan pinjaman yang dibayar dalam segala jenis, berbentuk pembayaran tambahan oleh peminjam kepada kreditur dalam bentuk penukaran barang yang jenisnya sama, misalnya gandum dengan gandum, beras dengan beras dan lain-lain.
Aplikasi sistem suku bunga dalam Islam identik dengan riba nasi Menurut Ricardo (Rahinan, 1996 : 17) bunga merupakan suatu kompensasi yang dibayarkan oleh penghutang kepada peminjam karena suatu balas jasa atas keuntungan yang diperoleh dari uang pinjaman tersebut. Hubungan lebih dekat lagi antara riba nasi’ah dengan bunga dapat dilihat dalam praktek perbankan sehari-hari, dimana instrumen suku bunga terdiri dan empat macam yaitu (Mishkin, 1995 : 70):
a. Simple Loan.
b. Fixed Payment Loan.
c. Coupon Bond
d. Discount Bond
Keempat instrumen di atas, dan segi prakteknya memang berbeda satu sama lain namun keempatnya itu menunjukkan kesamaan dalam prinsip. Semuanya itu merupakan aplikasi dan praktek riba nasi’ah meskipun dalam bentuk-bentuk yang berlainan
Secara lebih kongkrit lagi dapat dinyatakan bahwa sifat keuntungan pada riba nasi’ah adalah keuntungan positif yang ditetapkan di muka. Menurut syaniah, bahwa waktu tunggu selama pembayaran kembali pinjaman tidak dengan sendirinya memberikan justitikasi atas keuntungan positif dimaksud. Sehingga keuntungan yang demikian (baik berbentuk bunga atau tidak) dilarang dalam agama karena merupakan praktek dan riba.
Sekali lagi, Islam mendorong praktek bagi hasil serta mengharamkan riba. Keduanya sama-sama memberi keuntungan bagi pemilik dana, namun keduanya mempunyai perbedaan yang sangat nyata. Perbedaan itu dapat dijelaskan dalam tabel berikut (Antonio, 1999: 87-88):
1.2. Permintaan dan Penawaran Uang dalam Islam
Dalam sistem ekonomi Islam, (Metwally, 1996: 87) terdapat dua motif seorang muslim memegang uang baik dari segi permintaan maupun penawaran yaitu:
a. Motif transaksi
b. Motif berjaga-jaga
Permintaan uang dalam ekonomi Islam berhubungan dengan tingkat pendapatan. Keperluan uang tunai yang dipegang dalam jangka waktu penerimaan pendapatan dan pembayarannya. Besarnya persediaan uang tunai akan berhubungan dengan tingkat pendapatan dan frekuensi pengeluaran. Karena seorang muslim yang beriman kuat maka tendensi memegang uang tunai untuk motivasi berjaga-jaga amat terbatas.
Motivasi berjaga-jaga muncul karena individu dan perusahaan menganggap perlu memegang uang tunai di luar apa yang diperlukan untuk transaksi, guna memenuhi kewajiban dan berbagai kesempatan yang tidak disangka untuk pembelian di muka.
Permintaan uang dengan motif spekulasi (seperti yang diutarakan Keynes) tidak dijumpai dalam sistem ekonomi Islam. Oleh karena itu permintaan uang untuk tujuan spekulasi sebagai fungsi dan tingkat bunga menjadi nol (tidak ada) dalam moneter Islam.
Dilarangnya praktek spekulasi dalam sistem ekonomi Islam disebabkan karena spekulasi akan memudharatkan pihak lain. Praktek spekulasi menyebabkan keadaan ekonomi suatu negara tidak normal dan sukar untuk diprediksi. Praktek ini memang dari satu segi dapat menghasilkan keuntungan yang besar, tetapi dalam segi lain menimbulkan kesenjangan ekonomi yang luar biasa. Dalam Islam sangat dilarang keras adanya suatu pihak memudharatkan atau menganiaya pihak lain dalam bentuk kegiatan apapun. Hal mi sesuai dengan hadis Rasulullah SAW (As-Suyuthi, t.t: 93):
Artinya: Tidak boleh memudaratkan (seseorang) dan tidak boleh dimudaratkan (orang lain)
Secara umum fungsi permintaan uang menurut sistem ekonomi konvensional digambarkan dalam rumusan berikut: (Dornbusch, 1992 : 85)
Md = Md (r,Y) ………………………………………………. (2.1)
Keterangan:
Md = Permintaan Uang
r = Tingkat Suku Bunga
Y = Pendapatan
Oleh karena Islam (Rahman, 1996 : 130) mengharamkan praktek riba/bunga, artinya bunga bukan merupakan faktor di dalam menentukan tingkat permintaan uang maka variabel bunga (r) tidak terdapat dalam fungsi permintaan uang. Yang menentukan permintaan uang dalam moneter Islam hanya tingkat pendapatan (Y) masyarakat itu sendiri.
Sehingga persamaan (2.1) di atas berubah menjadi:
M = Md (Y) ……………………………………………….. (2.2)
Uang tunai yang diperlukan dalam sistem ekonomi Islam hanyalah untuk melaksanakan dua motif permintaan uang, transaksi dan berjaga-jaga. Jumlah uang tunai tersebut merupakan fungsi dari pendapatan, dan pada tingkat itu pula dikenakan zakat bagi asset yang tidak produktif. Bertambahnya pendapatan seseorang muslim mengiringi pula dengan meningkatnya perxnintaan atas uang oleh masyarakat, untuk tingkat pendapatan tertentu yang terkena zakat.
Dalam sistem ekonomi Islam, penawaran uang diasumsikan bebas dan tingkat biaya bagi benda-benda atau modal-modal yang tidak produktif, sekaligus ditetapkan sebagai proporsi bagi nilai transaksi atau tingkat pendapatan. Secara matematis kondisi di atas dapat ditulis:
M = f (µ) …………………………………………………………… (2.3)
Sedangkan dalam kaitannya dengan pendapatan dapat dirumuskan:
Ms = αY ……………………………………………………………. (2.4)
dimana α > 0
Sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa baik dalam sistem ekonomi Islam atau sistem ekonomi konvensional, tidak terlepas dari dua fenomena pasar ekonomi masyarakat yaitu penawaran dan permintaan uang. Pasar yang stabil adalah pasar dimana terdapat keseimbangan antara permintaan dan penawaran, atau:
Ms = Md …………………………………………………………….. (2.5)
Kegiatan pasar dalam Islam apalagi yang menyangkut dengan pasar uang, sering tidak dapat diprediksikan. Kadangkala permintaan melebihi penawaran, namun tidak jarang penawaran melebihi permintaan. Apabila permintaan melebihi penawaran maka kelebihan itu (menurut Islam) diatasi dengan menaikkan biaya atas uang yang menganggur (Metwally, 1995: 91). Apabila pendapatan itu dilambangkan dengan Yo dan tingkat biaya dilambangkan dengan µo maka keseimbangan dan kondisi di atas menjadi:
Mdo(Yo / µ1) > Mso = αYo ………………………………….……….. (2.6)
Oleh karena kenaikan tingkat biaya tersebut maka laju permintaan yang melebihi penawaran tadi sudah dapat diantisipasi sehingga mencapai suatu keseimbangan makro. Persamaan (2.6) akan berubah menjadi:
Mdo(Yo / µ1) > Mso = αYo………………………………….……….. (2.7)
Untuk lebih jelasnya, hubungan antara permintaan uang, penawaran uang dan tingkat biaya tersebut akan dijelaskan dalam grafik berikut mi:
Grafik di atas menjelaskan, bahwa ketika tingkat biaya pada µ1, keseimbangan terletak pada titik E1 dimana perminta dan penawaran uang masing-masing Md dan Ms Apabila terjadi kelebihan permintaan uang pada garis M1d, pemerintah mendorong kenaikan tersebut dengan menaikkan biaya atas biaya menganggur sebesar µ2. Sehingga pada kondisi tersebut akan terjadi suatu keseimbangan permintaan dan penawaran uang.
2. Pembiayaan dan Sistem Pembiayaan
2.1. Pengertian Pembiayaan Perbankan
Bank pada hakekatnya adalah lembaga intermediasi antara para penabung dan investor. Tabungan hanya akan berguna apabila diinvestasikan, sedangkan para penabung tidak dapat diharapkan untuk mampu melakukannya sendiri. Nasabah akan menyimpan dananya di bank Karena ia percaya bahwa bank dapat memilih alternatif investasi yang menarik dan menguntungkan. Selanjutnya bank akan menyalurkan kembali dana tabungan dan nasabah tersebut dalam bentuk investasi kepada masyarakat yang membutuhkan dana. Pengalokasian dana dapat diwujudkan dalam bentuk pinjaman atau yang lebih dikenal dengan kredit. Pengalokasian dana dapat pula dilakukan dengan membelikan berbagai asset yang dianggap dapat menguntungkan bank.
Akan tetapi, kegiatan pengalokasian dana yang paling penting dalam perbankan adalah pemberian pinjaman pada nasabah atau yang dikenal dengan istilah kredit pada bank konvensional dan pembiayaan bagi bank yang melaksanakan operasionainya berdasarkan prinsip syariah. Pengertian pembiayaan dalam hal ini dibatasi pada pengertian pembiayaan yang dilakukan oleh bank yang beroperasi berdasarkan prinsip syariah saja, bukan pembiayaan yang dilakukan lazimnya oleh lembaga pembiayaan non bank.
Dalam Standar Akuntansi Keuangan, dikatakan bahwa kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan. (LM, 1999)
Menurut Undang-undang Perbankan nomor 10 tahun 1998, pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara pihak bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. (Kasmir, 2000 : 73)
2.2. Pengertian Sistem dan Sistem Pembiayaan
Dalam buku Sistem Informasi Manajemen, dikatakan bahwa sistem adalah sekelompok elemen-elemen yang terintegrasi dengan maksud yang sama untuk mencapai tujuan. (Mc. Leod, 1996: 13)
Sedangkan pendapat lain menyatakan, sistem adalah suatu kegiatan yang telah ditentukan caranya dan biasanya dilakukan berulang-ulang. (Haiim, 1998: 2)
Beberapa pendapat (Baridwan, 1994 : 4) mengenai pengertian sistem antara lain adalah:
a. W. Gerald Cole:
Sistem adalah suatu kerangka dan prosedur-prosedur yang saling berhubungan yang disusun sesuai dengan suatu skema yang menyeluruh, untuk melaksanakan suatu kegiatan atau fungsi utama dari perusahaan
b. Steven A. Moscove:
Sistem adalah suatu kesatuan (entity) yang terdiri dan bagian-bagian yang saling berkaitan dengan tujuan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu.
Dari definisi-definisi tersebut dapat dikemukakan bahwa sistem terdiri dan sub-sub atau bagian yang saling terintegrasi untuk mencapai suatu tujuan. Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, penulis mencoba memberikan definisi tersendiri atas pengertian sistem pembiayaan.
Sistem pembiayaan adalah suatu kerangka dan prosedur prosedur yang berhubungan dengan proses penyediaan uang, barang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara pihak bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.
2.3. Jenis-jenis Pembiayaan
Pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok bank, yaitu pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang merupakan defisit unit. (Antonio, 2001 : 160) Menurut sifat penggunaannya pada perbankan syariah, pembiayaan dapat dibagi menjadi dua bagian sebagai berikut:
2.3.1. Pembiayaan Produktif
Merupakan pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk pcningkatan usaha, balk usaha produksi, perdagangan maupun investasi. (Antonio, 2001 : 160) Menurut keperluannya, pembiayaan produktif dapat dibagi menjadi dua hal berikut:
Pembiayaan Modal Kerja, yaitu pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan:
1) Peningkatan produksi baik secara kuantitatif maupun kualitatif
2) Untuk keperluan perdagangan atau peningkatan utility of place dari suatu barang
Pembiayaan Investasi, yaitu untuk memenuhi kebutuhan barang-barang modal serta fasilitas-fasilitas yang berkaitan dengan itu.
2.3,1.1. Pembiayaan Modal Kerja
Bank Syariah melaksanakan pembiayaan modal kerja untuk memenuhi kebutuhan modal kerja nasabah bukan dengan meminjamkan uang, melainkan dengan menjalin hubungan partnership dengan nasabah, dimana bank bertindak sebagai penyandang dana (shahibul maal), sedangkan pengusaha sebagai pengelola dana (mudhorib). Hal ini dapat diinterpretasikan bahwa Islam mendorong umatnya menjadi investor bukan semata-mata kreditor.
Skema pembiayaan mi disebut dengan mudharahah (trust financing). Fasilitas mi dapat diberikan untuk jangka waktu tertentu, sedangkan bagi hasil secara periodik dengan nisbah wajar yang disepakati. Setelah jatuh tempo, nasabah mengembalikan sejumlah dana tersebut beserta porsi bagi hasil (yang helum dibagikan) dan merupakan bagian bank.
2.3.1.2. Pembiayaan Investasi
Pembiayaan investasi diberikan kepada nasabah untuk keperluan investasi, yaitu keperluan penambahan modal guna mengadakan rehabilitasi perluasan usaha, Pada umumnya pembiayaan investasi diberikan dalam jumlah besar dan pengendapannya cukup lama. Dengan demikian perlu disusun proyeksi arus kas (projected cash flow) yang mencakup semua komponen biaya dan pendapatan sehingga akan dapat diketahui berapa dana yang tersedia setelah semua kewajiban terpenuhi. Setelah itu barulah disusun jadwal arnortisasi yang merupakan angsuran pembiayaan.
2.3.2. Pembiayaan Konsumtif
Pembiayaan konsumtif diperlukan oleh pengguna dana untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dan akan habis dipakai untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Bank Syariah dapat menyediakan pembiayaan komersil untuk pemenuhan kebutuhan barang konsumsi dengan skema berikut:
1. Al-bai’ bi tsaman ajil (salah satu bentuk murabahah) yaitu suatu perjanjian pembiayaan yang disepakati antara bank dengan nasabah, dimana bank menyediakan dananya untuk pembelian barang modal dan usaha anggotanya yang kemudian proses pembayarannya dilakukan secara mencicil atau angsuran.
2. Al- al-muntahia bit-tamlik atau sewa beli.
3. Ai-musyarakah mutanaqishah (decreasing paticipation), dimana secara bertahap bank menurunkan jumlah partisipasinya,
4. Ar-rahn yaitu menahan salah satu harta milik Si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. (Antonio, 2001: 168)
3. Prinsip Dasar Pembiayaan Bank Syariah
Secara umum prinsip pembiayaan pada perbankan syariah dapat dilakukan dalam empat aqad utama, yaitu al-musyarakah, al-mudharabah, al-muzara’ah dan al-musaqah. Sungguhpun demikian, di dalam prakteknya, pihak perbankan syariah saat nii masih belum menerapkan semua jenis aqad pembiayaan tersebut.
Prinsip yang paling banyak dipakai adalah al-musyarakah dan al mudharabah, sedangkan al-muzara’ah dan al-musaqah biasanya dipergunakan secara lebih khusus lagi yaitu untuk plantation financing atau pembiayaan pertanian oleh beberapa bank Islam. Khusus dalam penelitian ini hanya akan dibahas mengenai prinsip-prinsip al-mudharabah.
3.1. Pembiayaan A1-Mudharabah
A1-Mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (Shahibul maal) menyediakan seluruh modal (100%), sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan ke dalam kontrak, sedangkan apabila mengalami kerugian ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian pihak pengelola. Seandainya kerugian itu akibat kelalaian atau kecurangan si pengelola, maka si pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut. (asy-Syarbasyi, 1987)
3.2. Landasan Syariah
Secara umum, landasan dasar syariah al-mudharabah lebih mencerminkan anjuran untuk melakukan usaha. Hal mi tampak dalani ayat-ayat dan hadist berkut mi:
a. Al-Quran
“ ... dan dari orang-orang yang berjalan dimuka bumi mencari sebagian karunia Allah SWT...” (al-Muzzammil : 20)
Yang menjadi wajhud-dilalah atau argumen dan surat al Muzzammil : 20 adanya kata yadhribun yang sama dengan akar kata mudharabah yang berarti melakukan suatu perjalanan usaha.
“Apabila telah ditunaikan sholat maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah SWT...” (al-Jumu’ah: 10)
“Tidak ada dosa (halangan) bagi kamu untuk mencari karunia Tuhanmu...” (al-Ba qarah: 198)
Surah al- 10 dan al-Baqarah: 198 secara bersama-sama mendorong kaum muslimm untuk melakukan perjalanan usaha.
b. Al-Hadits
Diriwayatkan dan Ibnu Abbas bahwa Sayyidina Abas bin Abdul Muthalib jika memberikan dana ke mitra usahanya secara mudharabah ia memasyarakatkan agar dananya tidak dibawa mengarungi lautan, menuruni lembah yang berbahaya, atau rnembeli ternak Jika menyalahi peraturan tersebut, yang bersangkutan bertanggung jawab terhadap dana tersebut. Disampaikanlah syarat-syamt tersebut kepada Rasulullah saw. Dan Rasulullah pun membolehkannya.’ (HR. Thabrani)
Dan Shalih bin Shuhaib r.a. bahwa Rasululloh saw bersabda, tiga hal yang didalamnya terdapat keterkaitan: jual beli secara tangguh, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah bukan untuk dijual. (HR. lbnu Majah no. 2280, kitab at-Tijarah)
c. Ijma’
Imam Zailal telah menyatakan bahwa para sahabat telah berkonsentrasi terhadap legitimasi pengolahan harta yatim secara mudharabah. Kesepakatan para sahabat mi sejalan dengan spirit hadits yang dikutip Abu Ubaid.
3.3. Jenis-Jenis al-Mudharabah
Secara umum, Mudharabah terbagi menjadi dua jenis mudhorabah muthlaqah dan mudharabah muqayyadah.
a. Mudharabah Muthlaqah
Yang dimaksud dengan transaksi mudharabah muthlaqah adalah bentuk kerjasama antara shahibul maal dan mudharib yang cakupannya amat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis. Dalam pembahasan fiqh ulama salafus saleh seringkali cliungkapkan dengan contoh if’ai ma syi’ta’ (lakukan se.sukamu) dan shahibul maal ke mudharib yang memberikan kekuasaan sangat besar.
b. Mudharabah Muqayyadah
Mudharabah muqayyadah atau disebut juga dengan istilah restricted mudharabah/specified mudharabah adalah kebalikan dan mudharabah muthlaqah. Si mudharib dibatasi dengan batasan jeris usaha, waktu, atau tempat usaha. Adanya pembatasan ini seringkali mencerminkan kecenderungan umum si shahibul maal dalam memasuki jenis dunia usaha.
3.3.1. Aplikasi dalam Perbankan
Al-Mudharabah biasanya diterapkan pada produk produk pembiayaan dan pendanaan. Pada sisi penghimpunan dana, al-mudharabah diterapkan pada:
a. tabungan berjangka, yaitu tabungan yang dimaksudkan untuk tujuan khusus, seperti tabungan haji, tabungan kurban, dan sebagainya;
b. deposito spesial (special investment), dimana dana yang dititipkan nasabah khusus untuk bisnis tertentu, misalnya murabahah saja atau ijarah saja;
Adapun pada sisi pembiayaan, mudharabah diterapkan untuk:
a. pembiayaan modal keija, seperti modal keija perdagangan dan jasa;
b. investasi khusus, disebut juga mudharabczh muqayyadah, di mana sumber dana khusus dengan penyaluran yang khusus dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh shahibul maal.
3.3.2.1. Manfaat A1-Mudharabah
a. Bank akan menikmati peningkatan bagi hasil pada saat keuntungan usaha nasabah meningkat;
b. Bank tidak berkewajiban membayar bagi hasil kepada nasabah pendanaan secara tetap, tetapi disesuaikan dengan pendapatan/hasil usaha bank sehingga bank tidak akan pernah mengalami negative spread
c. Pengembaiian pokok pembiayaan disesuaikan dengan ci flow/arus kas usaha nasabah sehingga tidak memberatkan nasabah;
d. Bank akan lebih selektif dan hati-hati (prudent) mencari usaha yang benar-benar halal, amnan, dan menguntungkan karena keuntungan yang kongkret dan benar-benar terjadi itulah yang akan dibagikan;
e. Prinsip bagi basil dalam al-mudharabah/al-musyarakah ini berbeda dengan prinsip bunga di mana bank akan menagih penerima pembiayaan (nasabah) satu jumlah bunga tetap berapa pun ‘keuntungan yang dihasilkan nasabah, sekalipun merugi dan terjadi krisis ekonomi.
3.3.3. Resiko A1-Mudharabah
Resiko yang terdapat dalam al-mudharabah, terutama pada penerapannya dalam pembiayaan relatif tinggi, diantaranya:
a. side streaming nasabah menggunakan dana itu bukan seperti yang disebut dalam kontrak;
b. lalai dan kesalahan yang disengaja;
c. penyembunyian keuntungan oleh nasabah bila nasabahnya tidak jujur.
Secara umum, aplikasi perbankan al-mudharabah dapat digambarkan dalam skema berikut ini,
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Bagi Hasil
4.1. Pengertian Sistem Bagi Hasil
Sistem bagi hasil adalah suatu sistem yang meliputi tata cara pembagian hasil usaha antara pihak penyedia dana dengan pengelola dana. Pembagian hasil usaha ini dapat terjadi antara bank dengan penyimpan dana atau antara bank dengan nasabah penerima dana. (Antonio, 1990:)
4.2. Faktor Langsung
Diantara faktor langsung yang mempengaruhi perhitungan bagi hasil adalah:
a. Investment rate, yaitu merupakan persentase aktual dana yang diinvestasikan dan total dana.
b. Jumlah dana yang tersedia. Jumlah dana yang tersedia untuk diinvestasikan merupakan jumlah dana dan berbagai sumber dana yang tersedia untuk diinvestasikan. Dana tersebut dapat dihitung dengan menggunakan salah satu metode rata-rata saldo minimum bulanan atau rata-rata total saldo hanian. Investment rate dikalikan dengan jumlah dana yang tersedia untuk diinvestasikan akan menghasilkan jumlah dana aktual yang digunakan.
c. Nisbah (profit sharing ratio)
> Salah satu ciri al-mudharabah adalah nasabah yang harus ditentukan dan disetujui pada awal peijanjian;
> Nisbah antara satu bank dengan bank lainnya dapat berbeda;
> Nisbah juga dapat berbeda dan waktu ke waktu dalam satu bank, misalnya deposito 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, dan 12 bulan;
> Nisbah juga dapat berbeda antara satu account dengan account lainnya sesuai dengan besamya dana dan jatuh temponya.
4.3. Faktor Tidak langsung
Faktor tidak langsung terdiri dari:
1. Penentuan butir-butir pendapatan dan biaya mudharabah, antara lain:
> Bank dan nasabah melakukan share dalam pendapatan dan biaya (profit and sharing). Pendapatan yang dibagihasilkan merupakaxi pendapatan yang diterima dikurangi biaya-biaya.
> Jika semua biaya ditanggung bank, maka hal mi disebut revenue sharing.
2. Kebijakan Akuntansi (prinsip dan metode akuntansi)
Bagi hasil secara tidak langsung dipengaruhi oleh berjalannya aktivitas yang diterapkan, terutama sehubungan dengan pengakuan pendapatan dan biaya.
5. Mekanisme Perkreditan Perbankan
Mekanisme pembiayaan pada bank syariah identik dengan mekanisme kredit pada bank konvensional, yaitu sebagai berikut:
5.1. Perencanaan Kredit
Bagi sebuah bank, perencanaan merupakan hal yang mutlak harus dilakukan, tidak hanya karena perencanaan merupakan fungsi yang penting tetapi kepentingan menjalankan perencanaan sebelum suatu usaha dilaksanakan sudah merupakan suatu rule bagi bank demi pencapaian tujuan. Tujuan bank tidak hanya suatu tujuan profit making semata-mata tetapi turut menjaga safenya keuangan yang ada, uang sendiri dan uang orang lain. (Kasmir, 2000: 72)
Kredit merupakan kegiatan yang utama dan bank, maka rencana kredit merupakan hal yang mutlak harus dilakukan dalam rangka melengkapi penentuan policy perkreditan secara menyeluruh. Tanpa rencana kredit maka policy kredit tidaklah lengkap dan berarti. (Sinungan, 1994: 275)
Aspek-aspek penting yang harus diperhatikan dalam pertimbangan penyusunan suatu rencana kredit yang mantap dan terarah adaiah sebagai berikut:
1. Kondisi Perekonomian dan Perdagangan
Ini mutlak harus dilakukan oleh karena bank sebagai lembaga keuangan bergerak di dalam kegiatan perekonomian dan perdagangan. Harus dipertimbangkan bagaimana keadaan sekarang serta bagaimana kemungkinan-kemungkinan yang akan timbul selama rencana disusun sanipai selama pelaksanaan rencana tersebut. Dimaksudkan bila terjadi kegoncangan-kegoncangan maka dengan cepat dan tepat dapat dilakukan penyesuaian yang terarah.
2. Line of Business
Dalam sektor ekonomi yang manakah bank bergerak. Apakah khusus sektor pertanian, perekonomian, industri, perdagangan umum atau real estate. Beberapa indikator-indikator ekonomi yang berhubungan erat dengan line of business itu perlu fiteliti dan diadakan analisa yang mendalam. Bila misalnya bank bersangkutan bergerak dalam sektor industri, maka haruslah diteliti terlebih dahulu industri yang manakah yang kondisinya favourable atau menguntungkan atau disesuaikan dengan prioritas yang diarahkan oleh pemerintah. Tegasnya setiap sektor yang berpengaruh langsung terhadap ruang lingkup kegiatan bank harus diadakan analisa yang mendalam.
3. Keadaan para Nasabah yang Ada
Dan record nasabah diadakan pengelompokan nasabah yang dibagi menurut kelancaran usaha dan sektor usaha secara lengkap (beserta komoditinya).
4. Keadaan Keuangan Bank
Hal mi merupakan faktor yang sangat penting oleh karena kekuatan keuangan banklah yang menentukan langkah-langkah nyata bagi perencanaan kredit dalam anti kata berapa jumlah uang yang akan di alokasikan. Tegasnya hanis dengan jelas diketahui berapa jumlah uang yang tersedia dan be.nar-benar dapat dilepas.
5. Organisasi Bank
Besar kecilnya suatu bank cukup besar pengaruhnya dalam penyusunan rencana kredit. Bila organisasinya hesar (mdiputi beberapa cabang yang terbesar), maka perlu diadakan pengaturan tentang wewenarig pemutusan kredit.
6. Skill dan Personil-personil Kredit di Seluruh Organisasi
Secara tegas perlu dihayati oleh setiap bank bahwa skill pejabat pejabat kredit sangat penting untuk diperhatikan dan bila perlu diadakan spesialisasi. Sesuai dengan fungsi-fungsi dan langkah-langkah kredit perlu dispesialisir pejabat-pejabat untuk perencanaan-perenc.anaan kredit, analisis-analisis kreclit, credit officer, tenaga-tenaga administrasi, tenaga-tenaga pengawas dan pembina-pembina kredit. Manajemen harus benar benar memperhatikan skill pejabat-pejabat kreditnya yang menyangkut managerial skill dan technical skill.
Dalam menyusun perencanaan kredit maka ada 2 hal yang harus diperhatikan, yaitu sebagai berikut:
a. Plafond atau Ceiling
Plafond adalah batas atau jatah bagi bank untuk mengoperasikan dananya. Alat dalam perencanaan kredit terutama untuk menjamin fleksibilitas suatu planning adalah plafori. Dus plafond adalah alat planning, terutama dalam menyusun anggaran kredit.
Plafond terbagi menjadi dua, yaitu : Fiiced Plafond dan Flexible Plafond. Fixed Plafond adalah plafond yang ditetapkan untuk sebuah unit atau cabang secara tetap berdasarkan posisi kekuatan dana secara keseluruhan. Flexible piafond adalah sebagai tambahan dan fixed plafond bila terriyata setelah suatti masa tertentu yang telah ditetapkan dalam fixed plafond terdapat suatu pertainbahan loanable fund yang jumlahnya cukup berarti. Pengalokasian tambahan dana berupa tambahan plafond inilah yang disebut flexible plafonci
b. Penyusunan Rancangan dan Anggaran Kredit
Sebagaimana telah disinggung di atas, langkah pertama dala.m penentuan rencana kredit adalah penganalisaan berbagai aspek yang berhubungan dengan perencanaan kredit tersebut.
5.2. Analisis atas Permohonan Kredit
Dalarn analisis atas permohonan kredit akan diuraikan tentang penilaian kredit, informasi kredit, dan aspek-aspek pertimbangan kredit.
52.1. Penilaian Kredit
Proses periilaian kredit merupakan suatu usaha yang dimaksudkan untuk menganalisis dan menilai prospek calon debitur guna memperoleh indikasi kemungkinan terjadinya default oleh calon debitur dengan menerapkan antara lain prinsip-prinsip penilaian kredit secara universal. Default adalah kegagalan nasabah membayar kembali kredit yang diterimanya.
Proses penilaian kredit m dipengaruhi oleh faktor-faktor antara lain:
a. jumlah kredit
b. penggunaan kredit
c. perangkat teknologi bank
d. hubungan historis nasabah dengan bank
5.2.2, Informasi Kredit
Sebelum melakukan analisa, bank perlu mengumpuLkan data-data informasi. Sumber-sumber informasi kredit diperoleh dari:
- Laporan atau informasi dan si pengusaha peminta kredit
- Laporan atau informasi dan record bank
- Dan sumber-sumber lainnya (Sinungan, 1994 : 324)
Sumber-suniber informasi kredit diperoleh dan:
1. Laporan atau informasi dan si pengusaha peminta kredit (debitur).
Untuk memperoleh informasi atau data tentang si peminta kredit, berbagai cara dapat dilakukan, yaitu:
a. Interview dengan peminta kredit
Dalam interview harus jelas dapat diketahui tujuan penggunaan kredit dan bagaimana reneana pengambilan kredit tersebut. Sedangkan hal-hal lain yang penlu diketahui dan hasil interview adalah:
- Bidang usaha nasabah (line of business)
Dalam bidang usaha apa perusahaan bergerak dan bagaimana standing perusahaan dalam line of bu.siness tersebut.
- Perdagangan dan persaingan
Perlu diketahui bagaimana situasi perdagangan nasabah serta bagaimana situasi perdagangan yang ada. Siapa-siapa perusahaan yang bergerak di sektor yang sama dan bagaimana Idra-kira pandangan si peminta kredit terhadap pesaing-pesaingnya itu. Hal mi perlu dimintakan pendapat si nasabah secara jujur.
b. Inspeksi Usaha Nasabah
Inspeksi ke tempat usaha nasabah merupakan suatu hal penting dalam memperoleh informasi yang diperlukan. Tidak hanya iti.i, inspeksi dapat mempererat hubungan antara bank dengan nasabahnya. Hal-hal yang perlu dicatat dalani melakukan inspeksi usaha nasabah adalah sebagai berikut:
- Kebenaran keterangan tentang bidang usaha nasabah, ijin usahanya, akte perusahaan dan sebagainya.
- Kelancaran usahanya yang diketahul dan data tentang perkembangan dan fluktuasinya selania 6 bulan atau 1 tahun.
- Dicek tentang supplier-suppliernya dan order- order yang diajukan oleh pelanggannya.
- Dicek tentang kualitas produk yang diperdagangkan bila jenis usahanya perdagangan, atau kualitas pelayanan yang diberikan bila usaha bergerak dibidang jasa, kemudian diteliti hal-hal yang mempengaruhi produk atau jasa yang diberikan tersebut apakah sesuai dengan keadaan pasar dan hal-hal spesilik apa yang dapat membedakan produk atau jasa tersebut dan jenis yang sama beredar di pasar.
- Diperhatikan juga tentang sikap dan kegairahan kei karyawan untuk mengetahui apakah persyaratan kerja berjalan dengan baik atau tidak.
- Diteliti juga tentang kemainpuan dan pengetahuan manajemen terutama dalam bidang usahanya tersebut.
- Diteliti tentang pelaksanaan administrasi dan manajemen.
- Penelitian tentang lokasi dan site perusahaan, apakah benar-benar cocok dengan prinsip prinsip ekonorni, artinya lebih mendekati pasar atau lebih mendekati sumber bahan mentah atau memilih dekat tempat tenaga kerja.
c. Penilaian neraca laba rugi perusahaan
Hal ini dilakukan bila perusahaan yang akan diberikan kredit merupakan usaha yang telah bet beberapa periode sebelumnya.
2. Laporan atau informasi dark record bank
Setelah memperoleh informasi kredit via analisis neraca dan laba rugi perusahaan, maka informasi selanjutnya diperoleh dan catatan bank sendiri.
Biasanya setiap bank telah mempunyal record terhadap pemohon-pemohon kredit. Recording paling minimal yang dimiliki bank adalah data-data tentang nama, pekeijaan dan kegiatan keuangan perusahaan. Karena itu kebanyakan bank yang mensyaratkan agar si pemohon kredit harus memegang giro pada bank tersebut paling kurang selama enam bulan. Sebenamya maksud ink adalah untuk mengetahui kekuatan keuangan perusahaan yang tertera dark kegiatan-kegiatan debet kredit rekening gironya.
3. Dan sumber-sumber lainnya
Sumber informasi yang terakhir adalah dan sumber sumber luar, yaitu bank-bank lain atau relasi-relasi si pemohon kredit. Dimintakan informasi dan bank-bank lain tentang nasabah tersebut, dan pelaksanaan hal mi dilakukan secara rahasia. Juga dinyatakan bagaimana kemampuan bisnis si pemohon kredit dan relasi-relasinya misainya dark broker-broker dan sebagainya.
5.2.3. Aspek-aspek Pertimbangan Kredit
Setelah bahan-bahan pertimbangan diperoleh dark informasi yang berhasil dihinipun, maka analisis kredit yang akan diberikan perlu dilakukan secara seksama dan cermat. Aspek-aspek pertimbangan urituk kredit-kredit jangka pendek adaiah sebagai berikut:
A. Aspek Umum dan Manajemen
1). Bentuk, narna dan alamat perusahaan (diteliti juga akte pendirian dan pcrusahaan).
2). Susunan pengurus lengkap perusahaan (dilengkapi dengan riwayat hidup masing-masing).
3). Line of busine.ss (bidang usaha nasabah).
4). Hubungan rekening (minimal 3 atari 6 bulan terakhir).
5). Social standing para pengurus.
6). Jumlah pe.gawai atau pekerja (skilled dan. unskilled)
7). Struktur Organisasi
B. Aspek Teknis
1. Keterangan tentang peralatan produksi termasuk kapasitas nil dan design capacity.
2. Perkembangan usaha (produksi, penjualan dan cadangan) 6 bulan terakhir.
3. Lokasi dan site perusahaan.
4. Supply bahan baku dan kontinuitas penyediaarx.
5. Rencana usaha (kapasitas yang direncanakan).
C. Aspek Ekonomis dan Komersial
1. Kondisi pemasaran dan posisi harga penjualan
2. Keadaan persaingan dan perusahaan sejenis dan posisi nasabah dalam persaingan.
3. Prospek pemasaran di masa mendatang
D. Aspek Finansial
1. Analisis neraca dan laba rugi perusahaan
2. Analisis biaya dan pendapatan
3. Kalkulasi kebutuhan kredit
E. Aspek Jaminan (agunan)
1. Penilalan jumlah dan nilai
2. Status kepemilikan
3. Daya tahan jaminan
4. Marketability
5. Tata cara pengikatan
5.2.4. Administrasi Pemberian Kredit
Setiap pemberian kredit harus disertakan suatu perjanjian tertulis antara bank dan si pemohon atau penerima kredit. Pemberian kredit tanpa peijanjian tertulis tidak dibenarkan oleh pemerintah. Dalam peijanjian kredit dicanttunkan segala hak dan kewajiban kedua belah pihak. Dalam garis besamya tercantum ha! hal yang menyangkut syarat-syarat pelaksanaan kredit, syarat-syarat pembayaran kembali, pengikatan jaminan, jumlah dan lamanya fasilitas kredit dinikmati debitur. Setelah pelaksanaan kredit, maka bank harus mengatur administrasinya secara baik sehingga memudahkan bagi bank untuic niengikuti perkembangan kredit demi usaha pengamanan. (Sinungan, 1994: 342)
Untuk kepentingan direksi atau kantor pusat maka pejabat administrasi harus mempersiapkan bentuk-bentuk laporan balk berupa formulir laporan maupun kartu-kartu.
Bentuk laporan yang cliperlukan antara lain:
A. Kartu Induk Debitur
Ini berbentuk kartu yang merupakan intisari tentang kredit seorang debitur.
B. Laporan Pemberian Kredit
Laporan mi dibuat secara bulanan untuk diajukan kepada direksi guna mengetahui jumlah kredit, sektor-sektor usaha yang dibiayai, jangka waktu kredit, bunga dan provisi kredit serta bentuk dan syarat disposisi kredit dan sebagainya.
C. Laporan Realisasi dan Mutasi Kredit
Laporan liii diinaksudkan untuk melihat usaha perkembangan debitur, balk yang menyangkut realisasi usahanya, seperti produksi, penjualan dan stok, juga untuk mengetahui perputaran keuangan yang disalurkan melalui rekeningnya, demikian juga pembayaran bunganya atau bagi hasil.
Bagi adrministrasi, khususnya administrasi perbankan, filing merupakan kelancaran saluran darah bagi tubuh bank. Bila saluran itu tersumbat maka bagian-bagian tubuh akan mengalami gangguan yang berat. Dalam pengetahuan filing harus disadari dengan sungguh-sungguh oleli petugas administrasi bahwa untuk pelaksanaan tugas, penjagaan file harus tersedia filing cabinet dan peralatan teknologi lain yang sesual dengan perkembangan perkantoran modern.
Untuk setiap persoalan harus dibuat kode-kode nomor atau huruf sehingga akan memudahkan pencarian surat-surat atau file-file surat, kode tersebut dapat juga dengan angka atau huruf.
5.3. Prosedur Operasional Pembiayaan
1. Prosedur Permohonan Kredit Baru
a. Nasabah Mengajukan permohonan kredit kepada bank dengan menggunakan formulir, atau dengan surat permohonan yang dibuat langsung oleh nasabah disertai dengan dokumen-dokumen yang diperlukan sebagai syarat dalam permohonan kredit yaang termasuk dalam satuan keI pengolahan kredit, Dokumen-dokunien yang diperlukan sebagai syarat permohonan kredit adalah:
• Laporan Keuangan nsabah yang terakhir.
• Fotocopy kartu identitas pemohon atau pemilik atau pengurus perusahaan yang akan meminjam kredit dan bank yang bersangkutan. Fotocopy mi harus dicocokkan dengan yang asli.
• Fotocopy dokumen bukti pemilik barangjaminan.
• Fotocopy NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak SIUP (Surat Ijin Usaha Perusahaan), dan ijin-ijin lain yang perlu dimiliki oleh bank yang bersangkutan.
• Data lainnya yang dapat berguna bagi bank
b. Petugas penerinia permohonan kredit memeriksa kelengkapan formulir beserta dokumen-dokumen lainnya yang diserahkan oleh nasabah. Bila doktimen dokumen tersebut ktirang lengkap dikembalikan kepada nasa.bah.
2. Prosedur Pengolahan dan Persetujuan Kredit
a. Melakukan analisis terhadap laporan keuangan nasabah dan melakukan penelitian lapangan atas usaha dan jarninan nasabah.
b. Membuat kredit mutasi dan kredit memorandum (analisis kredit).
c. Menyerahkan semua berkas kredit kepada Kepala Satuan Kei Kredit (komite kredit).
d. Kepala Satuan Kerja Kredit menerima semua berkas kredit dan satuan kerja pengelola kredit.
e. Memutuskan apakah permohonan kredit tersebut dapat diteriina atau tidak, sesuai dengan wewenangnya.
Jika jumlah kreditnya berada dibawah wewenang cabang:
• Penolakan : diberikan kepada nasabah oleh Kepala Satuan Kexja Kredit.
• Persetujuan : hasil keputusan dan Tim Kredit Cabang diteruskan kepada satuan kerja kredit.
Setelah seluruh administrasi dan pengikatan selesai maka hasil keputusan tersebut ditandatangani oleh pimpinan cabang dan Kepala Satuan Kerja Kredit, dan copy dan keputusan mi diberikan kepada satiian-satuan kerja terkait lainnya.
Jikajumlah kredit di atas wewenang cabang
• Penolakan Tidak perlu diteruskan ke satuan kerja kredit kantor pusat, sama seperti jika jumlahnya dibawah wewenang cabang.
• Persetujuan: Berkas dokumen diteruskan kepada satuan kerja kredit Kantor Pusat untuk diperoses selanjutnya.
Keputusan dan kantor pusat akan diberikan dalam bentuk memorandum atau dengan cara lain. Dan berdasar keputusan itu maka proses selanjutnya sama dengan di atas yaitu untuk proses persetujuan bagi kredit yang jumlahnya dibawah wewenang cabang.
f. Membuat keputusan kredit dan menuangkannya dalam surat keputusan kredit serta menyerahkannya kepada satuan keija administrasi kredit beserta semua berkas kredit.
g. Penandatanganan semua pez dan pengikatan-pengikatan oleh debitur dan pejabat bank yang berwenang.
h. Satuan keija administrasi kredit menerima hasil keputusan dan komite kredit dan semua berkas kredit.
i. Membuat nota debet pembebanan biaya-biaya dan lain- lain serta kartu kredit yang kemudian disertakari kepada pejabat yang berwenang untuk diperiksa dan ditandatangani.
j. Membuat dokurnen jaminan asli, perjanjian asli dan pengikatan ash yang kemudian dismpan dalain tempat yang ainan.
k. Membukukan transaksi di atas ke dalam administrasi sebagai komitmen kewajiban.
l.
3. Administrasi Kredit
a. Pcmbuatan Kartu Data Krcdit
Pembuatan kartu data Kredit bertujuan untuk memothtoring, review, atau. analisis data yang sewaktu waktu diperlukan untuk mengambil suatu keputusan. Kartu mi mencakup ringkasan mengenai debitur. Data didalamnya sebagian saina dengan data di Credit Memorandum. Data dala Kartu Data Kredit hanis di up date setiap kali ada perubahan sebingga dapat digunakan untuk monitoring fasilitas kredit. Pengisian Kartu Data Kredit selanjutnya diketik dan ditandatangani oleh pejabat yang berwenang.
Cara pengisian:
a. Identitas debitur: misalnya nama, alamat debitur
b. Riwayat permohonan kredit, misainya apakah sebelumnya debitur telah memiliki fasilitas kredit.
c. Kolcktibilitas krcdit
d. Keputusan kredit : Sejarah jumlah kredit dan perubahan fasilitasnya
e. Jaminan kredit
f. Pengikatan kredit:
g. Suku bunga atau nisbah bagi hasil (dalaxn bank syariah).
Pengecekan kebenaran pengisian Kartu Data Kredit dilakukan oleh Kepaia Satuan Kerja Kredit, sedangkan untuk setiap satuan kerja harus di review oleh pejabat yang bersangkutan.
b. Perhitungan dan Pembebanan Bunga Kredit
Perhitungan clan pembebanan bunga kredit hanis dilakukan dengan benar, terutama mengenai dasar perhitungan, cara perhitungan dan saat perhitungan.
4. Sistem Pengendaiian Intern Perbankan
Pengendalian intern menurut AICPA (American Institute of Certified Public Accountants), yaitu:
Sistem pengendaiian intern meliputi struktur organisasi , semua metode dan ketentuan-ketentuan yang terkoordinasi yang dianut dalam perusahaan untuk melindungi harta kekayaan, memenksa ketelitian, dan seberapa jauh data ak dapat dipercaya, meningkatkan efisiensi usaha dan mendorong ditaatinya kebijakan perusahaan yang telah ditetapkari. (Baridwan, 1994)
Sistem pengendalian intern merupakan sistem pengawasan bank yang terintegrasi pada setiap unit keija sma saling melengkapi antara Unsur pokok sistem pengendalian intern, menurut Mulyadi terdiri dan empat yaitu:
1. Struktur organisasi yang memisáhkan tanggung jawab fungsional secara tegas
2. Sistem wewenang dan prosedur pencatatan yang memberikan perlindungan yang cukup terhadap kekayaan, utang, pendapatan dan biaya.
3. Praktek yang sehat dalam melaksanakan tugas dan fungsi setiap unit organosasi
4. Karyawan yang mutunya sesuai dengan tanggung jawabnya. (Mulyadi, 1997: 16
Sedangkan tujuan dan pengendalian intern (Tjukria, 1999 48) adalah sebagai berikut:
1. Menggunakan harta kekayaan
2. Meyakini akurasi dan kehandalan data akuntansi
3. Mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya secara ekonomis dan efisien serta mendorong ditaatinya kebijakan manajemen yang telah digariskan
4. Dalam usaha perbankan yang melibatkan dana dan masyarakat luas, ruang lingkup pengendalian intern bank meliputi juga aspek-aspek yang mampu menjamin keamanan dana yang disimpan oleh masyarakat dan fihak ketiga lainnya.
Aspek-aspek yang perlu diperhatikan untuk menjamin struktur pengendalian intern yang efektif dalam menangani transaksi transaksi kredit atau pembiayaan menurut tim Editor Institute Bank Indonesia terdiri dan:
1. Permohonan kredit harus diisi sendiri oleh nasabah atau calon nasabah dengan menggunakan Formulir Permohonan Kredit (FPK) atau dengan surat. Data yang diperlukan sama sekali tidak diperkenankan didisi oleh pejabat bank yang bersangkutari. Pejabat tersebut hanya diperkenenkan untuk niembantu dalaxn hal pemohon tidak mengerti cara pengisian FPK tersebut.
2. Setiap minggu pejabat yang berwenang memeriksa pinjaman yang overdraft dan memperhatikan rekening yang telah overdraft melampaui ketentuan.
3. Harus terdapat bukti tertulis dan masing-masing transaksi yang telah terjadi.
4. Harus ada pendapatan batas maksimal dan wewenang persetujuan.
5. Persyaratan persetujuan pemberian kredit harus dinalisis. (IBI, 1998 : 101)
Aspek Pengendalian Intern Perkreditan
Beberapa pokok utama dalam pegendalian kredit adalah:
1. Harus ada sistem pengendalian intern yang baik dalam arti ada pemisahan fungsi antara pejabat yang menyetujui kredit, yang melakukan pembayaran kepada debitur, penagihan, analisis, administrasi kredit, agunan.
2. Harus ada kebijakan perkreditan tertulis yang telah disetiijui direksi. Kebijakan tertulis mengenai kredit paling tiak harus memuat ketentuan mengenai limit cabang dan limit pemberi persetujuan; ketentuan mengenai jenis kredit yang dilarang; ketentuan mengenai jangka waktu kredit (maksimum dan minimum); ketentuan mengenai tingkat bunga dan provisi; ketentuan mengenai perbandingan antara kredit dengan jaminan; informasi keuangan yang harus diperoleh dan debitur; konsentrasi kredit; dan pengertian kredit bermasalah dan penanganannya.
3. Harus ada aparat yang kompeten yang akan memproses kredit. Artinya para pengelola kredit di bank harus mempunyai pengetahuan yang cuk serta keterampilan yang memadai dalam menangani permasalahan kreditnya, baik yang menyangkut pada ketentuari bank intern, ketentuan Bank Indonesia maupun dalam hal menangani permasalahan dengan nasabahnya.
4. Harus ada fungsi review terhadap kredit yang telah diberikan dan manajemen harus selalu memantau pelaksanaan review tersebut. Dalam hubungan ini, pelaksanaan review serta pemantauan tindak lanjut atas masalah yang ada barus dilakukan secara terus-menerus dan dibangun dengan sistem yang terorganisir sehingga mampu melakukan deteksi dim atas perrnasalahan yang ada berikut penanganan tindak lanjutnya.
Penjelasan lebih lanjut adalah sebagai berikut:
1. Pengendalian pada Saat Perencanaan
Pada saat nasabah mengajukan permohonan kredit, segenap data dan informasi yang diterinia dan calon nasabah debitur itu dibandingkan satu dengan yang laimiya. Relationship Officer seharusnya meneliti dan membandingkan semua aspek dan data itu, balk kebenaran, keabsahan, kewajaran dan lainnya. Suatu hal yang penting yaitu bank memperhatikan apakah sektor industri calon nasabah itu termasuk dalana target market bank atau tidak. Bila dan evaluasi awal terjacli keraguan atas banyak hal, maka dan awal bank sudah dapat memutuskan bahwa kredit tidak bisa diproses lebih lanjut. Apabila semuanya ternyata memadai, bank bisa melakukan proses lebih lanjut. Dalani hubungan mi, bank seharusnya sudah memiliki perangkat, dan metode yang ditetapkan untuk pelaksanaan hal-hal itu.
Proses selanjutnya adalah analisis atas data nasabah. Dalam proses m bank perlu memperhatikan aspek-aspek legalitas usaha, yuridis, teknis, sumber daya alam dan manusia, ekonomis, pemasaran, keuangan dan sebagainya. Akhirnya bank akan melakukan perhitungan-perhitungan kemungkinan pembiayaan dalam bentuk kredit atau cara pembiayaan lainnya.
Dalani prakteknya, hal-hal yang dikemukakan dalain analisis kredit tersebut perlu di cek dan ricek dengan cara membandingkan satu data informasi dengan data informasi lainnya. Proses membandingkan dan evaluasi liii biasanya tidak dilakukan atas semua data, namun pada data yang bersilat strategis. Para manajer senior dalam Rapat Komite Kredit akan membahas lebih dalam untuk menetapkan keputusan kreditnya berdasarkan informasi yang terdapat dalam analisis kredit yang tertuang dalam Memo Usulan Kredit. Tata cara pembuatan keputusan kredit dalam komite kredit tingkat kantor cabang atau komite kredit tingkat kantor pusat bank yang bersangkutan.
Dalam keputusan kredit, disamping ditetapkan jumlah kredit, jangka waktunya, tingkat bunga, tujuan penggunaan atau fasilitas bank lainnya, disertai juga dengan syarat-syarat (term of conditions) yang hartis dipenuhi oleh nasabah. Syarat mi meliputi syarat yang harus dipenuhi sebelum kredit m ditarik oleh nasabah dan syarat-syarat pada saat kredit itu berjalan.
2. Pengeridalian pada Saat Pelaksanaan
Keputusan kredit yang ditetapkan oleh komite kredit tertuang dalarn Memo Usulan Kreclit. Biasanya syarat tersebut menyangkut jaininan, agunan kredit dan pengikatan serta penguasaannya oleh bank, kewajiban kewajiban nasabah untuk menyainpaikan laporan realisasi kerja usahanya, penutupan asuransi jaininan dengan syarat bankers claus?, asuransi kredit bila diperlukan, atau syarat-syarat spesifik lain tergantung permasalahan nasabahnya. Ada syarat yang mutlak harus dilaksanakan sebelum kredit diberikan.
Dengan demikian, proses pengendalian di sini adalah membandingkan dan mengevaluasi apakah syarat itu telah dan dapat dipenuhi nasabah. Apabila ada hal-hal yang belum atau mungkin tidak dapat dipenuhi, langkah-langkah antisipasi perlu dilakukan. Langkah langkah antisipasi bisa sangat bervariasi. Apabila sangat mendasar, perlu dflakukan review ulang dengan melaporkannya kepada komite kredit untuk dicarikan jalan keluarnya atau yang paling ekstrem, penarikan kredit tidak jadi dilaksanakan dan kredit dibatalkan.
Disebabkan hal tersbeut perlu adanya surat pemberitahuan kredit (offering letter) kepada nasabah terlebih dahulu agar nasabah mempelajari syarat-syarat tersebut. Apabila syarat-syarat kredit bisa dilaksanakan dan nasabah menyanggupinya, proses pelaksanaan kredit berjalan. Kegiatan pengendalian selalu berulang-ulang dengan membandingkan dan niengevaluasi penarikan-penarikan kredit nasabah dengan syarat-syarat yang ditetapkan oleh bank.
3. Pengenctalian pada Saat Pengendalian
Pengendalian kredit pada hakekatnya menginginkan agar sasaran kredit tercapai, baik bagi bank mapun bagi nasababnya. Oleh karena itii permasalahan seharusnya bisa diatasi secara dini aaagar tidak semaldn luas dan kompleks. Pada saat kredit berjalan, aktivitas usaha nasabah disanipaikan ke bank sesuai syarat yang ditetapkan oleh komite kredit. Setiap saat bank memperhatikan laporan-laporan nasabah untuk melihat apakah target-target usaha nasabah yang ditetapkan tercapai atau tidak. Untuk itu, bank perlu selalu membandingkan dan mengevaluasi tenis menerus. Apabila terjadi deviasi dan rencana, bank perlu melakukan langkah-langkah koreksi secara dini, apalagi bila ternyata deviasi itu sangat signifikan dan material. Bentuk korikritnya bisa saja berupa revisi dan target usaha nasabah, tanabahan kredit, atau mungkin saja bank meminta pelunasankredit. Semua itu bergantung pada hasil evahiasi pada saat pengendalian kredit. Secara terus-menerus proses mi berjalan sainpai kredit itu selesai dan tunas.
Bila proses pengendalian m tidak bei balk, kesulitan nasabah tidak te.rdeteksi secara dm1 sehingga bank terlambat mengambil langkah langkah antisipasi dan koreksi. Akibat lebih jauh adalah kesulitan bank untuk meminta pelunasan kredit.
Dengan demikian, bank harus secara rutin melakukan kunjungan ke lokasi usaha nasabah unti.ik meyakinkan secara fisik segala inlormasi yang diperoleh dan mencari informasi dan sumber yang tepat dan akurat secara obyektif. (Tjukria, 1999: 273-274)
BAB III
METODE PENELITIAN
1. Ruang Lingkup Penelitian
PT. Bank Muainalat Indonesia, Tbk. Cabang Medan merupakan objek studi kasus penelitian yang akan membahas permasalahan bagaimana penentuan nisbah bagi hasil sistem pembiayaan mudharabah pacla perbankan syariah seperti yang telah dipraktekkan inulai awal tahun 2001 saxnpai dengan pertengahan tahun 2003.
Adapun pokok kajian lebih lanjut adalah menganalisis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penentuan rusbah bagi hash sistem pembiayaan mudharabah pada perbankan syariah tersebut serta bagaimana evaluasi dan efektivitas penentuan nisbah pembiayaan rnudharabah yang clipraktekkan oleh PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Cabang Medan
2. Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan terdiri dan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan para pejabat bank syaniah yang berkompeten, seperti manajer operasional, manajer pembiayaan, bagian pemasaran, bagiani keuangan dan nasabah.
Sedangkan data sekunder diperoleh melalui laporan-laporan bank mulal tahun 200 1-2002 seperti neraca, laporan laba-rugi, ikhtisar keuangan, serta literatur-literatur yang berkaitan dengan masalah yang akan diteiti. Adapun teknik pengumpulan data dilakukan dengan:
a. Wawancara, yaitu melakukan wawancara dengan beberapa pihak yang dianggap berwenang memberi keterangan yang diperlukan.
b. Observasi, yaitu mengamati objek penelitian yang telah ditentukan secara langsung untuk mengumpulkan data-data sebagai bahan perbandingan dengan teori-teori yang ada dan telah disesuaikan dengan buku-buku, majalah, dan sumber-sumber data lainnya sebagai referensi.
3. Objek Penelitian dan Jenis Data
A. Objek Penelitian
Untuk kepentingan penelitian, maka peneliti menentukan sebuah objek sebagai studi kasus penelitian, yaitu PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Cabang Medan. Pemilihan FF. Bank Muamalat Indonesia, Thk. Cabang Medan sebagai objek peneitian didasarkan pada pertimbangan bahwa bank syariah dimaksud telah cukup lama beroperasi, dan juga cukup mewakili dan merepresentasikan bank-bank syariah yang menerapkan prinsip bagi hasil sistem pembiayaan mudharabah sebagairnana disebut dalam undang undang perbankan.
Pendekatan yang dilakukan dalam menganalisis sistem pembiayaan mudharabah mi adalah dengan menggunakan pendekatan finansial yaitu suatu pendekatan yang menggunakan data finansial seperti jumlah nominal pembiayaan yang disetujui oleh bank diberikan kepada debitur, aliran kas, rasio keuntungan, dan sebagainya yang secara kuantitatif dapat dthitung; dan juga pendekatan non-finansial yaitu penggunaan data-data seperti sumber daya manusia, pemasaran, keuangan, dan sebagainya yang lebih bersifat kualitatif.
B. Jenis Data
Data yang dikumpulkan terdiri dan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan pejabat berwenang yang berhak memberikan informasi yang dibutuhkan disesuaikan dengan permasalahan penelitian.
Scdangkan data sekunder diperoleh melalui laporan-laporan bank mulai tahun 2001 dan pertengahan tahun 2003 tentang pembiayaan khususnya pembiayaan mudharabah seperti jumlah debitur pembiayaan berikut dengan jumlah nominal pembiayaan, waktu pembiayaan, jenis usaha pembiayaan dan juga literatur-literatur yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti.
4. Analisis Data
Untuk keperluan analisa yaitu menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penentuan nisbah bagi hasil sistem pembiayaan mudharabah pada perbankan syaniah dilakukan dengan metode statistik, yaitu:
a. Analisa Statistik Deskniptif, yaitu yang berkaitan dengan pengumpulan data, menyusun ke dalam bentuk yang mudah dibaca dan dipahami serta menghitung nilai-nilai statistik.
b. Analisa Statistik Induktif, yaitu yang berkaitan dengan korelasi dan regresi yang didapat melalui metode kuadrat terkecil ‘Ordinary Least Square’ (OLS) dengan meminimumkan kesalahan pengganggu.
c. Analisa Statistik Inferensial, yait yang berkaitan dengan kegiatan analisis penarikan kesimpulan atas hasil penelitian sebagai dasar bagi pengambilan kesimpulan, yang diuji melalui probabilitas, estimasi, dan hipotesa.
Satuan analisa yang dipergunakan untuk variabel dependen (variabel terikat) dan variabel independe.n (variabel bebas) adalah satuan unit. Pengukuran unit-unit mi didapat melalui penilaian skor dan masing-masing vaniabel. Dan vaniabel-vaniabel tersebut dapatlah dibentuk suatu model regresi linier sebagai berikut:
Y = a + β1X1 + β2X2 + β3X3
Dimana:
Y = Tingkat Nisbah Bagi Hasil
α = Konstanta/Intercept
β1, β2, β3 = Koefisien Regresi
X1 = Jumlah Nominal Pembiayaan
X2 = Waktu Berlakunya Aqad Pembiayaan
X3 = Jenis Usaha Pembiayaan
Dan model regresi linier di atas dapat cliambil suatu hipotesa model sebagai berikut:
a. jumlah nominal pembiayaan, semakin tinggi nominal
pembiayaan yang disetujui akan semakin mempengaruhi penentuan tingkat nisbah bagi hasil, ceteris paribus.
b. , waktu berlakunya aqad pembiayaan, semakin lama waktu
berlakunya aqad akan semakin mempengaruhi penentuan tingkat nisbah bagi hasil, ceteris paribus.
c. jems usaha pembiayaan, semakin prospek jenis usaha yang dilakukan akan semakin mempengaruhi penentuan tingkat nisbah bagi hash, ceteris paribus.
5. Defenisi Operasional Variabel
Untuk memudahkan pemberian penafsiran dan batasan yang jelas mengenai variabel-variabel yang dipergunakan, maka dianggap perlu memberikan defenisi yang kongkrit terhadap variabel-variabel tersebut. Variabel-variabel yang akan diberikan defenisi di sini ada empat buah, yaitu
1. Tingkat Nisbah Bagi Hash
Tingkat nisbah bagi hash adalah prosentase pembagian hasil dan pembiayaan mudharabah yang dilakukan antara bank sebagai pemilik modal dengan debitur sebagai pengelola modal atau dengan kata lain antara bank syaniah selaku shahibul maal dan debitur selaku mudha rib yang ditentukan oleh faktor-faktor yang mempengaruhinya.
2. Jumlah Nominal Pembiayaan Mudharabah
Jumlah nominal pembiayaan mudharabah adalah sejumlah modal atau dana yang diajukan oleh pihak debitur kepada bank untuk membiayai usahanya, diniana pengajuan nominal tersebut telah disetujui dan disepakati oleh kedua belah pihak setelah debitur melalul beberapa tahapan atau proses sebagai prasyarat yang telah ditentukan oleh bank syariah.
3. Waktu Berlakunya Aqad Pembiyaan Mudharabah
Waktu berlakunya aqad pembiayaan mudharabah artinya adalah lamanya waktu (jangka waktu) yang telah disepakati dalam hal pemberian pembiayaan oleh pihak bank syariah kepada debitur dan mulai diterimanya pembiayaan hingga berakhirnya kerjasaina pembiaya mudharabah tersebut.
4. Jenis Usaha
Jenis usaha atau seberapa prospek usaha yang akan dibiayai biasanya cukup mempengaruhi keputusan bank syariah dalam memberikan pembiayaan sistem mudharabah
6. Kajian Terdahulu
Berdasarkan telaah pustaka yang dilakukari, terdapat penelitian yang pernah dilakukan sehubungan dengan penentuan rusbah bagi hasil pada perbankan syariah yang mengkhususkan peneitian tentang metode pendistribusian bagi hasil dengan kedudukan bank syaniah sebagal mudharib. Penelitian tersebut clilakukan oleh Saparuddin Siregar, yang berjudul “Bank Syariah Teori dan Praktek Tinjauan terhadap Metode Pendistribusian Bagi Hasil Studi Kasus pada BPRS Se-Sumatera Utara”.
Signifikansi dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti mi adalah sebagai lanjutan untuk melengkapi penelitian tentang pendistribusian dan penentuan nisbah bagi hasil yang diterapkan oleh perbankan syariah, baik antara nasabah penabung dengan perbankan syariah seperti yang telah dilakukan peneliti sebelumnya dan antara perbankan syariah dengan debitur peminjarn dana pada sektor pembiayaan mudharabah seperti yang akan peneliti lakukan.
Rabu, 25 November 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar